Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Copernicus Climate Change Service Uni Eropa kembali mencatat rekor suhu panas bulanan. Suhu global bulan lalu menjadi yang tertinggi yang pernah dicatat untuk seluruh bulan Mei, menjadikannya bulan ke-12 berturut-turut yang memecahkan rekor terpanas suhu udaranya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Copernicus Climate Change Service Carlo Buontempo yakin tren rekor suhu panas bulanan yang telah terjadi setahun belakangan bakal tergusur lagi oleh rekor-rekor baru nantinya. Dia menunjuk dunia yang terus menghangat karena meningkatnya kadar gas rumah kaca di atmosfer sebagai penyebabnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Rentetan bulan terpanas ini pada akhirnya bakal dikenang sebagai relatif dingin," kata Buontempo.
Suhu udara rata-rata di muka Bumi sepanjang Mei 2024 terukur oleh Copernicus sebesar 15,91 derajat Celsius, atau 1,52 derajat di atas rata-rata periode 1850-1900 yang dianggap sebagai masa pra-industri. Jika dibandingkan rekor Mei terpanas sebelumnya yang tercipta empat tahun lalu, Mei tahun ini 0,19 derajat lebih panas.
Bulan Mei 2024 adalah juga bulan ke-11 berturut-turut yang memiliki catatan rata-rata suhu udara yang lebih dari 1,5 derajat Celsius di atas masa praindustri. Padahal, Perjanjian Paris hasil konferensi iklim 2015 lalu menyepakati batasan kenaikan suhu agar tidak lebih dari 1,5 derajat hingga 2030 demi mengendalikan dampak perubahan iklim.
Dihitung selama 12 bulan terakhir, suhu udara rata-rata bulanan yang didapat juga menorehkan rekor tertinggi: 1,63 derajat Celsius di atas rata-rata periode 1850-1900.
Namun demikian, para ilmuwan iklim belum menganggap batasan kenaikan suhu dalam Perjanjian Paris telah terlewati sebelum didapat angka rata-rata dari periode yang lebih panjang. Ditambah lagi pendapat suhu ekstra panas 2023 dan 2024 karena kemunculan fenomena El Nino di Samudera Pasifik.
El Nino disebutkan melepas panas samudera ke atmosfer, menambahkan pemanasan yang sudah lebih dulu terjadi karena peningkatan gas rumah kaca. Saat itu, suhu di bumi bahkan lebih tinggi daripada yang diperkirakan untuk alasan yang masih belum jelas.
El Nino kini menghilang dan memberi jalan untuk La Nina saat sebagian besar luasan Samudera Pasifik menyerap lebih banyak panas dari atmosfer daripada biasanya. Ini dapat menyebabkan suhu permukaan turun temporer. Tapi dengan suhu permukaan laut yang masih ekstra tinggi, 2024 diperkirakan masih akan lebih panas daripada 2023.
Ekstra hangatnya Mei 2024 membimbing kepada suhu panas ekstrem maupun gelombang panas di daerah-daerah di dunia. Sebagai contoh, gelombang panas telah mencengkeram India, dengan suhu udara di Delhi mencapai rekor baru 49,9 derajat Celsius pada 28 Mei lalu.
Di Meksiko, monyet-monyet mati berjatuhan dari pepohonan akibat cekaman gelombang panas yang berkepanjangan. Panas itu ini meluas ke utara, ke wilayah Amerika Serikat.
Pada tahun lalu, sebuah studi memperingatkan kalau gelombang panas bisa bertambah ekstrem lagi jika suhu udara global menembus batas 1,5 derajat Celsius. Dikhawatirkan, kematian massal bakal terjadi di daerah-daerah di mana masyarakatnya tak terbiasa dengan sengatan suhu sepanas itu dan bangunannya juga tak didesain untuk itu.
NEW SCIENTIST, CLIMATE.COPERNICUS