Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Mantan Belandong Menjadi Penjaga Hutan Gunung Palung

Penebang liar di Kayong Utara, Kalimantan Barat, beralih profesi menjadi penjaga hutan. Berhasil memensiunkan 300 belandong.

3 Desember 2024 | 15.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Balai Taman Nasional Gunung Palung dan Yayasan Alam Sehat Lestari membuat program Chainsaw Buyback, membeli kembali gergaji mesin para belandong.

  • Program ini berhasil memensiunkan 300 belandong dan menawarkan program menjaga hutan di 22 desa dan 80 dusun di Kalimantan Barat.

  • Suara mesin gergaji pohon yang bisa terdengar sampai jarak 500 meter sekarang sudah jarang terdengar lagi.

RUMAH panggung milik Karim, 47 tahun, mantan penebang liar, berdiri menghadap ke hamparan kebun sawit. Jalan menuju ke rumahnya belum beraspal dan dipenuhi lubang-lubang serupa kubangan. Lokasinya di Dusun Sinar Timur, Desa Penjalaan, Kecamatan Simpang Hilir, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat—berjarak sekitar 355 kilometer sebelah utara Kota Pontianak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rumah Karim berdinding papan kayu dengan dua kamar tidur, dapur, dan ruang tamu yang merangkap ruang keluarga. Tak ada benda berharga di sana, kecuali sebuah televisi usang yang disimpan di dalam kamar. "Saya tinggal bersama istri, empat anak kandung, dan seorang anak angkat," kata Karim ketika ditemui Tempo pada medio Oktober 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Karim sebetulnya seorang belandong yang telah membangun karier selama 18 tahun membabat hutan di sekitar kampungnya. Kini dia sudah bertobat—menggantung gergaji dan kapaknya—setelah berkaca pada nasib tragis sejawatnya yang diburu polisi hutan. Bahkan, ketika dia lolos dari sergapan di dalam hutan, para penegak hukum itu mendatangi rumahnya. Masih untung dia tak masuk bui dan hanya dinasihati agar berhenti menjarah hutan.

Peringatan itu menjadi renungan bagi Karim untuk segera pensiun, terlebih usianya tak lagi muda buat menumbangkan pohon-pohon raksasa di Pulau Borneo. Menahan getaran mesin gergaji, ditambah bobot chainsaw seberat 25 kilogram dengan kapasitas mesin di atas 100 sentimeter kubik, bukan lagi pekerjaan mudah. Hematnya, dia tak punya pilihan, kecuali harus menanggalkan pekerjaan itu.

Karim, mantan penebang liar, bersama istri di halaman rumah mereka di Dusun Sinar Timur, Desa Penjalaan, Kecamatan Simpang Hilir, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat, pada Oktober 2024. Foto: Yayasan Asri/Nadya

Karim memilih bekerja dengan Balai Taman Nasional Gunung Palung dan Yayasan Alam Sehat Lestari (Asri) untuk mengikuti program Chainsaw Buyback pada 2018. Pemerintah membeli mesin gergajinya seharga Rp 4 juta sekaligus memberikan pinjaman uang Rp 6 juta sebagai modal usaha tanpa bunga. Program ini berjalan sejak 2007 dan dimaksudkan sebagai jalan keluar bagi para belandong untuk berhenti melakukan pembalakan liar.

Modal itu digunakan Karim untuk membangun peternakan ayam kampung. Namun hasil usahanya belum optimal sehingga dia menerima pekerjaan dari kawannya untuk mengurus perkebunan sawit dengan upah Rp 2 juta per bulan. Tugasnya adalah membersihkan belukar sembari menebar pupuk di tiap pokok sawit. Kebetulan desanya dikepung perkebunan sawit yang dimiliki korporasi ataupun rakyat.

Pekerjaan baru ini membuat Karim mulai menata hidupnya, tak terkecuali membangun rumah. Dulu, meski bekerja sebagai penebang, dia justru kesulitan mempunyai rumah. Kayu-kayu yang ia kumpulkan acap terjual untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. "Sekarang, walau penghasilan sedikit, tenaga tidak terkuras," ucap mantan penebang yang mengaku pernah menjamah hampir semua hutan di Kabupaten Kayong Utara, bahkan lintas provinsi hingga Kalimantan Tengah, tersebut.

Membalak dari hutan ke hutan, menurut Karim, merupakan kehidupan yang miris. Sebelum berangkat menjelajah, Karim mesti berutang Rp 5 juta kepada cukong untuk biaya kebutuhan hidup anak dan istrinya selama ia tinggalkan berminggu-minggu. Utang tersebut juga digunakan untuk biaya transportasi dan konsumsi selama hidup di hutan.

Mesin gergaji yang diserahkan para penebang hutan ke gudang Yayasan ASRI dalam program Chainsaw Buyback di Kecamatan Sukadana, Kayong Utara, Kalimantan Barat, 23 Oktober 2024. TEMPO/Suci Sekarwati

Karim biasanya bekerja dalam tim dengan belandong lain, mengingat pekerjaan mengangkut kayu-kayu raksasa curian bukan perkara mudah. Setiap kali beroperasi, mereka menargetkan 25 batang pohon sehingga harus hidup sekitar 1,5 bulan di hutan. Kayu-kayu tersebut kemudian mereka jual ke cukong dengan harga sekitar Rp 250 ribu per meter kubik. "Keuntungannya kami bagi rata dengan rekan satu tim untuk membayar utang ke cukong."

Menjadi belandong juga berisiko kehilangan nyawa karena tingginya potensi kecelakaan kerja. Mendapati temannya tewas tertimpa pohon yang ditebang menjadi pengalaman tak terlupakan bagi Karim. Tubuh pria itu remuk hingga terbenam ke tanah dengan bagian atas badannya tertutup batang pohon besar. Bahkan Karim pernah nyaris terlindas batang kayu yang meluncur setelah ditumbangkan.

Amiruddin, 39 tahun, belandong lain, memilih pensiun setahun lebih awal dibanding Karim. Mengikuti jejak pamannya, ia menjadi penebang kayu ilegal sejak 2012. Kemudian pada 2016, ketika pemerintah memekarkan kabupaten baru bernama Kayong Utara, pekerjaannya terusik lantaran ia kerap diburu polisi hutan. Ia lantas mengikuti program pertukaran gergaji mesin dan mendapat pekerjaan baru melalui Yayasan Asri dan Taman Nasional Gunung Palung.

Sekarang Amiruddin merintis usaha madu kelulut, yang disebut bagus untuk menjaga kesehatan. Untuk tambahan pemasukan, ia pun mengangon sapi milik orang lain. Pekerjaan ini menjadi pelabuhannya setelah mengikuti program peternakan ayam dan bebek. Usahanya bangkrut karena ternaknya terserang flu burung.

Kalsum, 64 tahun, penerima manfaat program kambing untuk janda dari Yayasan ASRI di Kayong Utara, Kalimantan Barat, 23 Oktober 2024. TEMPO/Suci Sekarwati

***

Mengganti pekerjaan para belandong merupakan cara efektif menghentikan pembalakan hutan di Kalimantan Barat. Buktinya, suara gergaji mesin yang setiap pagi terdengar sekarang sudah banyak berkurang. "Kami menawarkan solusi. Kalau chainsaw mereka dijual, mereka dipersilakan mau kerja apa, misalnya nelayan atau pekerjaan lain," kata Agus Novianto, Koordinator Program Chainsaw Buyback Yayasan Asri.

Berjalan lebih dari 17 tahun, program ini berhasil memensiunkan 300 belandong. Selain menawarkan pensiun, Yayasan Asri mengadakan program penjaga hutan yang tersebar di 22 desa dan 80 dusun di Kalimantan Barat. Hanya, tak dimungkiri, masih ada sekitar 93 orang yang aktif menebang pohon dan 200 pembalak pasif karena mereka memiliki mesin gergaji.

Program menjaga hutan merupakan inisiasi masyarakat untuk ikut melindungi hutan yang berbatasan dengan taman nasional. Sebagai imbalannya, warga yang menjadi anggota Sahabat Hutan dan yang dusunnya membuat kesepakatan menjaga hutan juga mendapat diskon biaya berobat hingga 70 persen di klinik Yayasan Asri. Saat ini sudah ada 55 anggota Sahabat Hutan yang tersebar di seluruh wilayah Kayong Utara.

Misrawati, 55 tahun, warga Dusun Tembak Rawang, Desa Gunung Sembilan, Kecamatan Sukadana, Kayong Utara, menyatakan bergabung dalam program Sahabat Hutan sejak 2022. Dia tercatat sebagai anggota perempuan pertama Sahabat Hutan.

Misrawati adalah pensiunan guru taman kanak-kanak yang tak ingin diam saja di rumah. Saat mendengar kabar tentang Sahabat Hutan, ia tertarik karena bisa berobat dengan biaya murah, khususnya untuk warga kampung yang berhasil memulihkan hutan. "Kami memberikan penyuluhan agar warga meninggalkan pekerjaan menebang pohon, lalu misalnya beralih menanam daun bawang atau berkebun singkong, pisang, cabai, dan terong."

Misrawati, 55 tahun, warga dusun Tembak Rawang Desa Gunung Sembilan yang menjadi anggota program Sahabat Hutan sejak 2022 di Kecamatan Sukadana, Kayong Utara, Kalimantan Barat, 23 Oktober 2024. TEMPO/Suci Sekarwati

Kepala Balai Taman Nasional Gunung Palung Himawan Sasongko bercerita, program alih profesi para belandong berhasil menjaga kawasan hutan di taman nasional, hutan lindung, ataupun hutan produksi. "Kalau berbicara soal penggundulan kawasan hutan, ini sudah terjadi jauh sebelum ada kegiatan Chainsaw Buyback. Kalau kami lihat dari citra Landsat, pada 1940-an sampai 1990-an, ada beberapa kawasan yang rusak karena penebangan dan kebakaran," kata Himawan pada Rabu, 23 Oktober 2024.  

Taman Nasional Gunung Palung berdiri pada 1992, lalu menggandeng Yayasan Asri pada 2007 untuk bersama-sama mengatasi masalah penebang liar. Program Chainsaw Buyback, Sahabat Hutan, dan smart patrol mulai membuahkan hasil. Suara mesin-mesin gergaji pohon yang bisa terdengar sampai jarak 500 meter sekarang sudah jarang kedengaran.

Himawan memastikan tidak ada lagi penebang liar di kawasan Taman Nasional Gunung Palung. Sedangkan penebangan di area hutan lindung dan hutan adat masih harus terus diawasi bersama mitra-mitra Taman Nasional Gunung Palung.

Himawan mengakui mengajak para pembalak liar di Kayong Utara beralih profesi tidak bisa dicapai dalam semalam karena upaya itu sama saja dengan mengubah cara hidup. Harus ada intervensi Taman Nasional Gunung Palung bersama mitra dan pemerintah desa sebagai upaya penguatan. Contohnya, mengumpulkan masyarakat dan mengajak aparat penegak hukum bersama-sama mensosialisasi bahwa kegiatan perusakan kawasan hutan adalah hal terlarang menurut hukum dan ada ancaman pidananya.

Guru besar Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura, Pontianak, Gusti Hardiansyah, yakin pembalakan liar di Kayong Utara sudah tidak ada berdasarkan data dinas kehutanan setempat. "Kalaupun ada pembalakan, warga hanya menggunakannya untuk kebutuhan rumah tangga atau memperbaiki rumah sehingga tak bisa disebut illegal logging."

Gusti bercerita, aktivitas pembalakan liar di hampir semua kabupaten di Kalimantan Barat pernah ramai pada 1998-1999 karena lemahnya penegakan hukum. Namun pada 2005, aktivitas pembalakan liar dibabat habis, bahkan para cukong atau mafia illegal logging dikejar sampai ke Kuching dan Sarawak, Malaysia.

"Kalau intensitas patroli berkurang, illegal logging kuat (marak). Sekarang patroli gencar dilakukan sehingga aktivitas penebangan liar berkurang," kata Gusti pada Rabu, 20 November 2024. Ia mendukung dan memuji inisiatif program Chainsaw Buyback yang mengajak para belandong menukarkan mesin gergaji mereka dengan modal usaha. Hanya, skala program ini belum besar.

Menurut Gusti, masalah ekonomi klasik di Kalimantan Barat adalah pembalakan dan penambangan liar. Warga terpaksa melakukan pekerjaan tersebut setelah dimodali cukong. Karena itu, untuk menekan aktivitas penebangan liar, harus terbuka lapangan kerja bagi warga yang tinggal di wilayah terisolasi. Warga, di antaranya, bisa dilibatkan dalam kegiatan hutan kemasyarakatan dan pengelolaan hutan adat. Bisa juga dengan memberikan pendanaan untuk pelatihan ekonomi kerakyatan, seperti pelatihan lebah kelulut dan wisata ekologi, sehingga warga pelan-pelan tidak lagi melakukan penebangan liar.

Direktur Pascasarjana Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur, Ndan Imang, menilai program mengajak warga beralih profesi dari belandong ke profesi lain, seperti usaha mikro, kecil, dan menengah, merupakan ide bagus. Hanya, agar upaya ini efektif, harus ada pembimbingan. "Warga jangan hanya disuruh berganti profesi, tapi juga harus diajari bagaimana supaya bisa sukses," ujar Ndan. Menurut dia, pembalakan liar sudah banyak berkurang karena kayu di hutan sudah habis dibabat. Karena itu, alih profesi bukanlah kesadaran masyarakat, melainkan keharusan.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Artikel ini merupakan bagian pertama dari dua laporan program Journalist Fellowship "Masyarakat Sekitar Hutan dan Krisis Iklim" yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pontianak dan Yayasan Alam Sehat Lestari (Asri).

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus