AMBISI KONI untuk meraih medali emas sebanyak-banyaknya dalam
SEA Games, membuat wadah olahraga na sional itu cepat-eepat
merangkul Persatuan Bowling Indonesia (PBT). Dalam SEA Games
(Pekan Olahraga Asia Tenggara) pada tanggal 19 s/d 26 Nopember
1977 di Kuala Lumpur, olahraga bowling -- pria dan wanita --
termasuk salah satu di antara 18 cabang olahraga yang
dipertandingkan. Dan KONI Pusat dalam keputusannya telah
menyatakan partisipasi Indonesia dalam cabang olahraga tersebut.
Bagaimana KONI Pusat berani memastikan diri ikut serta sementara
PBI sendiri belum resmi menjadi anggota KONI? "Itu tinggal
formalitas saja," ujar Oke Ferdinand Supit kepada TEMPO. "Pada
bulan Nopember ini juga PBI akan diresmikan menjadi anggota oleh
sidang paripurna KONI."
Kisah masuknya PBI ke dalam keluarga besar olahraga Indonesia
cukup menarik. Pada tahun 1970 ketika di Hotel Kartika Plaza
pertama membuka fasilitas bowling dengan 16 jalur, para bowler
lokal cepat mengorganisir diri. Mereka tertarik pada berbagai
turnamen di luar negeri. Pada tahun 1972 mereka pun mendaftar
diri kepada KONI. "Tapi kami masih belum dapat memenuhi syarat
keanggotaan KONI," kata Supit Sekjen PBI itu yang berkantor di
loteng toko "Kent" di Jl. HOS Cokroamunoto.
Sementara itu PBI memang tidak mau buru-buru memenuhi syarat
KONI. "Maklum setiap induk-organisasi minimal harus mempunyai 5
cabang daerah untuk mendapat pengakuan," kata Supit, "sedang
kami pada waktu itu baru mempunyai 3 cabang daerah." Tapi karena
aktifnya PBI dalam pelbagai turnamen di luar negeri
keanggotaannya diterima resmi oleh FIQ (Federation
Internationale Des Quilleurs) atau Federasi Bowling
Internasional terhitung sejak tahun 1973. PBI sendiri bagi
rekanrekannya di mancanegara dikenal sebagai "Indonesian Bowling
Congress" disingkat IBC - resmi berdiri pada tanggal 19 Nopember
1970. Jadi tepat pada Nopember 1977 yang akan datang,
induk-organisasi di bawah Ketuanya, Sutopo Yananto, akan genap 7
tahun. Yananto juga menjabat ketua FIQ wilayah Asia.
Melebarkan sayap ke daerah-daerah bukan soal yang gampang bagi
PBI. Sebab bagaimanapun minat olahraga bowling harus tumbuh
bersama pembangunan sarananya." Satu jalur atau lane bowling
memerlukan kapital 10.000 dollar Amerika," kata Supit. "Jadi
tidak bisa dipaksakan bowling itu harus ada di mana-mana. Sangat
tergantung pada investasi dan faktor komersilnya sebuah usaha."
Itulah sebabnya selama 7 tahun PBI baru mempunyai 7 cabang alias
PBI daerah. Meliputi Jakarta, Jawa Tengah Jawa Timur, ali,
Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan Sulawesi Utara. Yang paling
berkembang di mana lagi kalau bukan di Jakarta. Saat ini di
Ibukota terdapat 4 tempat olahraga Bowling: Ancol 40 jalur,
Kebayoran 20, Kartika Chandra 2 dan Kartika Plaza 16. Di
seluruh Indonesia pemain bowling, pria dan wanita, diperkirakan
PBI berjumlah 10.000 orang. Berapu yang resmi terdaftar sebagai
anggota PBI, Sekjen Supit belum bisa memberikan datanya.
Kegemaran akan sport lempar-melempar bola untuk menggulingkan
botol-botolan itu ternyata bukan sekedar rekreasi saja.
Indonesia mempunyai presasi dan reputasi juara dalam urusan
ini. Dalam Pesta Sukan Genting Highland di Malaysia beberapa
waktu yang baru lalu, yonya Tiem Mohtar berhasil mengantongi
medali emas untuk nomor perorangan. Sedang rekan prianya dari
Indonesia, Indra Gondo Kusumo, memperoleh medali perak. Tapi
ketatnya ranking para bowler top di Indonesia, nyonya Mochtar
itu tersisih dari 7 nyonya dan 1 nona lainnya yang diajukan oleh
PBI untuk digodog KONI menjelang SEA Games Kuala Lumpur.
Sementara itu Indra Gondo Kusumo, sang Runner-up turnamen
Genting Highland kini hanya menduduki ranking nomor 5 di 9
calon. Ini sekedar contoh betapa kerasnya kompetisi olahraga
bowling di Indonesia. Berdasar kenyataan inilah harapan emas
patut pula dilimpahkan pada pendatang baru PBI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini