Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Masyarakat Adat di IKN Nusantara Terimpit Rencana Penggusuran dan Dampak Krisis Iklim, Begini Sebaran Wilayah Mereka

AMAN mengidentifikasi belasan masyarakat adat di IKN Nusantara dan sekitarnya. Mereka terancam rencana investasi proyek IKN dan dampak krisis iklim.

20 Maret 2024 | 03.49 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto mengecek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur, Senin (18/3/2024), yang direncanakan menjadi lokasi upacara HUT Ke-79 RI pada 17 Agustus 2024. ANTARA/HO-Biro Humas Setjen Kemhan RI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Dua persoalan mengimpit masyarakat adat di Kalimantan Timur. Sebagian komunitas adat di Kabupaten Penajam Paser Utara kian terancam oleh megaproyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Pada sisi lain, studi terbaru memperkirakan Benua Etam--julukan Kalimantan Timur--dalam jangka menengah dan panjang berpotensi mengalami kekeringan ekstrem akibat krisis iklim

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada persoalan pertama, masyarakat adat Pemaluan serta warga pendatang yang tinggal lama di Kelurahan Pemaluan, Kecamatan Sepaku, menjadi calon korban teranyar proyek IKN. Lewat surat tertanggal 4 Maret 2024, Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) menyatakan rumah warga di RT 05 Pemaluan semestinya dibongkar pada Agustus dan Oktober tahun lalu. OIKN juga melayangkan Surat Teguran Pertama Nomor 019/ST I-Trantib-DPP/OIKN/III2024 dan memberikan waktu 7x24 jam pada hari kerja bagi warga untuk merobohkan bangunan karena dianggap tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional IKN.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Masyarakat adat Pemaluan hanya satu di antara lima komunitas adat yang mendiami Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara. Empat lainnya adalah masyarakat adat Balik Sepaku, Semoi, Mentawir, dan Maridan. Namun hanya masyarakat adat Pemaluan dan Balik Sepaku yang wilayahnya akan disulap menjadi Kawasan Inti Pusat Pemerintahan IKN. 

Pada 2022, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengidentifikasi sedikitnya 17 komunitas adat di Kabupaten Penajam Paser Utara dan 34 komunitas adat di Kabupaten Kutai Kartanegara. Di antara mereka, hanya delapan komunitas yang wilayah adatnya diduduki proyek IKN. Selain lima komunitas adat di Sepaku, tiga komunitas adat berada di Kecamatan Loa Kulu dan Loa Janan, Kutai Kartanegara, yaitu komunitas adat Kenyah Lepoq Jalan, Basap, dan Tonyooi. 

Ada juga sembilan masyarakat adat yang mendiami wilayah di sekitar IKN Nusantara. Mereka adalah komunitas adat Sotek, Sepan, Riko, Pantai Lango, Kutai Perian, Kutai Adat Lawas, Lebak Cilong, dan Benuaq Jahab. 

Made with Flourish

Rencana Penggusuran di Tengah Percepatan Investasi IKN

Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara, Bambang Susantono, menyatakan pemerintah tengah berkomunikasi dengan masyarakat adat yang menolak penggusuran. Pada prinsipnya, kata dia, pemerintah ingin semua berjalan dengan baik.

“Kami tidak akan menggusur semena-mena ya, dan komunikasi itu berjalan sekarang,” kata Bambang seusai rapat soal IKN bersama Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta, pada Rabu, 13 Maret 2024.

Menurut Bambang, pemerintah tidak akan mengubah tenggat tujuh hari kerja yang sebelumnya disampaikan kepada masyarakat agar membongkar bangunan. Namun, dia memastikan OIKN juga membuat forum melibatkan tokoh masyarakat dan investor yang akan menempati lahan. 

Dalam rapat dengan Jokowi, OIKN mendapat arahan agar mempercepat penyediaan lahan untuk rencana investasi di IKN. "Beliau (Presiden Joko Widodo) menyampaikan bahwa agar segera diperjelas, dipercepat, untuk status-status lahan," kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono, yang turut menghadiri rapat tersebut.

Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN), Bambang Susantono saat mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 18 Maret 2024.  

Potensi Kekeringan Ekstrem Mengintai Wilayah IKN

Di tengah mencuatnya bibit konflik agraria di Penajam Paser Utara, ancaman baru mengintai Kalimantan Timur, termasuk wilayah IKN. Hasil studi Peneliti Ahli Utama pada Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin, menyimpulkan wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat berpotensi mengalami kekeringan ekstrem dalam jangka pendek hingga panjang.

Erma menilai hasil kajian ini perlu mendapatkan perhatian karena IKN juga berada wilayah tersebut. "Karena IKN di Kalimantan Timur akan menjadi pusat pemerintahan, risiko mengeringnya suhu dan udara di sana sangat berpengaruh dan tentunya berbahaya," kata Erma kepada kepada Tempo, Jumat, 15 Maret 2024.

Erma menjelaskan, temperatur global pada September 2023 telah mencapai 1,76 derajat celcius—terhitung sejak pra-Revolusi Industri. Kenaikan suhu bumi setinggi ini terjadi lebih cepat satu dekade dibandingkan proyeksi awal semua permodelan Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim PBB (IPCC) yang memperkirakan kenaikan suhu bumi 1,5 derajat celcius pada Desember 2034.

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Erma Yulihastin saat ditemui seusai acara Media Lounge Discussion perihal cuaca ekstrem, Rabu 31 Januari 2024. TEMPO/Alif Ilham Fajriadi

Laju pemanasan global ini dinilai mengkhawatirkan. Data menunjukkan, suhu dan udara di sebagian wilayah Kalimantan semakin kering pada periode 1991-2020, terutama di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Lewat analisis permodelan, mengeringnya suhu dan udara diprediksi akan meluas hingga ke wilayah Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur pada 2021-2050. 

Pada sisi lain, data curah hujan harian juga menunjukkan deret hari tanpa hujan di wilayah Pulau Kalimantan semakin panjang dan meluas pada kurun waktu 1991-2020. Sebagian wilayah di Kalimantan Timur terdeteksi mengalami hari tanpa hujan terpanjang selama 20-60 hari. Indeks bencana kekeringan (Drought Hazard Index/DHI) di sebagian besar wilayah Kalimantan, termasuk Kalimantan Timur, juga berada di level moderat, tinggi, dan sangat tinggi. 

Dari semua analisis data dan permodelan tersebut, dalam jangka panjang atau hingga 2050 mendatang, kekeringan ekstrem berpotensi terjadi di Kalimantan Timur. Kekeringan ekstrem juga berpotensi terjadi di wilayah ini dalam jangka pendek hingga 2033. "Ini yang harus dipikirkan dan dipertimbangkan, dalam konteks perubahan iklim di Kalimantan Timur cenderung mengalami kekeringan untuk segi udara dan suhunya," kata Erma. "Risiko kehilangan pasokan air di kawasan itu sangat berpotensi terjadi." 

DANIEL A. FAJRI | ALIF ILHAM FAJRIADI

Agoeng Wijaya

Agoeng Wijaya

Berkarier di Tempo sejak awal 2006, ia banyak mendalami isu ekonomi-politik, termasuk soal tata kelola sumber daya alam. Redaktur Pelaksana Desk Sains dan Lingkungan ini juga aktif dalam sejumlah kolaborasi investigasi global di sektor keuangan dan perpajakan. Alumnus Universitas Padjajaran.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus