Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Ahli Utama Klimatologi dan Perubahan Iklim dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin, menduga fenomena angin puting beliung di Kabupaten Bandung, Jawa Barat pada Rabu sore, 21 Februari 2024, sudah mendekati ambang batas minimal tornado. Pusaran angin disertai hujan itu menerjang pemukiman di area yang mengiris dua kecamatan, yaitu Rancaekek dan Jatinangor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kita sudah anggap tornado saja. Ini bisa disebut kejadian yang tidak biasa,” katanya pada Rabu malam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ahli dari Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN itu menyebut skala kecepatan angin tornado minimal 67 kilometer per jam, sedang kurang dari itu disebut puting beliung. Setelah mengamati rekaman video yang banyak beredar di media sosial, termasuk, foto-foto mengenai dampak kerusakannya, pusaran angin itu dianggap sudah selevel mini tornado.
Menurut Erma, tim dari BRIN sudah mulai meneliti insiden angin kencang di Rancaekek. Tim peneliti ingin mengukur kecepatan angin berdasarkan alat pemantau. Durasi persis puting beliung itu pun akan didalami oleh tim. Dia menaksir radius pusaran angin di Rancaekek mencapai sekitar 6 kilometer.
Saat meneliti angin puting beliung di daerah Cimenyan, Bandung, pada 2019, kata Erma, durasi angin kencang berlangsung hingga setengah jam. Kecepatan angin saat itu mencapai 56 kilometer per jam. “Kerusakannya dahsyat juga.”
Kepala Stasiun Geofisika Badan Meteorologi, Kimatologi, dan Geofisika Bandung, Teguh Rahayu, sebelumnya menyatakan tiupan puting beliung menerbangkan atap rumah warga Jatinangor. Pagar PT Kahatex, perusahaan tekstil lokal, turut roboh. “Tampak hujan ekstrim dari radar lokasi kejadian,” katanya.
Menurut Rahayu, angin puting beliung merupakan dampak ikutan pertumbuhan awan cumulonimbus. Kondisi itu berlanjut ke hujan lebat yang disertai angin kencang secara mendadak.
ANWAR SISWADI