Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Catatan COP29: Distribusi Pendanaan Iklim yang Adil

Negara-negara Eropa dan Amerika Serikat menuai kritik karena tidak maksimal mendanai aksi iklim. Pencemar wajib membayar.

14 Desember 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Konferensi Tingkat Tinggi untuk Perubahan Iklim PBB tahun ini dijuluki sebagai COP Keuangan.

  • Fokus COP29 menetapkan tujuan kolektif baru pendanaan iklim guna membantu negara-negara berkembang mengurangi emisi dan beradaptasi terhadap dampak krisis iklim.

  • Amerika Serikat, Kanada, dan Australia menuai kritik karena tidak membayar cukup banyak.

KONFERENSI Tingkat Tinggi untuk Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun ini—the 29th Conference of the Parties (COP29) yang dimulai di Baku, Azerbaijan, pada 11 November 2024—dijuluki sebagai "COP keuangan".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Fokus utamanya adalah menetapkan tujuan kolektif baru untuk pendanaan iklim guna membantu negara-negara berkembang mengurangi emisi dan beradaptasi terhadap dampak iklim.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam Kesepakatan Kopenhagen 2009, sebanyak 43 negara maju, termasuk Amerika Serikat, berjanji akan bersama-sama memobilisasi US$ 100 miliar per tahun pada 2020 untuk “menangani kebutuhan negara-negara berkembang”. Namun kesepakatan ini tidak menetapkan berapa banyak uang yang harus digelontorkan setiap negara atau proporsi mana yang harus digunakan untuk mengurangi emisi atau beradaptasi dengan dampaknya.

Menurut penilaian Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) terbaru, diperlukan waktu hingga 2022 bagi negara-negara untuk memenuhi tujuan ini.

Sebagian besar negara Eropa telah memberikan kontribusi yang signifikan. Tapi Amerika Serikat, Kanada, dan Australia menuai kritik karena tidak membayar cukup banyak dana, mengingat perekonomian mereka yang besar. Terpilihnya kembali Presiden Donald Trump saat ini membuat kontribusi Amerika di masa depan menjadi tak pasti.

Penelitian terbaru dari Vikrant Panwar dan kawan-kawan dari ODI Global yang bertajuk "The price of a changing climate: extreme weather and economic loss and damage in SIDS" menunjukkan cuaca ekstrem telah memicu kerugian ekonomi di negara-negara kepulauan yang mencapai US$ 141 miliar per tahun. Jumlah ini diperkirakan meningkat menjadi US$ 1 triliun setiap tahun pada 2030.

Membagi Beban Aksi Iklim

Menyalurkan dana untuk aksi iklim merupakan salah satu cara bagi negara berkontribusi mengatasi perubahan iklim dalam dua kategori besar:

1. Mitigasi, mencegah emisi gas rumah kaca di masa mendatang untuk mengurangi perubahan iklim lebih lanjut.
2. Adaptasi, menyesuaikan dan mempersiapkan dampak perubahan iklim.

Namun seperti apakah distribusi pendanaan iklim yang adil di antara negara-negara saat ini? Seberapa besar pendanaan iklim yang diharapkan dapat disumbangkan oleh negara-negara untuk mencapai tujuan bersama? Dan apakah kita memiliki sarana dan informasi yang memadai untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut?

Ada tiga prinsip pembagian beban yang umum digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini:

  • pencemar membayar, berarti mereka yang menyebabkan masalah harus membersihkannya
  • penerima manfaat membayar, berarti mereka yang mendapat manfaat dari tindakan yang menyebabkan masalah harus mengatasinya
  • kemampuan membayar, berarti mereka yang memiliki kemampuan finansial terbesar seharusnya memberikan kontribusi yang lebih besar.

Setiap prinsip mencerminkan pemahaman yang berbeda tentang keadilan.

Definisi Prinsip

 Prinsip

 Konteks Mitigasi Konteks Adaptasi
 Pencemar membayar

Para pelaku harus membayar sesuai dengan jumlah perubahan iklim yang mereka timbulkan.

Para pelaku harus membayar sesuai dengan jumlah perubahan iklim yang mereka timbulkan.
 Penerima manfaat membayar

Para pelaku harus membayar sesuai dengan tingkat manfaat yang mereka peroleh dari tindakan yang menyebabkan perubahan iklim.

Para pelaku yang akan memperoleh manfaat dari upaya adaptasi iklim tertentu harus memberikan kontribusi yang besar terhadap upaya tersebut.
 Kemampuan membayar

Para pelaku harus membayar sesuai dengan kemampuan keuangan mereka.

Para pelaku harus membayar sesuai dengan kemampuan keuangan mereka.


Ketiga prinsip di atas berkaitan dengan prinsip lain yang menggambarkan bagaimana negara-negara memikul tanggung jawab yang berbeda-beda terhadap perubahan iklim di masa lalu dan memiliki kemampuan yang bervariasi untuk mengatasinya di masa sekarang.

Prinsip ini mendukung beberapa perjanjian iklim internasional, termasuk Perjanjian Paris 2015 dan Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim 1992.

Prinsip penerima manfaat membayar makin sering dirujuk dalam diskusi tentang bagaimana biaya dapat dikurangi untuk langkah-langkah adaptasi iklim. Misalnya, masyarakat pesisir diperkirakan menanggung sebagian besar biaya pembangunan tanggul laut karena mereka akan memperoleh manfaat dari infrastruktur tersebut.

Prinsip Kontribusi yang Adil

Untuk menerapkan prinsip-prinsip ini, informasi tentang keadaan negara digunakan untuk menghitung distribusi pendanaan iklim yang adil.

Misalnya, prinsip kemampuan membayar sering diterapkan menggunakan metrik, seperti produk domestik bruto per kapita dan pendapatan nasional bruto per kapita, serta Indeks Pembangunan Manusia. Semua metrik ini memberikan indikasi kapasitas keuangan suatu negara untuk mengatasi perubahan iklim.

Prinsip pencemar membayar umumnya diterapkan menggunakan informasi tentang emisi gas rumah kaca historis dan praktik penggunaan lahan suatu negara.

Hasil penerapan prinsip-prinsip ini dapat sangat bervariasi. Prinsip pencemar membayar akan memberikan beban keuangan yang besar pada penghasil emisi besar, seperti Amerika Serikat dan Cina.

Sebaliknya, negara-negara kaya dengan populasi rendah dan pendapatan nasional bruto per kapita yang tinggi—seperti Liechtenstein, Singapura, atau Qatar—diperkirakan menanggung beban keuangan iklim tertinggi berdasarkan prinsip kemampuan membayar.

Bagi Australia, beban pendanaan iklim tidak akan terlalu bervariasi berdasarkan prinsip yang berbeda. Namun bagi Aotearoa—nama asli Selandia Baru dalam bahasa Maori—beban ini akan jauh lebih tinggi berdasarkan pendekatan kemampuan membayar daripada pendekatan pencemar membayar.

Distribusi yang berbeda-beda ini mencerminkan perspektif tentang apa yang menjadi beban pendanaan iklim yang adil bagi suatu negara.

Kecukupan Moral Janji-janji Negara

Hasil penerapan prinsip-prinsip ini tidak dapat diharapkan mampu memberikan jawaban yang tepat atas pertanyaan-pertanyaan yang disebutkan di atas. Prinsip-prinsip ini menawarkan sarana untuk memberikan informasi yang lebih baik dalam perdebatan di komunitas internasional tentang adanya kemungkinan distribusi pendanaan iklim yang adil.

Hal ini membantu dalam Perjanjian Paris, yang mengharuskan setiap negara mengajukan kontribusi yang ditetapkan sendiri terhadap upaya global. Namun perjanjian tersebut tidak memiliki cara untuk menilai kontribusi ini dari sudut pandang etika, meskipun pertimbangan keadilan merupakan inti percakapan tentang pembagian beban pendanaan iklim.

Perlu ditegaskan kembali bahwa pendekatan penerapan prinsip-prinsip etika ini tidak dapat memberikan jawaban tunggal dan pasti karena distribusi pendanaan iklim bergantung pada interpretasi keadilan yang berbeda.

Hal ini juga tidak boleh dianggap sebagai cara untuk menyelesaikan perdebatan tentang beban keuangan suatu negara karena distribusi pendanaan iklim yang adil akan terus berubah seiring dengan waktu dan sejalan dengan perubahan keadaan suatu negara.

Menjelang diskusi di COP29, menjajaki kemungkinan distribusi yang adil atas pendanaan iklim internasional dapat membantu dalam meneliti kecukupan moral janji-janji masa depan negara-negara dan mobilisasi upaya aktual mereka.

Hal ini, pada gilirannya, dapat mendukung perdebatan yang lebih bernuansa dan terinformasi di komunitas internasional saat negara-negara bergulat dengan cara untuk mengatasi secara adil masalah global yang makin mendesak dan terus berkembang.

David Hall, dosen senior Ilmu Sosial dan Kebijakan Publik pada Auckland University of Technology, Selandia Baru, berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Artikel ini pertama kali terbit di The Conversation.

Masuk untuk melanjutkan baca artikel iniBaca artikel ini secara gratis dengan masuk ke akun Tempo ID Anda.
  • Akses gratis ke artikel Freemium
  • Fitur dengarkan audio artikel
  • Fitur simpan artikel
  • Nawala harian Tempo
Nina Ives

Nina Ives

Kandidat PhD bidang Kebijakan dan Etika Perubahan Iklim pada Auckland University of Technology, Selandia Baru.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus