Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KEMENTERIAN Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan delapan hutan adat seluas 13.122,3 hektare pada akhir tahun lalu. Di sana bermukim 5.700 keluarga. Penetapan ini berselang lima tahun setelah Mahkamah Konstitusi mengeluarkan Putusan Nomor 35 Tahun 2012 yang menghapus kata "negara" dalam pengelolaan hutan adat di dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999. "Pemerintah menilai masyarakat adat selama ini sudah terbukti mampu mengelola hutan dengan baik," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar kepada wartawan Tempo Amri Mahbub dan Aisha Shaidra di kantornya, pertengahan bulan lalu.
Siti menjelaskan beberapa hal, di antaranya mengapa pemerintah baru sekarang menetapkan hutan adat dan sanksi hukum bagi yang menjual hutan adat kepada pihak lain.
Kenapa baru akhir 2016 menetapkan hutan adat?
Waktu itu belum diikuti perubahan kebijakan mendasar, sehingga belum ada perangkat hukum dan kelembagaan yang memadai. Setelah Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup digabung, dibentuklah Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, yang salah satu fungsinya mengurus hutan adat. Saya juga harus menerbitkan dulu Peraturan Menteri LHK Nomor 32 Tahun 2015 tentang Hutan Hak sebagai payung hukum. Proses itu membutuhkan waktu tak sedikit. Setelah semua itu ada, baru bisa saya kebut penetapan hutan adat.
Cukup dengan surat keputusan menteri? Bagaimana jika dalam periode menteri baru SK ini dicabut?
Karena itu, butuh peraturan daerah dulu sebelum SK menteri turun. SK menteri tidak bisa berdiri sendiri. Jadi nanti tidak bisa serta-merta dicabut. Pengawasan oleh masyarakat madani juga sangat diperlukan untuk memastikan pengakuan hutan adat terus berlaku.
Apakah dengan penetapan hutan bisa mengurangi kebakaran dan perambahan hutan?
Masyarakat adat selama ini sudah terbukti mampu mengelola hutan dengan baik. Masyarakat adat Kajang, misalnya, menjaga hutan dengan sangat ketat. Bahkan jauh lebih ketat ketimbang peraturan pemerintah dalam pengelolaan hutan selama ini, khususnya fungsi hutan lindung. Pengelolaan hutan berbasis masyarakat adat bisa menurunkan kebakaran hutan karena aspek pengawasan menjadi lebih efektif.
Bisakah masyarakat adat menjual hutannya?
Hutan adat tidak dapat dipindahtangankan atau dijual kepada pihak lain. Kalau ada yang melanggar, pasti akan kami tindak secara hukum. Untuk memudahkan pengawasan, kami mengembangkan sistem pengawasan secara online. Laporannya masuk ke desk penanganan konflik adat.
Bagaimana kalau ada perusahaan yang bersebelahan dengan hutan adat membandel?
Penegakan hukum tidak pandang bulu, terlebih di hutan adat.
Bagaimana nasib ekonomi hutan dengan penetapan ini?
Komunitas adat akan didorong mendapatkan pemberdayaan ekonomi. Mereka akan kami dampingi membuka usaha. Bukan hanya aspek kayu dan nonkayu, tapi juga sumber daya genetik yang selama ini belum diperhitungkan secara ekonomi. Peraturan menteri tentang perlindungan kearifan lokal juga sudah saya tanda tangani. Ini tentu akan membawa dampak ekonomi bagi masyarakat adat karena mereka dapat memanfaatkannya.
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara menuntut semua hutan adat ditetapkan. Apa tanggapan Anda?
Selama keberadaan masyarakat adat tersebut bisa dibuktikan, kenapa tidak? Misalnya, ada bukti masyarakat adat tersebut masih memiliki struktur adat dan paguyuban. Ada wilayah hukum adat yang jelas. Ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat dan masih memanfaatkan hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Syarat-syarat tersebut ada dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Berapa target penetapan hutan adat tahun ini?
Kami sedang melakukan verifikasi pada tujuh wilayah lain. Ada di Sigi dan Enrekang, Sulawesi Selatan; Malinau dan Nunukan, Kalimantan Utara; Pidie, Aceh; Karangasem, Bali; dan Maluku Tenggara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo