Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Lingkungan

Organisasi Meteorologi Dunia Sebut 2023 sebagai Tahun Terpanas

Organisasi Meteorologi Dunia mencatat 2023 sebagai tahun terpanas dengan rata-rata temperatur global 1,45 derajat Celcius.

20 Maret 2024 | 10.30 WIB

Cuaca panas/Canva
material-symbols:fullscreenPerbesar
Cuaca panas/Canva

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization/WMO) menyatakan 2023 menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat dengan panas lautan juga mencapai tingkat tertinggi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Belum pernah kita sedekat ini, meski hanya sementara, dengan batas bawah 1,5 derajat Celcius Perjanjian Paris tentang perubahan iklim," kata Sekjen WMO Celeste Saulo dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu, 20 Maret 2024 seperti dilansir Antara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Laporan WMO State of the Global Climate 2023 mengkonfirmasi bahwa 2023 merupakan tahun terpanas dengan rata-rata temperatur global 1,45 derajat Celcius, di atas rata-rata pra-industri. Tahun 2023 menjadi yang terpanas dalam catatan yang sudah dilakukan 174 tahun, mengalahkan rekor pada 2016 yang mencatat 1,29 derajat Celcius di atas rata-rata pra-industri.

Rata-rata dalam sehari pada 2023, hampir sepertiga dari lautan global mengalami gelombang panas laut yang berdampak terhadap ekosistem penting dan sistem rantai makanan. Menuju akhir 2023, lebih dari 90 persen lautan mengalami kondisi gelombang panas laut di titik tertentu.

Rata-rata permukaan laut global mencapai rekor tertinggi. Laju kenaikan permukaan air laut dalam sepuluh tahun terakhir atau periode 2014-2023 meningkat lebih dari dua kali lipat sejak dekade pertama pencatatan satelit pada 1993-2002.

Konsentrasi tiga gas rumah kaca (GRK) yaitu karbon dioksida, metana dan dinitrogen oksida mencapai rekor tertinggi pada 2022. Data menunjukkan di beberapa lokasi memperlihatkan kenaikan kembali pada 2023. 

Level CO2 lebih tinggi 50 persen dibandingkan masa pra-industri, memerangkap panas di dalam atmosfer. Tingkatan CO2 tersebut berarti temperatur akan terus naik dalam beberapa tahun ke depan.

"Perubahan iklim tidak hanya terkait temperatur. Apa yang kita saksikan pada 2023, khususnya dengan pemanasan laut, penyusutan gletser dan hilangnya laut es Antartika juga menjadi kekhawatiran," kata Celeste.

Namun juga ada secercah harapan. Secara global pembangkit energi terbarukan, terutama yang menggunakan tenaga matahari, angin dan air, telah menjadi yang terdepan dalam upaya iklim karena potensinya dalam mengejar capaian target dekarbonisasi. 

Pada 2023, penambahan kapasitas energi terbarukan meningkat hampir 50 persen dari 2022. Dengan total 510 gigawatt (GW), ini angka tertinggi dalam dua dekade terakhir.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus