Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BERLEBAR sekitar dua meter, anak sungai di salah satu titik di wilayah konsesi PT Weda Bay Nickel berwarna kecokelatan. Dari ketinggian 900 meter di atas permukaan laut, air keruh dari Sungai Sagea di Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara, itu menderas menuju lembah. “Kalau hujan lebih cokelat lagi,” kata peneliti Forest Watch Indonesia, Aziz Fardhani, menunjukkan video kondisi di hulu Sungai Sagea itu kepada Tempo, Jumat, 27 Oktober lalu.
Aziz aktivis yang tergabung dalam Koalisi Save Sagea. Di tengah ramai-ramai kabar tentang pencemaran air di kawasan itu, ia menuju hulu Sungai Sagea di area konsesi PT Weda Bay Nickel, awal Oktober lalu. Butuh tiga hari perjalanan dari Desa Lelilef di bagian hilir menuju hulu. Selama waktu itu, Aziz berjalan kaki 15 kilometer dan mengendarai mobil sejauh 27 kilometer.
Seperti juga anak sungai di wilayah konsesi Weda Bay Nickel, Aziz menyaksikan hamparan air berwarna cokelat butek di sepanjang perjalanan. Padahal air Sungai Sagea sebelumnya terlihat berwarna kebiruan dari hulu hingga hilir. Penduduk setempat pun menggunakan air sungai untuk minum dan memasak.
Koalisi Save Sagea mencatat perubahan itu mulai terjadi awal tahun ini. Penyebabnya ditengarai adalah pembukaan hutan untuk tambang nikel. Aziz menunjukkan foto-foto pohon sebesar paha orang dewasa yang ditebang untuk membuka jalan menuju tambang nikel. Di berbagai penjuru, alat berat menggali tanah merah dengan kedalaman 1-5 meter.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Budhi Nurgianto dari Halmahera Tengah berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Hilang Biru Sungai Sagea"