Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Nasional Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto mengkritik pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang ingin menambah penanaman kelapa sawit. Dalam pernyataannya, Prabowo menyanggah pandangan bahwa lahan kelapa sawit menyebabkan deforestasi karena tanaman itu juga menyerap karbon dioksida.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pernyataan tersebut telah mendegradasi inisiatif pemerintah sendiri untuk membuat sawit nasional lebih kompetitif melalui pendekatan sawit berkelanjutan dengan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil), yang mana ISPO mengatur juga standar antideforestasi,” katanya dalam keterangan tertulis, Selasa, 31 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menilai pernyataan Prabowo sama saja ingin membubarkan ISPO. Rencana Aksi Nasional Sawit dan Nasional Dasboard yang dibuat pemerintah untuk perbaikan tata kelola sawit juga sama saja ingin dibubarkan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 38 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia, ISPO adalah sistem usaha perkebunan kelapa sawit yang layak ekonomi, layak sosial budaya, dan ramah lingkungan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Aturan di dalamnya mengharuskan sertifikasi ISPO dilakukan dengan memperhatikan pengelolaan perkebunan yang baik sampai harus memperhatikan lingkungan hidup.
Semestinya, kata Darto, Prabowo fokus pada peningkatan produktivitas kelapa sawit melalui percepatan peremajaan yang sedikit lambat pada era Presiden Joko Widodo. “Jika ini dilakukan, maka akan berkontribusi pada peningkatan produktivitas 20 persen sawit nasional hingga 2029 tanpa harus melakukan deforestasi lagi,” tuturnya.
Selain itu, jika ingin menambah pendapatan negara, sanksi hukum yang tegas harus diterapkan terhadap pengusaha sawit ilegal. Ini berpotensi menambah pendapatan Rp 300 triliun, seperti yang pernah disampaikan oleh Hashim Djojohadikusumo pada Oktober 2024.
Opsi lain bisa juga dengan analisis ulang terhadap pendapatan negara dari adanya kelapa sawit ilegal. Maka dari itu, pernyataan Prabowo yang berpikir ingin menambah lahan kelapa sawit tanpa mempertimbangkan deforestasi dinilai justru sangat kontradiktif. “Tentu saja tidak hanya Rp 300 triliun dan fokus pada penerimaan pajak yang selama ini banyak pelaku usaha tidak membayar pajak,” ucapnya.