Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penulis utama laporan dalam jurnal Marine Pollution Bulletin Wulan Koagouw, peneliti di Pusat Penelitian Oseanografi BRIN yang kini sedang menempuh program doktoral di University of Brighton, Inggris. Dia menyebut tingginya konsentrasi parasetamol yang ditemukan di Pantai Jakarta melampaui temuan limbah ini di negara lain seperti Brasil dan Portugis.
Kepada ANTARA, Wulan mengatakan, konsentrasi tinggi parasetamol di Angke dan Ancol tersebut terkait dengan paparan jangka panjang terhadap organisme laut di Teluk Jakarta. Dia menyebut terutama dampak pada budidaya kerang laut di sekitar perairan di Pantai Jakarta itu.
Ancaman tersebut dirilis oleh International Pollutants Elimination Network atau IPEN bersama National Toxic Network (NTN). Ancaman tesebut dirilis dalam bentuk laporan yang berjudul Ocean Pollutants Guide: Toxic Threats to Human and Marine Life pada 2018 lalu.
Dalam rilisnya, disebutkan laut sudah tercemar oleh kimia beracun, termasuk pestisida berbahaya, obat-obatan, dan polutan organik persisten (POPs) seperti Polychloro biphenyls (PCB), yaitu pencemaran yang diakibatkan oleh masuknya bahan pencemar berupa gas, bahan-bahan terlarut, dan partikulat. Lebih lanjut, kami paparkan beberapa zat berbahaya yang dapat mencemari air.
Puntung Rokok
Berdasarkan oceanconservancy.org, benda ini merupakan yang paling banyak mengotori planet Bumi. Setidaknya dua pertiga dari total 5,6 triliun batang rokok atau 4,5 triliun puntung rokok yang dihisap setiap tahun dibuang sembarangan. Sejak tahun 1980-an, puntung rokok menyumbang 30 hingga 40 persen dari semua sampah yang ditemukan di tempat pembuangan sampah perkotaan.
Puntung rokok sendiri terbuat dari ribuan serat selulosa asetat juga mengandung ribuan bahan kimia. Walaupun dapat teruarai secara biologis, puntung rokok dapat berbahaya bagi biota laut. Sebab bentuknya dapat menyerupai makanan ikan.
Sampah Plastik
Benda ini dapat dijumpai dari berbagai produk seperti pembungkus makanan, botol minuman, bahkan tutup botol minuman itu sendiri. Dalam film Pulau Plastik, aktivis lingkungan sekaligus vokalis band rock Navicula asal Bali, Gede Robi menjelaskan fakta yang sangat meresahkan bahwa, dari semua plastik yang diproduksi sejak 1950, hanya 9 persen yang berhasil di daur ulang, 12 persen dibakar, 79 persen sisanya masih ada di bumi.
Sampah plastik biasanya berasal dari barang plastik sekali pakai dengan kegiatan pasca-konsumsi yang tidak bertanggung jawab. Sampah plastik yang dibuang sembarangan bisa menyebabkan, tersumbatnya selokan dan badan air, rusaknya ekosistem di sungai dan laut, dan bahkan termakan oleh hewan yang pada akhirnya dikonsumsi kembali oleh manusia.
Saat manusia mengonsumsi ikan atau hewan laut dan sungai yang telah memakan mikroplastik atau zat plastik berukuran sangat kecil yang berasal dari sampah kantong plastik yang secara perlahan-lahan hancur tapi tidak terurai, maka dapat mengancam kesehatan manusia. Mulai dari mengganggu sistem saraf, hormon dan kekebalan tubuh, hingga dapat meningkatkan risiko kanker.
Peneliti Universitas Airlangga, Windarmanto mengatakan bahwa, komponen utama dari produksi plastik adalah plasticizer. Jika plasticizer masuk dalam tubuh maka akan mengganggu sistem endokrin. Sistem endokrin adalah jaringan kelenjar yang menghasilkan hormon yang merupakan sinyal kimia yang dikeluarkan melalui aliran darah.
“Kalau hormon dalam tubuh terganggu, ya sudah hampir semua organ terganggu dan rusak. Sudah ada bukti riset yang banyak sekali. Kami sudah meneliti pada jaringan liver, hingga jaringan testis. Maka dampak penyakit yang ditimbulkan yaitu, gagal ginjal, diabetes mellitus, impotensi, bahkan kanker,” katanya.
Styrofoam
Benda ini biasanya digunakan untuk membungkus makanan. Berdasarkan The Ocean Conservancy, setidaknya terdapat 580,5 ribu sampah styrofoam yang ditemukan di laut. Selain berbahaya bagi kesehatan manusia karena bahan zat polystyrene-nya, benda ini juga dapat mencemarkan lingkungan.
Hasil riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2018 di 18 kota di Indonesia menemukan, terdapat sekitar 0,27 juta ton hingga 0,59 juta ton sampah atau limbah masuk ke laut Indonesia dan jenis sampah terbanyak yang dijumpai adalah styrofoam.
GERIN RIO PRANATA
Baca: Pencemaran Parasetamol Pantai Jakarta, Berikut Penyebab Polutan Lainnya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini