Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Setelah petani berdasi masuk ...

Mulai april, penduduk yang merusak hutan dalam taman nasional kerinci seblat diancam hukuman penjara dan denda. tetapi, sulit mengerem pertambahan perambah, terutama petani berdasi.

13 April 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LEBIH dari 100.000 penduduk Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, harus memikul dosa bersama. Dua minggu lalu, 85 desa di salah satu lumbung beras Sumatera Barat itu diterjang banjir bandang. Ratusan hektare sawah, sejumlah rumah dan jalan raya sepanjang 14 kilometer rusak berat dengan kerugian sampai Rp 2,5 milyar. Amukan air ini datang dari enam anak sungai Batang Suliti yang bermuara dari kawasan Alahan Panjang. Rupanya, kawasan hutan Alahan Panjang yang termasuk dalam Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) sudah botak dibabat penduduk sehingga tidak sanggup menahan curah hujan yang terus mengucur sehari semalam. Penduduk Solok Selatan tampaknya harus bersiap seperti penduduk Jambi yang tinggal di sepanjang Sungai Batanghari. Tiap tahunnya, sungai terpanjang di Sumatera itu mendatangkan banjir. Sumber bencana ini juga terletak di TNKS yang digerayangi penduduk. Jumlah penggerayang hutan ini tiap tahun terus meningkat, sejalan dengan membaiknya sarana jalan ke dalam kawasan. Tahun 1984/1985, misalnya, sudah ada 1.763 keluarga mencari penghidupan dalam kawasan dan mengakibatkan kerusakan 11.000 ha hutan. Dua tahun lalu, jumlahnya mencapai 14.286 keluarga, dan menimbulkan kebotakan pada lebih dari 50.000 ha hutan di TNKS. Ini memang belum seberapa dibandingkan dengan luas seluruh kawasan taman nasional yang mencapai 1.484.650 hektare, tetapi jelas tidak bisa dibiarkan. TNKS yang membujur mulai dari Provinsi Sumatera Selatan, Bengkulu, Jambi, dan Sumatera Barat ini merupakan gudang harta keanekaragaman hayati hutan tropis terlengkap. Flora fauna langka seperti bunga bangkai dan badak Sumatera ada di sini. Selain itu, kawasan ini merupakan daerah tangkapan air. Penyediaan air untuk 900.000 ha sawah di empat provinsi bergantung padanya. Karena itu, Menteri Kehutanan Hasjrul Harahap mengeluarkan jurus keras. Mulai awal April ini, penduduk yang berani merusak hutan dalam TNKS akan diganjar sanksi menurut UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ganjarannya: pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda Rp 20 juta. Tampaknya, sanksi ini sulit mengerem pertambahan perambah yang berminat mencari hidup di TNKS. Sebagian perambah memang sudah bertempat tinggal di dalam kawasan sebelum daerah itu ditetapkan sebagai taman nasional. Ada 2.701 keluarga tinggal di 12 desa yang masuk TNKS. Namun, sebagian besar gangguan datang dari penduduk luar. Misalnya penduduk Kabupaten Kerinci yang merupakan kantong permukiman di bagian tengah TNKS. Dengan jumlah penduduk - 280.000 jiwa, mereka tinggal dalam kantong permukiman yang luasnya hanya 800 km2. Sementara itu, bersebelahan dengan permukiman ini terhampar taman nasional yang subur. Tujuan semula pembukaan lahan oleh penduduk adalah bertanam kayu manis dan kopi untuk mencari nafkah. Kayu manis strain Kerinci Stick amat dikenal dan memasok hampir 40 persen kebutuhan dunia. Dengan harganya yang Rp 3.500/kg, penduduk berani melawan rasa takut ketika membuka cagar alam Bukit Sako, sebuah hutan perawan yang terletak 9 km dari ibu kota Kabupaten Kerinci. Kerusakan lebih parah terjadi di cagar alam Bukit Gadang dan Leter W di perbatasan antara Jambi dan Sumatera Barat. Pembukaan lahan oleh 800 keluarga petani tidak menyisakan hutan sedikit pun. Namun, kerusakan lebih besar terjadi, ketika para petani berdasi melirik daerah ini. Mereka membekali penduduk dengan gergaji mesin untuk membabat pohon. Mulai kepala desa sampai pejabat instansi terkait terjun di dalamnya, sampai Bupati Pesisir Selatan Ismil Lengah pernah mengatakan, sulit mencari kawan dan lawan dalam pengawasan hutan. Keadaan ini diperburuk dengan tumpang tindihnya peruntukan lahan. Tiga perusahaan, misalnya, mendapat surat izin untuk membabat 10.000 ha hutan di kawasan cagar alam Tamiai di Jambi. Kondisi setali tiga uang terjadi di Sumatera Barat. Sekitar 40.000 ha hutan yang termasuk kawasan TNKS ditetapkan sebagai kawasan hutan produksi dan dikeluarkan izin HPH. Tumpang tindihnya koordinasi antarinstansi pemda ini dibenarkan oleh pemimpin proyek pengembangan TNKS Kurnia Rauf. Keadaan ini seperti lingkaran setan untuk menegakkan UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Kepala Desa Sei Gamang, Kecamatan Pancung Soal, Sumatera Barat, Ibnu Abbas, merasa pelarangan menebang pohon itu tidak adil. Rakyat dilarang, sedang pengusaha HPH diberi izin pada areal yang sama. Beratnya sanksi rupanya tidak menakutkan bagi mereka. " Ditembak pun kami tidak berhenti masuk hutan," kata Kepala Desa Muara Suko Syamsi dengan tandas. Alasannya, sawah di desanya sudah rusak dihantam banjir. Karena itu, berbekal empat chainsaw, tanpa malu-malu ia menjual empat truk kayu tiap minggunya. Sanksi ini memang dikenakan hanya pada perambah baru. Sedang perambah lama secara bertahap akan dipindahkan dan diikutkan dalam pola PIR transmigrasi. Tiga tahun lalu sudah 100 keluarga diikutsertakan dalam pola ini. Hasilnya, sebagian kembali ke lokasi semula. Tidak jelas berapa lama 15.000 keluarga ini bisa dipindahkan. Yang jelas, dengan hanya 40 orang polisi khusus kehutanan, sulit mengerem para perambah ini. Departemen Kehutanan sudah mengusulkan agar dalam tahun anggaran ini pengelolaan TNKS ditingkatkan dengan jumlah personel lebih dari 900 orang. Laporan Dwi S. Irawanto dan Fachrul Rasyid H.F. (Padang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus