Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Berita Tempo Plus

Setelah Batam Jadi Juragan Lahan

Hutan mangrove Batam tergerus pembangunan. Akibat BP Batam bisa memberikan izin alokasi lahan.

11 Desember 2022 | 00.00 WIB

Foto udara penampakan kawasan hutan mangrove di sekitar anak sungai pengabu ditimbun untuk pembangunan perumahan, di Kelurahan Tembesi, Sagulung, Batam, Kepulauan Riau, 21 November 2022. Tempo/Yogi Eka Sahputra
material-symbols:fullscreenPerbesar
Foto udara penampakan kawasan hutan mangrove di sekitar anak sungai pengabu ditimbun untuk pembangunan perumahan, di Kelurahan Tembesi, Sagulung, Batam, Kepulauan Riau, 21 November 2022. Tempo/Yogi Eka Sahputra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Pengelolaan wilayah yang dilakukan oleh BP Batam kerap dilakukan tanpa melihat fungsi konservasi kawasan.

  • Batam kehilangan sekitar 3.000 hektare hutan mangrove selama dua dekade terakhir, paling banyak untuk perumahan selama satu dekade terakhir.

  • Kota Batam kehilangan kawasan yang mampu mencegah intrusi air laut.

DARI rumah Amin di Kelurahan Tembesi, raungan buldoser yang meratakan tanah menguruk mangrove Sungai Pengabu di Kota Batam, Kepulauan Riau, terdengar begitu keras. Berjarak 20 meter dari sungai itu, laki-laki 45 tahun ini bisa melihat dengan jelas aktivitas penimbunan sungai yang dulu rimbun ini. “Katanya mau jadi kompleks perumahan,” kata Amin.

Sungai Pengabu bercabang menjadi anak-anak sungai. Salah satunya mengalir ke depan rumah Amin. Dari anak sungai itu, Amin biasanya melayarkan sampan untuk melaut. Akibat penimbunan sungai, air tak lagi mengalir. Selain timbunan tanah kuning, badan sungai kini dipenuhi sampah.

Jangankan melaut, kini Amin dan para nelayan di Tembesi tak lagi bisa menangkap udang yang biasanya mengkal-mengkal di pantai dan muara sungai. Ketika bisa melaut pun, kapal tersangkut tanah yang menimbun pantai. Para nelayan harus mendorong perahu hingga ke tengah agar bisa mengayuh.

Pada akhir September lalu, Abdul Ganip baru saja menyandarkan kapalnya. Laki-laki 57 tahun tetangga Amin itu baru pulang setelah seharian melaut. Sambil tersenyum kecut, ia menunjukkan sedikit tangkapan: beberapa ekor udang yang disimpan dalam termos merah. Ketika ditimbang, semua udang itu tak sampai 1 kilogram. “Cuma buat makan orang serumah,” katanya.

Ganip mengingat hasil tangkapannya terus turun dua tahun belakangan sejak sungai-sungai yang bermuara ke laut Batam diuruk untuk dijadikan permukiman atau pergudangan. Ongkos yang ia keluarkan acap tak tertutup oleh hasil tangkapan. Pendangkalan pantai membuat ia makin jauh melaut. Artinya, biaya solar bertambah.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Bagja Hidayat

Bagja Hidayat

Bergabung dengan Tempo sejak 2001. Alumni IPB University dan Binus Business School. Mendapat penghargaan Jakarta Jurnalis Award dan Mochtar Loebis Award untuk beberapa liputan investigasi. Bukunya yang terbit pada 2014: #kelaSelasa: Jurnalisme, Media, dan Teknik Menulis Berita. Sejak 2023 menjabat wakil pemimpin redaksi

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus