Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Menyambut bumi yang makin panas

John s. hoffman, direktur studi strategis badan perlindungan AS, meramalkan bahwa efek rumah kaca (polusi co2) akan menaikkan suhu udara dan membuat bumi makin panas. (ling)

5 November 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KELAK di tahun 2100, bila Anda ke , New York di musim dingin, anda tak akan lagi menemui salju. Temperatur di sana, waktu itu sudah sama dengan Jakarta. Mengapa? Penyebabnya adalah makin banyaknya karbon dioksida (C02) di udara akibat pembakaran batu bara, gas alam, dan minyak bumi yang terus memuncak. Dan C02 itu menghalangi pemantulan panas bumi ke angkasa. Dengan terkonsentrasinya C02 di atmosfir, sinar ultra violet yang berfungsi menetralkan suhu, sulit mencapai bumi. Akibatnya temperatur bumi jadi naik. Akibat lainnya, padang es di kutub akan meleleh dan permukaan laut akan naik. "Ini bukan teoretis," kata John S. Hoffman, direktur Studi Strategis Badan Perlindungan Amerika Serikat. Ia meramalkan, akibat penghalangan pemantulan panas bumi ke angkasa - lazim disebut efek rumah kaca karena C02 itu sebagai kaca pelapis -- pola hujan dan topan akan berubah di sekitar tahun 1990. Memasuki abad ke-21 nanti, efek rumah kaca ini lebih menakutkan lagi. Suhu udara rata-rata akan meningkat 2ø Celcius pada 2040. Tahun 2400 bertambah lagi 5ø Celcius. Para peneliti itu percaya, untuk mencegah peningkatan suhu pada abad ke-21 adalah dengan membatasi pemakaian bahan bakar dan sumber alam. Bila ramalan Hoffman tepat, maka akan terjadi perubahan di bidang pertanian, sistem lingkungan, dan perekonomian. Dalam pertanian, perubahan yang akan terjadi, menurut ramalan Hoffman, daerah penanaman gandum di Amerika Serikat akan bergeser ke utara. Dan para petani yang tinggal di selatan terpaksa harus menemukan biji yang bisa tumbuh di daerah yang kurang curah hujannya. Kendati Hoffman yakin efek rumah kaca akan muncul pada 1990, banyak juga yang tak percaya bahwa efek yang berhubungan dengan nasib manusia di seluruh bumi ini akan muncul segera. Direktur Lembaga Ekologi Indonesia, Otto Soemarwoto, masih meragukan hasil penelitian Badan Perlindungan Lingkungan AS (EPA) itu. "Pernyataan EPA tak menjamin hal itu pasti benar," ujarnya. Ia menambahkan, untuk dapat membuktikan kebenaran hipotesa para ahli itu diperlukan waktu yang lama dan biaya yang banyak. Kini EPA diminta lagi oleh pemerintah AS untuk meneliti perubahan yang diduga akan menimbulkan kekacauan bagi umat manusia itu. Tapi kalau efek rumah kaca ini memang tak bisa dihindari, mau tidak mau, pemakaian bahan bakar yang menimbulkan C02 terpaksa dibatasi. Bila tidak bumi ini akan gosong di abad yang akan datang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus