Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Teh, Setelah Cengkeh, Dari Pesantren

Pesantren Suryalaya yang letaknya di lembah antara G. Cakrabuana dan G. Sawal memulai kampanye penghijauannya sendiri dengan menanam teh dan cengkeh. Teh lebih baik karena harga bibitnya murah. (ling)

3 Februari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAWAT bronjong dan karung-karung plastik telah dikirim ke berbagai tempat yang rawan di Ciamis Selatan. Peragaan 'siaga banjir' pun telah diadakan. Sementara Bupati Ciamis, Soeyoed, juga telah memerintahkan segenap aparatnya untuk berjaga-jaga. Soalnya, daerah pertanian di kabupaten paling tenggara di Jawa Barat itu hampir setiap tahun dilanda banjir kiriman dari hulu Citanduy di kabupaten tetangganya, Tasikmalaya. Sampai akhir Januari, banjir belum sampai melibatkan Ja-Bar Selatan. Hujan yang begitu deras di daerah Utara -- seperti di kabupaten Bekasi, Karawang dan Indramayu -- rupanya masih menaruh belas kasihan pada kaum tani di Selatan. Namun masyarakat di daerah Priangan Timur menyadari bahwa banjir sungai Citanduy tak dapat hanya ditanggulangi dengan tanggul buatan di hilirnya. Melainkan harus dicegat di hulu, dengan menghijaukan bukit-bukit dan punggung Gunung Cakrabuana yang kian gundul. Dinas Kehutanan Propinsi Ja-Bar tadinya juga menanam pohon-pohon cemara di hulu Citanduy. Namun reboisasi begitu saja dirasa belum cukup oleh masyarakat di sana, demikian pendapat pengurus Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya. Mereka adalah ikhwan (alumni) pesantren Suryalaya yang letaknya di lembah antara Gunung Cakrabuana (ñ 1721 m) dan Gunung Sawal (ñ 1764 m) "Penghijauan itu 'kan harus dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh rakyat? Kalau tidak, apa motivasi mereka untuk ikut menjaga dan memelihara pohon-pohon yang masih muda itu?" tukas Zaidi Abidin Anwar, salah seorang Ketua Yayasan yang sehari-hari mendampingi Abah Anom, pemimpin pesanren tersebut, sebagai Ketua Majelis Harian Pesantren. Sejak awal tahun ini pesantren yang didirikan hampir 3/4 abad lalu memulai kampanye penghijauannya sendiri. Bukan dengan cemara atau pepohonan lainnya, tapi cukup dengan tanaman teh. Berkata Anwar "Ada 5000 Ha tanah rakyat di hulu Citanduy ini yang dapat ditanami teh." Untuk menunjang program itu, Suryalaya telah mengirim sepuluh kader petani teh dari desa-desa di kaki Cakrabuana untuk dilatih di perkebunan PT Surangga di Sukabumi. Kebetulan, pemilik perkebunan tehtpartikelir itu, Haji T. Mustofa, adalah juga seorang ikhwan (alumnus) pesantren Suryalaya. Selain membantu latihan kader petani itu selama dua bulan, sejak 2 Nopember, H. Mustofa juga memberi sejumlah bibit teh untuk ditanam para petani itu di tanahnya masing-masing. Sesudah Kartosuwiryo Para pengurus yayasan pesantren itu pun telah membuat tempat persemaian bibit teh di Suryalaya. Dan sampai akhir Januari, ketika waFtawan TEMPO George Y. Adicondro dan Najib Salim berkunjung ke sana, sudah 3000 bibit teh yang tersebar melalui perkebunan rakyat di hulu Citanduy itu. Suryalaya memang bukan baru kali ini bergerak dalam bidang penyuluhan pertanian. Ketika daerah itu mulai aman dengan berakhirnya pemberontakan Kartosuwiryo (1962), pesantren setempat sudah mulai memperkenalkan penanaman cengkeh ke Tasikmalya Utara. Sambil menaikkan pendapatan penduduk, usaha itu sedikit menutupi kebutuhan belanja pesantren dan menghijaukan tanah-tanah gundul di punggung Cakrabuana. Tapi setelah 16 tahun, Anwar melihat beberapa segi kelemahan. "Penanaman cengkeh," katanya, "membutuhkan modal yang tak kecil." Partisipasi rakyat desa dalam kampanye cengkeh ini rupanya masih sangat tak merata. Maklumlah, hanya petani kaya saja yang dapat membeli bibit cengkeh dalam jumlah besar serta menanggung ongkos pemeliharaan kebunnya selama lima tahun pertama. Sebab baru setelah itu bunga cengkeh dapat dipanen, setahun sekali. Tak sedikit petani cengkeh, yang karena kekurangan biaya, sudah memborongkan bunga cengkehnya yang masih hijau kepada tengkulak (ijon). Sedang kalau sudah berbunga pun, risiko gagal pun masih tetap membayang. Bila salah memetik, umpamanya bila induk tanamannya belum cukup dewasa, tanaman itu bisa "mati bujang". Seluruh dedaunannya akan kering, rontok, menyusul seluruh tanamannya mati. "Dari sudut pendidikan mental agama maupun semangat wiraswasta, menanam teh lebih baik dari pada menanam cengkeh," kata Anwar lagi. Supaya Merata Tanaman teh itu dapat dipetik pucuk-pucuk daunnya setelah berusia setahun. Dan itu dapat dilakukan setiap 6 bulan. Uang petani teh tetap masuk secara konstan, dalam waktu relatif singkat, meskipun tak terlalu banyak. Dengan demikian godaan untuk memboroskan uang hasil panen, seperti sering dilakukan petani cengkeh, kurang menonjol pada pertanian teh. Tak kalah pula pentingnya bibit teh jauh lebih murah harganya, sehingga penanaman teh bisa jauh lebih merata di pedesaan. Dari sudut pencegahan erosi pun, teh lebih unggul ketimbang cengkeh. Sebab di tanah seluas 1 Ha, orang dapat menanam sampai 10 ribu batang teh. Tanah yang dulu gundul itu jadi tertutup rapat oleh perkebunan teh, sehingga hujan yang turun ke bumi tertapis oleh dedaunan teh nan rimbun, yang akhirnya terserap pula oleh lapisan daun busuk (humus) di atas tanah. Faktor perlindungan tanah ini kurang terdapat pada tanaman cengkeh, yang sifatnya lebih egois. Jarak pohonnya yang satu dengan yang lainnya harus sekitar 7 meter. Begitu pohon cengkeh sudah menjelang usia 4 tahun, pohon pelindungnya harus ditebang. Maksudnya mungkin agar ia tak berebutan zat hara dalam tanah, maupun sinar matahari di udara. Menggalakkan penanaman teh di hulu Citanduy itu, pihak pesantren sudah melakukan percobaan skala kecil sejak 5 tahun lalu. Dibantu ahli-ahli dari Bandung dan Sukabumi, para penyuluh pertanian di Suryalaya berhasil menerapkan metode baru dalam pembibitan teh. "Dulu orang selalu menanam teh dari bijinya. Dengan cara itu, pucuk teh baru dapat dipetik setelah 4 tahun. Kami membibit melalui stek (cutting)-nya. Hasilnya sudah dapat dipanen setelah pohonnya berumur setahun. Setelah tanaman teh itu berusia dua tahun, steknya sudah dapat ditanam lagi untuk bibit," tutur Anwar. Tentu saja, para ikhwan Suryalaya itu merasa kewalahan kalau harus menyediakan sendiri bibit teh untuk tanah kritis yang 5000 Ha luasnya. Untuk program penghijauan itu, mereka mengharapkan agar pemerintah mau memberi kredit bibit teh dan modal kerja selama setahun bagi rakyat petani di hulu Citanduy itu. Juga mereka mengharapkan perlindungan pemerintah terhadap kaum spekulan tanah dan calon tuan tanah dari luar desa. Alasan Anwar "Kalau sudah ditanami teh, otomatis harga tanah yang dulu tandus itu akan naik. Ini sudah terlihat pada tanah-tanah yang sekarang telah berhasil ditanami cengkeh. " Ke dalam, kaum pesantren itu juga berusaha menciptakan suatu sistim pencegah jual-beli tanah. Para petani teh, yang memasuki kelompok pengajian mingguan dan bulanan, diarahkannya ke semacam koperasi. Para anggota menjadikan tanah masing-masing sebagai modal dalam kelompok. Siapa yang menjual tanahnya kepada orang luar desa, otomatis akan dipecat dari kelompok. Sanksi sosial ini, apalagi buat orang desa yang selama ini sudah terhimpun dalam suatu perkerabatan agama, diharapkan dapat mengatasi godaan uang. Namun itu saja dirasa belum cukup. Semacam peraturan pemerintah masih diperlukannya untuk mencegah munculnya tuan-tuan tanah absen yang sudah jadi wabah di berbagai pelosok Priangan Timur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus