Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Semen menjadi salah satu komoditas penting di bidang infrastruktur. Namun di sisi lain, industri semen dikenal ekstraktif. Sebab, dalam membuat semen, diperlukan bahan baku dari alam, dan pertambangan menjadi salah satu hal yang tidak terpisahkan. Dampaknya bagi lingkungan bisa beragam, mulai dari hilangnya kawasan karst, hilangnya mata air, hingga rusaknya lingkungan.
Namun ada semen yang bisa dibuat tanpa penambangan. Tim mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), yang berpartisipasi dalam Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Kewirausahaan (PKM-K) dikabarkan berhasil menciptakan semen dari cangkang kerang. Inovasi ini disebut-sebut sebagai langkah penting dalam membuat semen ramah lingkungan.
Dilansir dari ugm.ac.id, produk tersebut dinamakan INNOCEM, sebuah singkatan dari Innovatively Efficient Instant Cement. Gagasan ini diinisiasi oleh Vidhyazputri Belva Aqila, mahasiswa Program Sarjana Studi Akuntansi angkatan 2023, yang berkolaborasi dengan tiga rekannya yaitu Abla Salsabila (Teknik Sipil 2022), Aurellia Zaitun Candraningrum (Teknik Sipil 2022), dan Maureen Arsa Sanda Cantika (Sistem Informasi Geografis 2022).
Pengembangan INNOCEM muncul dari keprihatinan mereka terhadap tingginya emisi karbon yang dihasilkan oleh sektor konstruksi, terutama dari penggunaan semen konvensional. Vidhyazputri menjelaskan bahwa bangunan menyumbang sekitar 37 persen emisi karbon global, sebagian besar berasal dari bahan konstruksi seperti semen yang terbuat dari batu gamping.
Proses produksi semen konvensional tidak ramah lingkungan, sebab pengelolaan batu gamping menghasilkan emisi yang signifikan. Menanggapi kondisi ini, mereka bertekad untuk mendukung gerakan net zero emission dengan menciptakan alternatif semen yang lebih ramah lingkungan. Mereka berharap, inovasi yang mereka ciptakan dapat mendukung gerakan tersebut dan memberikan kontribusi nyata bagi lingkungan.
INNOCEM tidak hanya hadir sebagai inovasi untuk mengurangi emisi karbon, tetapi juga sebagai bagian dari upaya mendukung konstruksi hijau berkelanjutan di Indonesia. Dengan mengolah limbah cangkang kerang, produk ini berpotensi menyelesaikan masalah lingkungan yang diakibatkan oleh limbah tersebut, yang selama ini belum dimanfaatkan secara optimal. Limbah cangkang kerang melimpah di berbagai daerah pesisir Indonesia, tetapi seringkali hanya menumpuk sebagai sampah. Melalui INNOCEM, limbah ini dapat diberdayakan dan diubah menjadi produk bernilai tinggi.
Abla Salsabila, salah satu anggota tim, menambahkan bahwa pemilihan limbah cangkang kerang sebagai bahan baku utama pembuatan semen bukanlah tanpa alasan. Cangkang kerang mengandung kalium oksida, sebuah komponen yang juga ditemukan dalam batu gamping, bahan utama pembuatan semen konvensional.
Berdasarkan sejumlah literatur, cangkang kerang memiliki kandungan kalium oksida yang cukup tinggi sehingga sangat potensial sebagai pengganti batu gamping. Dengan demikian, penggunaan cangkang kerang dalam pembuatan INNOCEM bisa menjadi solusi efektif dalam mengurangi ketergantungan pada batu gamping, sekaligus mengurangi limbah yang dihasilkan dari industri kelautan.
Saat ini, INNOCEM sudah mulai dipasarkan secara daring melalui platform lokapasar dan situs web resmi produk tersebut. Keberadaan produk ini bukan hanya menjadi inovasi yang mendukung konstruksi hijau ramah lingkungan, tetapi juga menawarkan solusi konkret untuk masalah limbah cangkang kerang.
Dengan terus berkembangnya pasar dan kesadaran akan pentingnya solusi konstruksi yang ramah lingkungan, tim pengembang berharap INNOCEM dapat berkontribusi lebih luas dalam mendukung ekosistem konstruksi yang lebih hijau dan mendukung pencapaian target pengurangan emisi di masa depan.
ANGELINA TIARA PUSPITALOVA | UGM.AC.ID | ANTARA
Pilihan Editor: Penambangan di Karst Pangkalan Terlarang
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini