KAPUK tidak lagi sekadar pengisi kasur dan bantal. Para ahli
Jepang dan Indonesia telah menemukan kegunaan lain: sebagai alat
pembersih pencemaran minyak di laut.
Penelitian penggunaan kapuk sebagai alat pembersih laut, yang
dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri
Tekstil (BBPPIT), Bandung, dimulai sejak 1979. Dari hasil
penelitian para ahli itu - sepuluh orang dari Indonesia dan lima
dari Government Industrial Research Institute Osaka (GIRIO)
ditemukan bahwa serat kapuk ternyata mampu menyerap minyak
sampai 30 kali beratnya. Kemampuan ini melebihi serat sintetis
yang selama ini digunakan mengatasi pencemaran minyak di laut.
Kelebihan lain? "Kapuk tidak menyerap air," kata Ny. Purwati,
alumnus Institut Teknologi Tekstil (ITT), Bandung, yang memimpin
penelitian ini.
UJi coba daya serap kapuk dllakukan di kolam - panjang 4 meter,
lebar 3 meter, dan tinggi 1,5 meter - yang berisi air laut. Lalu
ke dalam kolam itu ditumpahkan 30 liter minyak mentah. Agar
minyak cepat menyebar, juga untuk menyesuaikan dengan keadaan
laut sebenarnya, dibuat gelombang buatan. Setelah itu baru
lempengan kapuk berukuran 30 x 30 cm dicemplungkan ke dalamnya.
Dalam tempo hanya memuat seluruh minyak yang ditumpahkan dapat
diserap. "Kini tinggal bagaimana menyempurnakannya," kata
Purwati.
Penyempurnaan yang dimaksud adalah bagaimana membentuk serat
kapuk itu menyerupai kain pel - seperti yang biasa digunakan ibu
rumah tangga. Sebab, seratnya pendek-pendek, berlapis lemak, dan
sulit dirajut.
Kapuk pengepel minyak ini pernah dicoba dirajut dengan serat
polyester. Tapi daya serapnya jadi berkurang. Pada percobaan
terakhir, serat kapuk itu didempet-dempetkan dan direkat dengan
prophylene. Hasilnya lumayan. Cuma ukuran paling besar yang bisa
dibuat baru 30 x 30 cm. "Mesin khusus untuk membuat lapisan
kapuk nonwoven (dengan cara tidak ditenun) belum ditemukan,"
kata Purwati.
Penemuan serat kapuk sebagai pembersih laut dari tumpahan minyak
itu menggembirakan banyak orang. Pemerintah Jepang, sebagai
pemilik banyak tanker raksasa dan selalu direpotkan oleh
tumpahan minyak, memutuskan akan mengembangkan pengepel kapuk
ini. Mereka tidak menganggap sulit membuat mesin yang akan
memproduksikan "kain pel" dari kapuk.
Pencemaran laut oleh minyak, menurut catatan GIRIO, sudah
termasuk gawat. Dalam tahun 1978 saja terjadi 1.254 pencemaran
laut di perairan Jepang - 88% penyebabnya adalah tumpahan
minyak.
Selama ini untuk "mengepel" laut yang dicemarkan tumpahan minyak
digunakan serat sintetis, misalnya polipret hane foam dan
poliprophylene fibre. Alat yang dibuat Shell Oil Company dari
Amerika Serikat ini berbentuk seperti ikat pinggang panjang 3,3
meter, lebar 0,5 meter, dan tebal 0,1 meter. Cara memakainya:
alat itu disambung-sambung dan kemudian dicelupkan ke laut yang
tercemar minyak. Setelah minyak diserap, lalu diangkat, dan
dibakar. Kabarnya, alat ini dipakai membersihkan perairan di
Selat Malaka ketika tanker Showa Maru menumpahkan 3.000 ton
minyak, Tanuari 1975.
Kelemahan pengepel sintetis ini, selain daya serap minyaknya
kecil juga hanya bisa dipakai sekali. Pengepel itu tidak bisa
diperas seperti "pengepel kapuk" BBPPIT. Kekurangan lain,
menurut Purwati, pengepel sintetis yang dibakar mengeluarkan gas
racun Cn dan H2S. "Menghirup gas ini dalam dosis tlnggi bisa
menyebabkan kematian," katanya.
Membersihkan laut dari minyak dengan menggunakan deterjen juga
pernah dilakukan Biasanya untuk pencemaran yang tak begltu luas.
Fungsi deterien ini mempercepat pemadatan (emulsi) minyak
menjadi semacam lumpur sehingga tenggelam di dasar laut.
"Penunaan deterjen yang banyak akan menimbulkan polusi dalam
bentuk lain. Misalnya, ikan menjadi mati," kata Rasyid Jufri,
staf peneliti BBPPIT. Purwati menambahkan, penggunaan deterjen
bisa ditolerir bila pencemaran minyak terjadi di pantai, hingga
emulsi minyak itu bisa diambil.
Keuntungan pencmuan BBPPIT ini? "Pengepel kapuk bisa digunakan
berkali-kali karena minyak yang diserapnya bisa diperas, dan
dimurnikan kembali," kata Purwati.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini