Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Calon jemaah haji harus mengetahui dan mempersiapkan berbagai kemungkinan peningkatan temperatur ekstrem yang dapat terjadi selama pelaksanaan ibadah haji pada Juli 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pencegahan dari kondisi dehidrasi akibat gelombang panas harus dipersiapkan,” kata Erma Yulihastin, peneliti klimatologi pada Pusat Riset Iklim dan Atmosfer di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Selasa, 24 Mei 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara didominasi oleh padang pasir yang memiliki iklim gurun dan telah lama dikenal sebagai wilayah yang paling kering dan paling panas di dunia. Wilayah MENA (Middle East and North African) itu meliputi negara-negara seperti Kuwait, Arab Saudi, Iran, Irak, Abu Dhabi, Qatar, Mesir, dan Turki.
Perubahan iklim global yang ditandai dengan peningkatan temperatur di MENA secara konsisten saat ini sudah lebih dari 34-35 derajat Celcius selama dekade terakhir. “Akibatnya, gelombang panas yang terjadi di MENA juga mengalami eskalasi secara intensitas dan frekuensi,” ujar Erma.
Gelombang panas ekstrem juga akan mengalami peningkatan, dan diproyeksikan semakin persisten terjadi di MENA hingga 2100. Apalagi beberapa negara di MENA telah berubah menjadi megacities yang berdampak pada peningkatan pemanasan di perkotaan sekaligus menjadi kota yang semakin rentan menghadapi dampak kekeringan dan gelombang panas.
Kekeringan lebih berdampak pada ketahanan pangan yang dapat menimbulkan bencana kelaparan, sementara peningkatan gelombang panas berdampak langsung dan fatal pada kesehatan manusia karena dapat menyebabkan kematian.
Berdasarkan beberapa kajian terbaru seperti dimuat International Journal of Climate, negara di sekitar Teluk Persia akan lebih dulu mengalami hari-hari panas pada Mei. Durasinya selama musim panas diproyeksikan memanjang dari 60 hari menjadi 100-120 hari.
Sementara dari jurnal internasional lain mengenai gelombang panas di MENA yang menganalisis 53 kota, menunjukkan 80 persen populasi merasakan gelombang panas. “Minimal dua hari sekali selama periode musim panas Mei–Agustus di masa mendatang,” kata Erma.
Proyeksi itu hasil dari 13 model regional iklim yang semuanya menunjukkan peningkatan gelombang panas secara konsisten. Studi lain memprediksikan kejadian gelombang panas di MENA meningkat 8-20 kali lipat lebih sering hingga 2100 di negara kawasan pesisir Laut Merah, Teluk Persia, dan Laut Mediterania.
“Hal yang paling krusial dipersiapkan oleh masayarakat dalam waktu dekat, misalnya adalah pelaksanaan haji dan umroh yang pada tahun ini berlangsung selama periode musim panas Mei–Agustus,” ujarnya.
Menurut Erma, Juli menjadi waktu terpanas, terkering, dan paling berdebu di negara-negara gurun. Rata-rata suhu maksimumnya diperkirakan berkisar 40-46 derajat Celcius di Arab Saudi. Sementara berdasarkan prediksi model global dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) Amerika Serikat, pada Juli 2022 diprediksi terjadi anomali peningkatan temperatur. “Rentangnya 0,5 hingga 1 derajat Celcius dari kondisi biasanya.”
Untuk mencegah dehidrasi atau kekurangan cairan tubuh, menurut Erma, jemaah harus sering minum air putih, menjaga kulit dan tubuh tetap lembap, mengenakan pakaian haji dengan bahan tipis, lembut dan menyerap keringat.
Peralatan lain yang perlu disiapkan seperti payung, topi, kacamata hitam, dan yang lainnya untuk meredam cahaya ultraviolet matahari. Jika tidak ada keperluan untuk menunaikan rukun ibadah, jemaah sangat disarankan berdiam di ruangan berpenyejuk udara. “Untuk mencegah tubuh terlalu lama terpapar gelombang panas,” kata Erma.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.