Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
WAJAH Gang Segina 6, Denpasar Barat, Bali, kini berubah. Tak ada lagi aroma busuk dari limbah cair tangki septik warga yang mengalir di sepanjang jalan sempit di sana. ”Sekarang kami merasa hidup lebih sehat,” kata Andi Maryono, 41 tahun, anggota Kelompok Sanitasi Masyarakat Segina Asri, Kamis pekan lalu.
Dulu kawasan yang dihuni sekitar 200 keluarga itu tergolong pakumis (padat, kumuh, dan miskin). Tangki septik milik ratusan warga berimpitan. Saking dekatnya dengan letak sumur, kebersihan air untuk keperluan sehari-hari warga di sana diragukan. Kesehatan warga pun terancam.
Permak wajah kampung terjadi setelah Yuyun Yunia Ismawati, 45 tahun, datang. Aktivis lingkungan dari Bali sekaligus peraih penghargaan lingkungan Goldman Prize 2009—semacam penghargaan Nobel di bidang lingkungan—ini menggagas program Sanitasi Masyarakat (Sanimas).
Sebuah penampungan pengelolaan limbah cair dan tinja dari toilet warga dibangun pada 2005. ”Teknologinya sederhana, memupus anggapan bahwa hanya orang pintar yang mengerti teknologi,” kata Yuyun ketika berada di Zambia, Afrika, Selasa pekan lalu. Yang penting, kata dia, ”Kemauan warga untuk berubah.”
Sistem pengelolaan limbah itu disebut tangki septik bersusun (anaerobic baffled reactor, ABR). Semua limbah warga dialirkan melalui pipa utama sepanjang 200 meter. Fasilitas pengolahannya berupa bangunan kolam di bawah tanah berukuran 25 x 4 meter dengan kedalaman 4 meter. Kolam yang memiliki 22 sekat menjadi tempat penyulingan air. Air limbah pun disulap menjadi air jernih tanpa bau. Hasil olahan bisa dimanfaatkan kembali untuk menyiram tanaman atau memelihara ikan.
Andi Maryono mengatakan padatan tinja limbah tersebut ditampung di tempat khusus. ”Lemaknya dibersihkan setiap dua bulan sekali agar tidak menghalangi aliran air,” kata Andi.
Pembersihan padatan tinja bisa dilakukan setiap tiga tahun sekali. Selain lingkungan yang bersih, warga setempat tak perlu membangun tangki septik dan mengurasnya setiap kali sudah penuh. ”Cukup bayar Rp 5.000 per bulan untuk biaya pemeliharaan,” katanya.
Di Bali, program sanitasi ini diterapkan di 11 wilayah, 5 di antaranya ada di Denpasar, 3 di Tabanan, 2 di Buleleng, dan 1 di Gianyar, juga di 17 provinsi di seluruh Indonesia. Setiap tahun 87 kota/kabupaten lainnya antre untuk mengimplementasikan program tersebut. Hingga saat ini tidak kurang dari 350 sanitasi masyarakat sudah dibangun dan akan terus bertambah. Kegiatan sosial itulah yang mengantarkan Yuyun Yunia Ismawati ke kancah internasional.
Lahir di Bandung pada 17 Juni 1964, Yuyun hijrah ke Bali meninggalkan pekerjaan lamanya sebagai konsultan di beberapa perusahaan dan dosen. ”I have to do something.” Kariernya sebagai aktivis lingkungan dimulai di Yayasan Wisnu, Bali, yang bergerak dalam masalah pengelolaan sampah, pada 1996.
Bali ternyata tak seindah bayangan lulusan teknik lingkungan Institut Teknologi Bandung 1990 ini. Setumpuk masalah lingkungan membuat Yuyun prihatin. Masalah sanitasi dan kualitas lingkungan di Bali dinilai merugikan penduduk dan mengancam pariwisata.
Yuyun lalu melatih peternak babi di kawasan Jimbaran Bay mengelola sampah agar tak mencemari pantai. Para peternak dilatih mengolah sampah hotel menjadi kompos dan memanfaatkan kotoran babi sebagai biogas.
Pada 2000, Yuyun mendirikan Bali Fokus, yang bergerak dalam bidang pemberdayaan masyarakat, pemberian peluang kerja bagi warga berpenghasilan rendah, dan peningkatan kualitas lingkungan. Tiga tahun kemudian, dia menggagas program Sanitasi Masyarakat, bekerja sama dengan lembaga swadaya lain.
Yuyun menyadari, pekerjaannya sebagai aktivis lingkungan belum tuntas. Ia menganggap tantangan pelestarian lingkungan di masa depan akan jauh lebih sulit, kompleks, dan membutuhkan fisik serta kepribadian yang tangguh. ”Saya bermimpi menjadikan Indonesia nyaman, sejahtera, dan bebas racun,” kata pahlawan lingkungan versi majalah Time ini.
Rofiqi Hasan, Rudy Prasetyo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo