KELAK, di pedalaman Pulau Sumatera, akan bisa ditemukan sebuah taman penuh dengan berbagai jenis binatang -- mirip Taman Safari yang terkenal itu. Tony Sumampau, Direktur PT Taman Safari Indonesia (TSI), Kamis pekan lalu telah menandatangani naskah kerja sama pembangunan taman tersebut bersama-sama Bupati H. Azis Haily dari Pemda Kabupaten 50 Kota. Menurut Tony Sumampau, pembangunan taman itu akan dimulai awal tahun depan, tapi ia tidak bisa memastikan kapan akan selesai. ''Biasanya, dibutuhkan waktu sekitar dua tahun,'' tuturnya. Taman safari itu akan dibangun di Lembah Harau, Kabupaten 50 Kota, Sumatera Barat. Terletak di kawasan berbukit-bukit, lembah ini berjarak 15 kilometer dari Payakumbuh, ibu kota Kabupaten 50 Kota. Adapun dari Bukittinggi, Lembah Harau dapat dijangkau dengan kendaraan dalam 45 menit. Taman tersebut kelak akan dibangun menurut model taman safari di Cisarua, Bogor, yang merupakan perpaduan antara taman margasatwa modern, taman rekreasi, dan wisata alam. Tidak seperti di kebun binatang, di taman tersebut pengunjung dapat menyaksikan kehidupan satwa liar secara alamiah, karena mereka tidak hidup dalam kerangkeng. Gagasan membangun taman di Lembah Harau tak terlepas dari kenyataan bahwa TSI di Cisarua kelebihan 2.700 satwa, antara lain antelop, singa, harimau, dan unta. Karena itu pula, sepanjang tahun 1993 Tony berkeliling Sumatera untuk mencari lokasi baru. Ketika tiba di Kabupaten 50 Kota akhir Desember lalu, Tony tertarik dengan keindahan Lembah Harau. Lembah yang bentuknya mirip telapak itik ini dikelilingi batu cadas setinggi 100150 meter. Dari puncak dinding batu yang penuh dengan lukisan alam, tampak belasan air terjun memutih bak kain sutera yang ditiup angin. Dengan suhu rata-rata 28 derajat Celsius dan ketinggian 550 meter di atas permukaan laut, Lembah Harau cocok untuk tempat tinggal satwa jenis primata, burung, dan binatang buas. Adapun hutan belukar di lekukan timur Lembah Harau tak perlu dipagari, karena dua pertiganya sudah ditutupi dinding Bukit Melayau dan Rangkak. ''Ini luar biasa. Sangat ideal untuk lokasi semacam taman safari,'' kata Tony. Faktor lain yang juga menunjang adalah bahwa di sekitar lembah itu cuma ada tiga desa -- Tarantang Lubuklimpato, Solok Biobio, dan Harau -- dengan penduduk 4.000 jiwa. Tiga aliran sungai yang berasal dari empat air terjun melengkapi keindahan di kawasan tersebut. Tony mengakui, setelah melihat Harau, ia langsung menyatakan minatnya kepada pemerintah setempat. Bak gayung bersambut, gagasan Tony diterima oleh Bupati 50 Kota, H. Azis Haily. Disediakanlah lahan seluas 150 ha -- dua kali luas TSI Cisarua -- dari bekas kebun rakyat yang sudah tidak produktif. Lahan itu merupakan pemberian dari empat kepala suku di sana. ''Bila diperlukan, masih ada 200 hektare lagi,'' kata Azis Haily. Semasa zaman kolonial Belanda -- tepatnya tahun 1933 -- sebagian dari kawasan Lembah Harau, sekitar 315 ha, ditetapkan sebagai cagar alam. Adapun 28 ha lainnya merupakan taman wisata alam. Menurut Azis, lokasi calon taman safari itu berada di selatan cagar alam, dipisahkan oleh dinding batu. ''Malah, Taman Safari Harau bisa dijadikan pengaman bagi cagar alam,'' kata Azis kepada Juwarno dari TEMPO. Saat ini Lembah Harau baru dijadikan objek wisata. Setiap tahun, kawasan itu dikunjungi 40.000 turis, 10% di antaranya wisatawan asing. Kawasan ini juga sering digunakan sebagai arena olahraga seperti panjat tebing, layang gantung, dan perkemahan. Azis optimistis, taman safari tersebut akan meningkatkan jumlah wisatawan menjadi 20 kali lipat. Harapan itu agaknya tak berlebihan, karena taman itu terletak 4 km dari jalan lintas Sumatera, PadangPekanbaru. Sementara itu, 65 km dari situ, kini sedang dibangun waduk PLTA Kotopanjang, yang akan selesai tahun 1996. Di lembah itu sendiri kini sudah tersedia fasilitas jalan sepanjang 10 km yang menelusuri dinding lembah -- di samping listrik dan tempat peristirahatan. Tidak jelas berapa investasi untuk sebuah taman safari ini. Namun, diperkirakan, paling sedikit Rp 20 miliar. Untuk itu, Tony bermaksud mengundang investor swasta menanamkan uangnya di Taman Safari Harau. Yang sudah diundang antara lain Bambang Trihatmojo, bos Grup Bimantara. ''Mungkin saja. Tapi kami belum tahu persis,'' kata Fuad Afdal, sekretaris perusahaan dari Bimantara. Sementara itu, Azis Haily kini sibuk mengajak pengusaha asal Kabupaten 50 Kota untuk ikut andil dalam pembangunan taman safari ini. ''Saya sudah berbicara dengan beberapa pengusaha orang awak,'' katanya. Pihak Pemda Sumatera Barat tampaknya menginginkan kelak Taman Safari Harau bisa menjadi lebih dari sekadar tempat rekreasi, tapi juga semacam museum hidup. Mungkin karena itu, Azis berpendapat, akan sangat baik bila kebun binatang Bukittinggi bisa dipindahkan ke Taman Safari Harau. Masyarakat sekitar Lembah Harau, yang sebagian besar hidup di bawah garis kemiskinan, tampaknya gembira akan rencana besar itu. ''Kalau desa kami ramai dikunjungi orang, setidaknya anak- anak kami bisa berjualan kue,'' kata Syahridin, 53 tahun, Kepala Desa Tarangtang Lubuklimpato. Saat ini mata pencarian mereka adalah bertani dan mengumpulkan kayu. Bambang Aji, Fachrul Rasyid H.F., dan Ida Farida
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini