JAM 7 malam, 4 Agustus lalu, sebuah minibus Colt berpenumpang 13
orang (termasuk supir dan kenek) bertolak dari Jakarta ke
Tasikmalaya. Tiba di Tasik pagi hari. Sang supir Ili bin
Fachrudin merasa masih ngantuk. Tapi matanya yang perih mendadak
membelalak ketika melihat dua orang penumpangnya -- Ijang, 65
tahun, dan Ny Icih, 52 tahun - tak mau bangun-bangun dari
tidurnya. Ketiduran, memang. Tapi untuk selama-lamanya. Dia
hanya bisa mengucapkan inna lillahi wainna ilaihiroji'un, lalu
lapor ke polisi.
Aki Ujang dari Tasik dan Ny. Icih ternyata mati tercekik asap
knalpot itu. Begitu dugaan Danres 844 Tasikmalaya, Letkol (Pol)
Jamhoer Bratakusumah dalam laporannya ke Laboratorium Kriminil
MABAK di Jakarta. Kepada polisi, supir Ili juga mengakui, bahwa
dalam perjalanan sehari sebelumnya dari Tasikmalaya ke Jakarta
asap knalpot minibusnya nyaris minta korban. Salah seorang dari
ke-9 penumpangnya minta berhenti di jalan dan kembali ke Tasik
malaya karena tak tahan asap itu. Tiga orang lagi minta turun
dan ganti kendaraan - juga karena tak tahan bau asap. Mereka
pada mulanya muntah-muntah dengan air mata berceceran karena
perihnya tusukan asap ke mata.
Dugaan Letkol Jamhoer ternyata dibenarkan oleh Kepala
Laboratorium Kriminil MABAK, Brigjen (Pol) drs Soesetio
Pramoesinto. Karena pembakaran bensin di mesin minibus kolt itu
tak sempurna, gas knalpot yang terhirup oleh kedua penumpang
yang tua itu telah merenggut nyawa. Khususnya gas
karbona-mono-oksid (CO) yang terbawa bersama asap karena
pembakaran tak sempurna itu. Juga, tubuh dan knalpot mobil itu
sudah keropos.
Kir Kendaraan
Knalpot memang terpasang di bawah tubuh mobil. Tapi ujungnya
berada 20 senti di depan bumper. Bagian bagasi terbuka, sehingga
asap yang keluar dari knalpot melayang ke dalam ruang duduk
mobil. Karena mobil tertutup, asap itu terhirup oleh penumpang
yang duduk paling di belakang.
Kasus kematian dua penumpang tua itu menyebabkan Brigjen
Soesetio memutuskan untuk menulis rekomendasi pada Dirjen
Perhubungan Darat Soempono Bayuaji. Dalam surat itu, dia
mengusulkan supaya kir kendaraan bermotor tak hanya dibatasi
pada tubuh kendaraan itu saja. Tapi juga pada sistim
pembakarannya. Yang tak baik pembakarannya - sehingga terbuang
pula gas racun CO itu -- harus diapkir.
Menurut brigjen polisi itu, tak ada beda pengaruh pembakaran
pada mobil maupun motor terhadap manusia. Juga tak banyak beda
antara bensin premium, bensin super, atau solar. "Semuanya akan
berakibat buruk, bahkan bisa mematikan, bila pembakarannya tidak
beres," ujar Soesetio. Makanya menurut ingatan dia, pabrik mobil
General Motors (AS) misalnya selalu melengkapi mobil buatannya
dengan saringan knalpot berupa kaalisator kimiawi yang dapat
menetralisir CO yang keluar dari knalpot menjadi CO2, alias gas
asam arang yan tak beracun.
Belum Wajib
Sayangnya katalisator semacam itu belum dipakai pada mobil yang
dirakit di Indonesia. Mungkin karena pemerintah belum
mewajibkannya. Yang dipasang pada knalpot barulah peredam suara.
Itu sebabnya Soesetio mengusulkan langkah darurat, menunggu
lankah pengamanan lebih lanjut dari Dirjen Perhubungan Darat.
Untuk mencegah keracunan, sopir harus lebih banyak berhenti
--terutama pada trayek jarak jauh agar para penumpang tiap kali
dapat membasuh paru-parunya dengan udara segar. Alasannya:
Pernafasan orang terganggu dan, dia merasa sesak. Karena CO yang
bocor dari knalpot lewat gelembung alveoli dalam paru-paru
bergaul dngan butir darah merah (hemoglobin) dalam darah. Nah,
dengan menghirup udara segar, oksigen (02) dalam udara akan
membelenggu CO dalaun memoglobin. C02 yang terjadi akan keluar
bersama udara kotor dari paru-paru.
Letkol (Pol) drs Djamaris ldris, Kepala Bagian Kimia Labkrim
Mabak nenambahkan, orang bisa membunuh orang lain -- atau bunuh
diri - dengan mengisap gas knalpot. Dengan mesin mobil atau
motor yang dihidupkam dalam waktu 30 menit orang bisa mati lemas
dalam garasi yang tertutup.
Kata Djamaris pula, kolt maut di Tasikmalaya itu bukan hasil
perakitan. Sebab bila hasil industri perakitan artinya tadinya
datang terbongkar total (completely knocked down) tentunya
terpasang sesuai dengan petunjuk pabrik. Kolt yang ini hanya
datang dalam bentuk chasis dan mesin. Bagian lainnya. "Untuk di
sini tanya disesuaikan dengan petuunjuk pabrik. Dugaan
Djamaris, tubuh asli mobil itu meimang pendek. Sesuai dengan
knalpotnya. Tapi kemudian dibuatkan tubuh yang panjang, agar
dalam mengangkut penumpang lebih banyak. Akibatnya, ujung
knalpot 'mengganutng' di depan bumper.
Padahal sebaiknya knalpot harus lehih panjang dari tubun mobil.
Dengan arah membuang gas ke samping. Kecuali bagi mobil sedan
yang bagian belakangnya tertutup. Sebab bila jeep atau station
wagon yang belakangnya terbuka dipasangi knalpot yang tak
dibelokkan ke samping, kemungkinan besar asap knalpot akan
terhembus ke dalam mobil.
Pinjam Onderdil
Kedua perwira polisi itu menjelaskan, bahwa banyak mobil yang
meminjam onderdil mohil lain khusus untuk dikir. Setelah dikir,
onderdil pinjaman itu dikembalikan ke mobil lain. Selanjutnya
mobil yang sudah dikir berjalan terus dengan onderdil yang tak
memenuhi syarat. Itu sebabnya mereka berkeras, bahwa bukan
penampakan fisik mobii itu sa ja yang harus dikir. Tapi juga
pembakarannya. Sebab untuk itu pemilik mobil tak bisa menipu
dengan menukar onderdil. Kecuali bila seluruh mesin dari mobil
lain dicangkokkan ke mobil yang mau dikir.
Sebegitu jauh Soesetio menjelaskan, bahwa inilah kasus kematian
pertama karena asap knalpot. "Tapi tidak tertutup kemungkinan
bahwa sebelumnya sudah ada. Hanya saja tak sampai ke tangan
polisi," ujarnya. Karena itu, kasus Tasikmalaya ini baiknya
dijadikan lampu kuning untuk berjaga-jaga.
Dan memang sudah saatnya. Sebab di Jakarta saja, tahun ini sudah
ada sekitar « juta kendaraan bermotor. Tiga tahun lagi, jumlah
itu sudah akan melipat dua. Di seluruh Indonesia, menurut
catatan bulan Mei 1977 di Direktorat Lalu Lintas Mabak terdapat
2,16 juta kendaraan bermotor. Tak termasuk kendaraan ABRI dan
korps diplomatik. Jadi bayangkan saja, berapa ton C02 dan C2O
yang tiap hari terbuang ke udara.
Belum lagi polutan lain yang juga berbisa, seperti timah hitam
(Pb) yang juga terdapat dalam bensin, oksida zat lemas,
hidrokarbon, aldehida, dan karbon murni alias jelaga (soot).
Meskipun tak langsung membuat orang mati tereekik, kita tentunya
tak mau meniru kota Los Angeles di pantai barat AS di mana asap
buangan kendaraan bermotor (automotive smog) sudah menghantui
penduduk kota itu sejak tahun 1940-an. Atau Sydney, Australia,
yang kadar COnya sudah di atas kota manapun di AS.
Tapi untuk itu perlu tindakan yang berani.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini