Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BUDIMAN Tanuredjo tak menyangka begah yang dirasakannya saat mengikuti sebuah pertemuan akhir tahun lalu akan menyebabkan organ-organ vital di tubuhnya tak berfungsi baik dan membuatnya dirawat 13 hari di rumah sakit. Kala itu ia mengira penyakit lamanya kambuh. "Saya pikir begah karena maag," kata pemimpin redaksi harian Kompasini, Selasa pekan lalu.
Rasa begah itu membuat Budiman tak bisa memejamkan mata semalaman. Obat penurun asam lambung yang diberikan dokter tak membuatnya membaik. Jamu dan kerikan istri pun tak mujarab mengatasi masalah ini, bahkan kian buruk. "Mual tapi enggak bisa muntah. Mau BAB (buang air besar) juga enggak bisa," ujarnya.
Karena tak tahan, pagi harinya Budiman diantar istri ke rumah sakit. Setelah ia menjalani roentgen, pemeriksaan jantung, dan sejumlah pemeriksaan lain, dokter mengatakan ada penumpukan feses. Budiman diberi obat pencahar dan diizinkan pulang. "Katanya tak ada masalah yang serius," tuturnya.
Tapi, baru sekitar satu kilometer meninggalkan rumah sakit, badannya menggigil dan gemetar. Budiman dan istri pun kembali ke rumah sakit. Dokter spesialis penyakit dalam yang menangani Budiman merujuknya dirawat. Perawat mengecek kondisinya setiap setengah jam. Tiap kali diperiksa, kondisi tubuh Budiman menurun. Tensi darahnya terus anjlok, dari 100/80 mmHg menjadi 90/70 mmHg, 80/60 mmHg, sampai 50/40 mmHg. Denyut nadinya bahkan tak terbaca.
Setelah mengecek kondisi Budiman, dokter menyatakan penyebabnya adalah sepsis, infeksi pada darah yang bisa membuat kegagalan organ. Tapi sumbernya tak diketahui. Infeksi ini menyebabkan jantung hanya berfungsi 35 persen, ginjal terganggu, trombosit anjlok, dan menjangkiti organ lain.Dokter awalnya menduga masalahnya ada pada jantung.
Setelah pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan CT scan, biang keladinya baru ketahuan, yakni usus buntu (apendiks) yang sudah membusuk dan pecah. Kuman yang ada dalam nanahnya telah bertebaran ke organ-organ lain. Inilah yang membuat darah Budiman keracunan serta organ seperti jantung, paru, dan ginjal tak berfungsi baik. "Sama sekali tak menyangka karena sebelumnya saya tak merasakan nyeri perut sama sekali," katanya.
Apendiks Budiman pun dipotong. Kuman yang meracuni darahnya dibunuh dengan antibiotik. Setelah 13 hari dirawat di rumah sakit, Budiman diperbolehkan pulang. "Sampai sekarang saya masih penasaran, kapan usus buntu itu pecah dan kenapa sebelumnya tidak nyeri," ucapnya.
Pagi hari sebelum ada gejala, Budiman masih bisa lari pagi sampai delapan kilometer, seperti biasa ia lakukan. Pada hari pertama dirawat pun perutnya tak merasakan sakit saat kaki kanannya diangkat.
Dokter spesialis penyakit dalam Sandra Utami Widiastuti mengatakan biasanya penderita penyakit usus buntu akan merasakan nyeri lantaran berkumpulnya sel inflamasi akibat infeksi. Infeksi bisa disebabkan oleh konstipasi. Feses yang lama tak dikeluarkan akan mengeras dan bisa menyumbat di sana. Sumbatan ini membuat aliran darah tak lancar sehingga mengakibatkan infeksi. Lambat-laun usus buntu akan membusuk dan pecah. Infeksi juga bisa disebabkan oleh makanan yang tak higienis atau kuman dari usus besar yang menyeberang ke sana. "Prevalensi usus buntu meningkat pada orang yang mengalami konstipasi," ujarnya.
Gejala awalnya ditandai oleh nyeri di daerah pusar atau di bawah ulu hati, yang lama-kelamaan bergeser ke perut kanan bawah. Penderita juga bisa mengalami mual, muntah, diare, atau konstipasi. "Rasa nyeri itu yang membuat pasien datang ke dokter," kata dokter Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk, Jakarta Barat, yang merawat Budiman ini.
Untuk pasien yang semacam ini, dokter biasanya sudah bisa mendiagnosisnya dengan anamnesis alias bertanya kepada pasien dan pemeriksaan fisik, seperti menekan-nekan perut. Namun tak semua orang merasakan gejala khas infeksi usus buntu seperti ini. Pada sebagian kecil orang, nyeri di perut bisa tak terasa, seperti yang dialami Budiman. Salah satu penyebabnya, posisi usus buntu yang tak umum.
Dokter spesialis bedah umum yang juga merawat Budiman, Rudy Sutedja, mengatakan umumnya usus buntu terletak di perut kanan bawah. Posisinya biasanya ada di atas usus besar, dekat dengan dinding perut atas. Selain letak usus buntu yang umum tadi, ada sebagian kecil orang yang apendiksnya terdapat di tempat lain, misalnya perut bagian kiri, ujung bawah perut, atau di bagian atas dekat liver. Karena letaknya yang tak umum ini, penyebab rasa sakit bisa lebih lama terdeteksi.
Penyebab lainnya adalah rasa nyeri yang penilaiannya sangat subyektif. Ukuran nyeri menurut satu orang bisa berbeda dengan yang lain. Maka bisa jadi perkembangan peradangan usus buntu tak dirasakan oleh sebagian kecil orang.
Untuk memastikan sumber masalah, setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik, dokter menggunakan pemeriksaan lain untuk membantu, misalnya pemeriksaan sel darah putih untuk melihat adanya infeksi, USG, dan CT scan. Sandra mengatakan, pada kondisi Budiman, mereka menggunakan ketiganya. "Saat USG sudah kelihatan ada masalah, untuk lebih memastikannya kami CT scan. Ternyata apendiksnya sudah pecah," ujarnya. Tapi mereka belum mengetahui pasti penyebab Budiman tak merasakan nyeri pada gejala awal.
Menurut dokter spesialis penyakit dalam konsultan gastroenterologi, Ari Fahrial Syam, saat usus buntu terinfeksi, nyeri bukan berasal dari usus buntunya, melainkan dari peritoneum, yakni lapisan dinding perut terdalam yang memiliki banyak saraf. Saat ada organ di dalam rongga perut terinfeksi, peritoneum mengirimkan sinyal nyeri.Jika letak usus buntunya di belakang usus besar, nyeri bisa jadi tak begitu terasa. "Tapi ini jarang terjadi," katanya.
Selain persoalan letak, menurut Ari, penyebab lain bisa karena konsumsi obat penghilang nyeri. Rasa sakit sebenarnya muncul, tapi jadi berasa tidak sakit karena ditekan dengan obat. Nyerinya hilang, padahal penyakitnya terus berkembang. Akibatnya, pasien datang ke rumah sakit dalam kondisi cukup parah.
Dokter spesialis bedah konsultan bedah digestif Toar J.M. Lalisang mengatakan timbunan lemak perut yang tebal juga bisa menyebabkan nyeri tak terasa karena terlindungi lemak atau otot meski perutnya ditekan. "Pada atlet dengan otot sangat kencang, ototnya memproteksi dan baru terasa nyeri ketika sudah bernanah dan menyebar," ujarnya.
Rasa nyeri juga bisa tak terdeteksi pada ibu hamil yang kandungannya telah membesar, sehingga letak usus buntu bisa berubah. Tapi, kata Toar, selain kondisi anatomi tubuh manusia, penyakit usus buntu sampai sekarang merupakan penyakit dengan tantangan cukup besar. Sebab, hingga kini belum ada satu pun alat yang mendeteksi secara pasti bahwa usus buntu sedang terinfeksi. Padahal, jika infeksinya tak ditangani dengan cepat, bisa terjadi sepsis, yang bakal memicu kegagalan organ.
Maka, agar kondisinya tak terlambat ditangani, Ari menyarankan segera ke dokter jika merasakan tak nyaman pada tubuh yang berlangsung lama. Misalnya rasa begah seperti dialami Budiman. "Pasti ada gejala, meski tak khas," ujarnya.
Atas saran dokter, Budiman pun melakukan hal yang sama. Ia kini kerap curiga jika tubuhnya merasa tak nyaman. "Saran dokter, dengarkan tubuhmu," ucapnya.
NUR ALFIYAH
Rasa nyeri juga bisa tak terdeteksi pada ibu hamil yang kandungannya telah membesar, sehingga letak usus buntu bisa berubah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo