Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kanker prostat merupakan salah satu penyakit tidak menular paling mematikan bagi kaum laki-laki. Pada 2020, sekitar 1,4 juta kasus baru kanker prostat di seluruh dunia. Di Indonesia, tercatat 13 ribu kasus baru dengan usia penderita sekitar 67 tahun, dan angka kematian mencapai 4.800 kasus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terlambatnya deteksi dini penderita kanker menjadi salah satu penyebab kecilnya harapan hidup pasien penderita penyakit kanker prostat. Sekitar 60 persen orang datang untuk berobat ketika sudah pada stadium tinggi, yaitu stadium IV atau stadium lanjut. Saat ini, kanker prostat merupakan target yang banyak digeluti oleh peneliti di seluruh dunia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Teknologi Radioisotop, Radiofarmaka dan Biodosimetri Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Rien Ritawidya pun tertarik dengan radioisotop Lutesium-177, yang potensial dan efektif untuk penggunaannya di bidang kedokteran nuklir dan ingin mendalami tentang radiofarmaka berbasis Lutesium-177.
Rien bersama timnya sedang mengembangkan suatu obat nuklir yang spesifik untuk mendeteksi dan mengobati kanker prostat. “Riset bertopik pengembangan radiofarmaka baru Lutesium-177-Prostate Spesific Membrane Antigen (PSMA) terkonjugasi dengan nanopartikel emas ini memiliki potensi dikembangkan menjadi multimodalitas untuk diagnosa dan pengobatan penyakit kanker prostat yang terarah,” kata dia dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 7 Mei 2024.
Salah satu kelebihan obat nuklir, kata rien, adalah karena cairan injeksi yang dimasukkan ke dalam tubuh pasien hanya akan mengobati sel-sel kanker prostat yang dituju, tanpa mengakibatkan efek berbahaya pada sel-sel sehat atau normal dalam tubuh pasien.
Rien mengungkapkan, pada 2023 ia mendapat pendanaan dari International Atomic Energy Agency (IAEA) untuk Coordinated Project Research (CRP) dengan topik yang sama, yaitu nanopartikel emas yang digunakan sebagai agen penghantaran radiofarmaka Lutesium-177-PSMA. Selain itu, ia juga mendapatkan pendanaan riset RIIM dari LPDP-BRIN. Guna mendukung risetnya, ia berkolaborasi dengan peneliti dan dosen dari Universitas Indonesia dan Universitas Muslim Indonesia Makassar.
Lutesium-177-PSMA
Radiofarmaka biasanya digunakan dalam mendiagnosa ataupun terapi suatu penyakit, termasuk kanker. Pada permukaan sel kanker prostat ditemukan suatu protein yang jumlahnya banyak bernama PSMA dan digunakan sebagai target spesifik atau selektif dalam pengobatan kanker prostat. Radiofarmaka yang menarget protein PSMA diharapkan dapat mejadi radiofarmaka yang spesifik mengobati penyakit tersebut.
Rien menjelaskan, radioisotop Lutesium-177 efektif untuk teranostik, terapi, dan diagnostik, karena memiliki sifat nuklir, yaitu memancarkan partikel beta minus yang sifat radiasinya menghasilkan efek terapi sehingga merusak atau membunuh sel kanker. Lutesium-177 juga memancarkan foton atau sinar gama yang dapat dimanfaatkan untuk diagnosa melalui pencitraan di bidang kedokteran nuklir, yaitu Single-Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Radiofarmaka Lu-177-PSMA terdiri dari radioisotop Lutesium-177 yang terikat pada peptida PSMA. Peptida PSMA ini dapat menarget dan berikatan dengan protein PSMA di permukaan sel kanker prostat dan menghantarkan radiasi dari Lutesium-177, sehingga dapat menghancurkan sel kanker. Selain itu, dengan modalitas SPECT dapat divisualisasikan lokasi di dalam tubuh.
Rien menyebutkan dalam risetnya bahwa Lutesium-177-PSMA dikonjugasikan dengan nanopartikel emas. Dengan menggandeng suatu radiofarmaka dan suatu nanopartikel emas dapat meningkatkan efektivitas suatu radiofarmaka dalam mendiagnosa ataupun mengobati suatu penyakit, dalam hal ini kanker prostat bermetastasis. "Jadi kombinasi ini dapat mengembangkan agen radiofarmaka baru yang efektif dalam mendiagnosa dan mengobati kanker prostat yang sudah bermetastasis secara lebih terarah,” ucap Rien.
“Biasanya radiofarmaka ini dapat mendeteksi dini penyakit kanker prostat dengan metode spesifik dan sensitif, karena kanker prostat yang menyebar di dalam tubuh berukuran sangat kecil dan sulit dideteksi,” kata Rien menambahkan.
Saat ini radiofarmaka Lutesium-177-PSMA di Indonesia hanya dapat diperoleh melalui impor. Hanya sedikit rumah sakit di Indonesia, diantaranya Rumah Sakit Siloam yang dapat memberikan pelayanan pemeriksaan PSMA-targeted imaging untuk pasien kanker prostat. “Kami berharap hasil riset kami bisa tidak hanya sekedar riset, tapi bisa dihilirkan. Bisa dikembangkan menjadi suatu radiofarmaka yang pada akhirnya bisa digunakan di masyarakat untuk pasien-pasien kanker yang ada di rumah sakit di Indonesia,” ucap Rien.