Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Indonesia dikenal sebagai negeri yang subur, berbagai jenis tanaman mudah tumbuh, namun sebagian tanaman terlarang, yang paling populer misalnya, ganja. Selain ganja ada juga tanaman lain mengandung senyawa aktif yang dapat mempengaruhi tubuh dan pikiran manusia. Beberapa di antaranya memiliki manfaat medis dan telah lama digunakan dalam pengobatan tradisional, tetapi karena potensi penyalahgunaannya yang tinggi, tanaman-tanaman tersebut dilarang oleh hukum. Larangan ini bertujuan untuk mencegah dampak negatif yang dapat ditimbulkan, seperti kecanduan, gangguan kesehatan, serta penyalahgunaan dalam aktivitas ilegal.
Dikutip dari berbagai sumber, berikut adalah lima tanaman yang dilarang di Indonesia.
1. Ganja
Ganja merupakan salah satu tanaman yang dilarang di Indonesia karena dikategorikan sebagai narkotika golongan satu dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2019 tentang narkotika. Status ini menjadikan ganja ilegal untuk ditanam, dikonsumsi, atau diperjualbelikan dalam bentuk apa pun.
Dikutip dari laman BNN, meskipun beberapa negara telah melegalkan ganja untuk kepentingan medis, Indonesia masih bersikap tegas dengan melarang seluruh bagian dari tanaman ini, termasuk akar, daun, biji, hingga ekstraknya. Perdebatan mengenai legalisasi ganja untuk tujuan medis sempat mencuat, terutama setelah Kementerian Pertanian memasukkan tanaman ini sebagai komoditas binaan dalam Kepmentan RI Nomor 104 Tahun 2020. Namun, langkah ini dinilai keliru karena pengaturan mengenai obat-obatan berada di bawah kewenangan Kementerian Kesehatan, bukan Kementerian Pertanian.
Dilansir dari laman resmi UGM, Pakar farmakologi dan Farmasi Klinik UGM, Zullies Ikawati menegaskan bahwa ganja memiliki efek psikoaktif yang dapat menyebabkan euforia dan halusinasi sehingga tidak bisa dianggap sebagai obat utama untuk pengobatan. Meski begitu, senyawa turunan ganja seperti cannabidiol (CBD) yang tidak bersifat psikoaktif masih dapat diteliti lebih lanjut untuk pemanfaatan medis. Namun, proses legalisasinya harus melalui uji klinis ketat dan regulasi yang jelas agar tidak membuka celah bagi penyalahgunaan.
2. Kratom
Dilansir dari laman Diskominfo Kalimantan Selatan, daun kratom (Mitragyna speciosa) dikategorikan sebagai Narkotika Golongan I di Indonesia sehingga penggunaannya dilarang, termasuk untuk kepentingan medis. BNN menyatakan bahwa kratom mengandung zat adiktif yang dapat menyebabkan euforia, depresi pernapasan, dan gejala putus zat. Larangan ini mulai diberlakukan sejak 2017 dengan masa transisi hingga 2022. Selain itu, BPOM juga melarang penggunaannya dalam obat tradisional dan suplemen kesehatan.
Dikutip dari laman Indonesia,go.id, meski dilarang di dalam negeri, kratom tetap menjadi komoditas ekspor bernilai tinggi. Pemerintah mengatur tata niaga ekspor kratom melalui Permendag Nomor 20 dan 21 Tahun 2024, membatasi ekspornya dalam bentuk tertentu, seperti bubuk dengan ukuran maksimal 600 mikron. Untuk memenuhi standar internasional, proses sterilisasi dan verifikasi kualitas dilakukan sebelum ekspor. Melalui kebijakan ini, pemerintah berupaya mengontrol penyalahgunaan kratom di dalam negeri sekaligus meningkatkan nilai tambah bagi petani yang menggantungkan hidup pada komoditas ini.
3. Koka
Dilansir dari publikasi Wibawa dan kawan-kawan yang berjudul Kepemiikan Tanaman Koka oleh Rumah Sakit untuk Tujuan Medis Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, bahwa tanaman koka (Erythroxylum coca) merupakan tanaman yang berasal dari wilayah Pegunungan Andes dan telah digunakan oleh penduduk asli selama berabad-abad untuk mengatasi kelelahan, kelaparan, dan efek lingkungan dataran tinggi. Tanaman ini mengandung alkaloid kokain, yang merupakan stimulan kuat yang dapat meningkatkan energi dan mengurangi rasa sakit.
Dikutip dari laman BNN, meskipun memiliki sejarah penggunaan tradisional, di Indonesia tanaman koka ini dikategorikan sebagai narkotika golongan I yang berarti dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan hanya diperbolehkan dalam jumlah terbatas untuk penelitian ilmiah. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika secara tegas melarang kepemilikan, penanaman, serta distribusi tanaman koka dan turunannya, termasuk kokain, dengan ancaman pidana berat bagi pelanggarnya. Larangan ini diperkuat dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 30 Tahun 2023, yang menggolongkan tanaman koka dan kokain sebagai zat terlarang di Indonesia. Selain itu, Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2010 mengatur pengawasan ketat terhadap narkotika golongan I dan hanya mengizinkan penggunaannya dalam penelitian dengan izin khusus dari Menteri Kesehatan dan BPOM.
4. Opium
Dilansir dari laman Bibit Bunga, Opium poppy (Papaver somniferum) adalah tanaman yang mengandung zat narkotika seperti morfin dan kodein, yang dapat diproses menjadi opium dan heroin. Karena sifatnya yang adiktif, tanaman ini telah dibatasi pertumbuhannya di berbagai negara, termasuk Indonesia. Meski ada jenis bunga poppy yang tidak mengandung opium, opium poppy sendiri tergolong tanaman terlarang karena dampaknya terhadap kesehatan dan potensi penyalahgunaannya sebagai narkotika.
Keracunan opium dapat terjadi akibat konsumsi bagian tanaman yang mengandung alkaloid, terutama lateks mentah dari buahnya. Opium bekerja dengan meniru senyawa alami dalam sistem saraf, menyebabkan efek seperti euforia, kehilangan kesadaran, bahkan koma. Overdosis opium dapat mengganggu sistem pernapasan hingga berujung pada kematian. Meski biji poppy umumnya aman dikonsumsi sebagai bahan makanan, bagian lain dari tanaman ini mengandung racun yang berbahaya jika disalahgunakan.
5. Salvia Divinorum
Salvia divinorum adalah tanaman herbal dari keluarga mint yang dikenal karena efek halusinogen kuatnya. Menurut laman honestdocs, tanaman ini mengandung salvinorin A, zat aktif yang mempengaruhi sistem saraf dan dapat menyebabkan perubahan kesadaran sementara. Berasal dari Meksiko, tanaman ini telah digunakan oleh suku Aztec dan masyarakat Indian Mazatec dalam ritual keagamaan. Efek yang ditimbulkan meliputi sensasi melayang, perubahan persepsi realitas, serta perasaan euforia atau ketenangan mendalam. Meski tidak menyebabkan ketergantungan, penggunaannya yang berlebihan dapat menimbulkan paranoia, kebingungan, hingga gangguan jantung.
Dikutip dari laman Bibit Bunga, di beberapa negara Salvia divinorum masih legal karena efeknya yang cepat hilang, biasanya dalam 1–2 jam. Selain digunakan untuk tujuan spiritual dan rekreasi, tanaman ini juga memiliki manfaat medis, seperti meredakan gejala Parkinson, melindungi sel saraf, dan membantu mengatasi kecanduan alkohol serta morfin. Namun, penggunaannya tetap perlu diawasi, terutama karena dosis yang berlebihan bisa memicu efek samping serius, termasuk gangguan motorik dan kecemasan. Hingga kini, belum ada standar dosis yang ditetapkan, sehingga konsultasi dengan tenaga medis sangat disarankan sebelum mengonsumsinya.
Pilihan Editor: Larangan Drone di Taman Nasional dan Keberadaan Ladang Ganja, Ini Kata Kemenhut
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini