Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Penduduk berlebih di Ragunan

Beberapa jenis satwa di kebun binatang ragunan, jakarta, populasinya sudah berlebih. satwa-satwa tersebut diserahkan kepada beberapa kebun binatang. koleksi ragunan terlengkap di indonesia. (ling)

23 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KB tak selalu berarti Keluarga Berencana. Setidaknya di bagian selatan yang rindang dari Jakarta, di Ragunan, KB (kebun binatang)-nya tak menerapkan konsep pembatasan kelahiran bagi warganya. Pengembangbiakan berbagai jenis satwa justru sangat diusahakan. Hasilnya: surplus. Itu sebabnya awal bulan ini KB Ragunan menyerahkan sejumlah satwa "kelebihan" kepada beberapa kebun binatang lain. Juga diserahkan sejumlah rusa hasil pembiakan, kepada Direktorat PPA (Perlindungan dan Pengawetan Alam) untuk diliarkan kembali. "Beberapa jenis satwa sudah overpopulation," ucap Drs Djama Usman kepada TEMPO. Wakil Direktur KB Ragunan itu menyebutkan berbagai jenis burung dan mamalia yang laju beranak-pinak kakatua, nuri, pecuk padi, raja udang, pelikan, kasuari, harimau Sumatera, orang utan Kalimantan, rusa, kijang. "Kalau kami berlebihan, lebih baik dibagikan tempat lain," ujar Usman lagi. Yang beruntung kebagian jatah kelebihan itu ialah KB Pontianak, KB Pematangsiantar dan KB Taman Bundo Kanduang di Bukittinggi. Seluruhnya meliputi 43 ekor berbagai jenis burung, 2 ekor kera, sepasang kanguru, seekor siamang dan seekor harimau Sumatera. Yang terakhir ekstra, sumbangan seorang pengusaha. Tidak Berdiri Sendiri Dalam upacara penyerahan tanal 2 Mei lalu, juga 40 ekor rusa asal Ragunan ditambah 30 ekor asal Perum Angkasa Pura diserahkan kepada pihak PPA. "Rusa ini akan kami lepas ke alam bebas," kata Agus Tobrani dari Subdit Sumber Alam PPA, yang menerimanya. Menurut rencana rusa itu dilepas di hutan lindung dan suaka alam di Jawa Barat. Tersebut Kadipaten, Sukabumi dan Pangandaran. "Dari hasil penglepasan beberapa tahun lalu, ternyata rusa itu cukup baik perkembangannya," ujar Tobrani yang bekas Kepala Sub Balai PPA DKI Jakarta. "Mereka cepat dapat menyesuaikan diri dengan habitat barunya. " Biaya makan 4.340 ekor hewan di kebun binatang itu setiap bulan meliputi sekitar Rp 12 juta. Daging murni, misalnya, tiap 30 hari habis 1.800 kg. Belum lagi biaya berbagai macam obat. "Untungnya selama ini tidak menderita defisit," ucap Djama Usman. Penghasilan dari karcis masuk setiap bulan rata-rata Rp 28 juta. Untung pula KB Ragunan berstatus negeri dan bernaung di bawah Direktorat III DKI Jakarta. Setiap tahun Rp 200 juta datang dari Pemda DKI untuk perbaikan bangunan dan kandang satwa. "Tidak mungkin hidup kalau kami berdiri sendiri," ucap Djama Usman lagi. Yang berstatus negeri bukan hanya KB Ragunan. Gelanggang Samudera Ancol, pusat satwa laut, juga termasuk klasifikasi ini. Di samping itu kebun binatang di Semarang, Solo, Medan, Pematangsiantar, Bukittinggi, Jambi dan Pontianak. Semuanya anggota PKBI -- yang juga tak ada sangkut pautnya dengan Persatuan Keluarga Berencana Indonesia, sebab PKBI yang satu ini berarti Perhimpunan Kebun Binatang Indonesia. PKBI juga mencakup anggota swasta, misalnya Taman Burung TMII, Taman Buaya Indonesia, kebun binatang di Bandung, Yogyakarta, Madiun, Surabaya, Jember, Banjarmasin, Ujung pandang, Bali dan Balikpapan. "Saya sangat gembira dengan perkembangan KB Ragunan," kata Harsono RM, Ketua PKBI kepada TEMPO. Menurut Harsono, di masa depan Ragunan akan diarahkan untuk pengembangan fauna dan flora, di samping adanya laboratorium satwa darat khususnya primata. Pengkhususan seperti itu juga direncanakan bagi kebun binatang lain. Gelanggang Samudera Ancol sudah jelas sebagai pusat pengembangan dan penelitian satwa laut. KB Semarang nantinya pusat ular, KB Yogya untuk Komodo, KB Surabaya untuk segala macam burung dan KB Bukittinggi untuk pusat harimau. "Kalau ada ahli yang punya rencana penelitian, cukup pergi ke pusat itu," ucap Harsono menjelaskan. Pusat Pembinaan Menurut Harsono, kebun binatang bukan lagi sekedar kebun tempat rekreasi. Dalam kata sambutannya pada upacara penyerahan pekan lalu Harsono menjelaskan bahwa kebun binatang berfungsi sebagai pusat pembinaan kelestarian alam. Mengelola satwa di kebun binatang tidak hanya soal mengangon dan merawat binatang lalu memungut karcis pengunjung. Tugas seperti itu "sudah lewat satu dasawarsa yang lampau," katanya. "Kami coba memperbaiki diri," kata Djama Usman kepada TEMPO. Dari areal 200 ha yang dimiliki kebun binatang itu, baru dipergunakan 160 ha. Sisanya masih dipergunakan beberapa sarana olahraga DKI. Rencananya nanti Ragunan akan dilengkapi dengan berbagai sarana rekreasi. "Misalnya untuk mengail ikan tawar," tutur Usman. Di samping itu juga didirikan Pusat Informasi. Dalam upacara penyerahan itu, Wakil Gubernur DKI, Sarjono Soeprapto meletakkan batu pertama bangunan Pusat Informasi itu. "Kalau ada pengunjung yang membutuhkan penerangan tentang isi kebun binatang Ragunan ataupun kebun binatang lainnya di Indonesia, cukup datang ke sana," kata Usman menjelaskan. Koleksi Ragunan memang terkenal lengkap di kawasan Indonesia. Juga menonjol, karena antara 470 jenis satwa terdapat misalnya Cendrawasih, Komodo, Beruk Bekanten, Orang Utan, Harimau, Siamang, Wau-wau dan Nuri. Tapi yang jadi berita baik ialah bila terjadi pembiakan yang sukses--seperti la:,irnya bayi Tapir dan Singa beberapa waktu yang lalu. Itu artinya KB yang berhasil.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus