Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Lagi-lagi indah kapuk

Ketua bpn soni harsono akan menangguhkan sertifikat tanah pantai indah kapuk selama barter lahan belum selesai. dirut pt cakar bumi rijanto khawatir jalan tol dan bandara cengkareng terancam.

3 Oktober 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PROYEK Pantai Indah Kapuk (PIK) lama-lama semakin tak memberi kesan indah. Banyak yang mempertanyakan pembangunan kota pantai di atas hutan bakau itu. Dimulai oleh Menteri KLH Emil Salim akhir Agustus lalu, kemudian disusul kritik dari berbagai pihak, termasuk dari lembaga swadaya masyarakat (LSM). Kendati izin untuk PIK sangat lengkap -- baik dari Departemen Kehutanan maupun dari Pemerintah DKI -- tak urung isu sekitar proyek itu akhirnya berkembang menjadi isu kontroversial. Jumpa pers bersama Emil Salim dan Menteri Kehutanan Hasjrul Harahap, Selasa pekan lalu, tidak menyingkap banyak hal, misalnya bagaimana pertimbangan di balik pemberian izin untuk PT Mandara Permai, pemilik PIK. Emil Salim lebih memfokuskan masalah pada amdal dan sama sekali tidak mempersoalkan izin proyek berikut seluk beluknya, Sementara itu Ketua Badan Pertanahan Nasional (BPN), Soni Harsono, malah menyinggung soal tukar-menukar lahan. Ini diutarakannya kepada Antara, Kamis pekan silam, seraya menegaskan bahwa pemberian sertifikat tanah bagi lahan PIK akan ditangguhkan olehnya selama tukar-menukar lahan itu belum beres. Mengapa Soni tiba-tiba angkat suara? Ternyata akibat PT Mandara Permai belum memenuhi janji. Mandara memperoleh izin dari Departemen Kehutanan (tahun 1984) untuk membangun proyek PIK di atas hutan Muara Angke. Asalkan, perusahaan itu bisa menyediakan tanah pengganti yang luasnya satu banding satu untuk wilayah Jakarta dan satu banding dua bila di luar Jakarta. Syarat lainnya, tanah tersebut tidak terpencar-pencar dan proyek PIK tidak punya masalah dengan pihak lain. Lahan pengganti yang diajukan Mandara adalah sebuah lokasi di Pulau Seribu, di Rumpin (Kabupaten Bogor), di Nagrak (Kabupaten Sukabumi), dan di Ciharum (Kabupaten Cianjur). Delapan tahun telah berlalu, tapi lahan-lahan yang ditawarkan itu belum beres urusannya. Sebagian besar tanah di Rumpin (75 hektare) dan Ciharum (810 hektare) masih dikuasai penduduk setempat. Tanah di Ciharum juga terkatung-katung, sehingga Mandara mengalihkan lahan pengganti ke sebidang tanah di Kabupaten Lebak, Jawa Barat. Ini pun belum tuntas juga. Mengetahui bahwa proses tukar tanah ini belum mulus, Soni Harsono segera bertindak. "Saya kan tidak mau jadi kambing hitam," katanya. BPN memang berwenang, karena tanah yang sudah dilepas oleh pihak Kehutanan otomatis berada dalam tanggung jawab lembaga ini. Hingga kini, BPN sudah mengeluarkan dua sertifikat untuk lahan sekitar 100 hektare dan dua lagi sedang dalam proses. Empat sertifikat lainnya sama sekali belum diproses. "Meskipun sudah dikeluarkan sertifikatnya, tapi BPN menangguhkan yang lain. Mestinya pembangunan tidak dilanjutkan dulu, sampai mereka memenuhi janjinya," kata Soni mengimbau. Sebelum Soni bicara, Direktur Utama PT Cakar Bumi, Rijanto Prawiro Hadmodjo, sudah lebih dulu berkomentar. Pemegang paten konstruksi cakar ayam ini -- konstruksi itu dipakai untuk Jalan Tol Sedyatmo dan Bandara Soekarno-Hatta -- mengkhawatirkan ancaman yang mungkin menimpa aset nasional tersebut. Karena, konstruksi cakar ayam yang cocok untuk tanah lembek dan rawa ini amat bergantung pada air yang ditampung di rawa-rawa kanan-kiri jalan tol. "Sekarang rawa itu diuruk, sehingga tak ada tempat penampungan lagi," katanya. Bila hujan turun, air akan melimpah ke mana-mana, membanjiri jalan tol dan bandar udara. Genangan air tidak akan merusak landasan, tapi pilot tak akan nekat untuk mendarat. Akibatnya, lalu lintas penerbangan akan terganggu. Ancaman lain mengintip saat kemarau tiba. Waktu itu air tanah berkurang, dan karena tak ada lagi rawa yang menjaga tinggi air tanah, tanah akan susut. Akibatnya, bisa terbentuk patahan-patahan di sepanjang jalan tol. Sebelum ada PIK, ancaman tersebut tidak ada. Memang jalan tol mengalami penurunan sekitar 10-30 sentimeter di beberapa tempat. Tapi menurut Rijanto, penurunan karena pemadatan tanah sudah diantisipasi dengan membuat badan jalan 50 sentimeter lebih tinggi. Bandara pun sudah dilengkapi dengan kanal-kanal besar di segala tempat sehingga air hujan bisa segera ditampung dan dialirkan ke laut tanpa menimbulkan genangan. "Sebaiknya dampak negatif proyek ini diinventarisasi dan dicari penyelesaiannya. Saya yakin masalah ini bisa diselesaikan tanpa proyek dibatalkan. Mungkin luasnya dikurangi, karena sekarang daerah penampung air hujan terlalu sedikit," tutur Rijanto menambahkan. Menurut manajer proyek PIK, Hendry Nurhalim, semua kekhawatiran itu tak beralasan. Mereka tetap menjaga ketinggian air tanah dengan mempertahankan rawarawa selebar 20 meter di kanan kiri jalan tol. Bila kemarau tiba dan air rawa turun, air akan dipompa dari Cengkareng Drain, yang membelah proyek, ke rawa tersebut. Sedang untuk menampung kelebihan air di musim hujan, Mandara membangun waduk selebar 100 meter di kanan kiri rawa. Pendapat senada dikeluarkan Soehartono. Direktur Utama PT Jasa Marga, yang mengelola jalan tol Sedyatmo itu, menyatakan bahwa pembuatan fondasi bangunan memang bisa menyebabkan air tanah tersedot, tapi hanya dalam radius 50 meter. "Kekeringan ini jelas tidak menjalar ke jalan tol yang sudah diamankan oleh daerah 100 meter di kanan kirinya," kata Soehartono, memastikan. Diah Purnomowati, G.Sugrahetty Dyan K., dan Indrawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus