Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

newsletter

CekFakta #263 Waspada Operasi Disinformasi Menggunakan Kecerdasan Buatan

OpenAI, baru-baru ini mengungkapkan bahwa model kecerdasan buatan (AI) buatan mereka disalahgunakan untuk menyebar disinformasi.

7 Juni 2024 | 20.48 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Halo, pembaca nawala Cek Fakta Tempo!

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

OpenAI, perusahaan di balik pengembangan ChatGPT, baru-baru ini mengungkapkan bahwa model kecerdasan buatan (AI) buatan mereka disalahgunakan untuk menyebarkan hoaks. Salah satu pelakunya adalah firma politik asal Israel, yang memanfaatkan ChatGPT memproduksi narasi terkait perang di Palestina.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tak hanya Israel, negara-negara yang memiliki kepentingan dalam konflik seperti Rusia dan Cina, juga melalui penyebaran disinformasi ini. Lalu, bagaimana kecerdasan buatan ternyata menjadi senjata menjalankan Influence Operations alias operasi pengaruh?

Apakah Anda menerima nawala ini dari teman dan bukan dari e-mail Tempo? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.

Bagian ini ditulis oleh Artika Rachmi Farmita dari Tim Cek Fakta Tempo

Waspada Operasi Disinformasi Cina, Rusia, dan Israel Menggunakan Kecerdasan Buatan

Kecerdasan buatan, di balik kelebihannya, dimanfaatkan pula oleh aktor-aktor jahat di tengah konflik dunia. Hal ini terkuak dari laporan OpenAI. Laporan itu menyebut adanya operasi pengaruh (Influence Operations) secara online yang memanfaatkan model artificial intelligence (AI) bikinan OpenAI. Operasi-operasi ini berbasis di Rusia, Cina, Iran, dan Israel, menggunakan ChatGPT untuk menghasilkan komentar-komentar di media sosial dalam berbagai macam bahasa. Termasuk mengembangbiakkan nama, profil, dan akun palsu beserta gambarnya.

Salah satunya adalah firma politik asal Israel, STOIC, yang memanfaatkan OpenAI untuk membuat narasi mengenai berbagai topik yang berkaitan dengan perang di Palestina. Mereka sengaja menghubungkan isu itu untuk mengadu domba umat Yahudi dan Muslim. Meta, perusahaan pemilik platform Facebook dan Instagram, juga mengungkapkan kasus serupa dalam laporan triwulan pertama tahun ini.

STOIC bergerilya memproduksi artikel web dan komentar media sosial seperti Instagram, Facebook, dan X (sebelumnya Twitter). Akun-akun itu saling berinteraksi supaya menunjukkan adanya engagement meskipun sebenarnya palsu. Sebelum akhirnya ditutup oleh OpenAI, akun-akun yang dioperasikan oleh STOIC ini menyebarkan konten dalam bahasa Inggris dan Ibrani. Mereka bahkan secara spesifik menargetkan pengguna media sosial di Kanada, Amerika Serikat, Israel, India, hingga Ghana.

Tak hanya Israel, dalam tiga bulan terakhir OpenAI melarang akun-akun yang terkait dengan lima operasi pengaruh terselubung. Di antaranya adalah operasi Doppelganger dari Rusia dan Spamouflage dari Cina. Serupa dengan yang dilakukan firma politik Israel, Doppelganger dan Spamouflage juga menggunakan OpenAI untuk menghasilkan komentar dalam berbagai bahasa yang diunggah di situs media sosial.

Doppelganger memproduksi komentar dalam bahasa Inggris, Prancis, Jerman, Italia, dan Polandia di X dan 9GAG, serta menerjemahkan dan menyunting artikel untuk diunggah ke situs web dan Facebook. Tujuannya agar dukungan warganet terhadap Ukraina melemah.

Sementara Spamouflage menyebarkan pesan-pesan pro-Tiongkok dan menyerang para pengkritik Beijing, yang kemudian diposting di berbagai platform dalam berbagai bahasa seperti Mandarin, Inggris, Jepang, dan Korea.

Melihat situasi dunia saat ini, kita sebaiknya waspada dengan mengenali berbagai pola narasi yang cenderung mengadu domba. Karena bisa jadi, kita terpapar disinformasi dari operasi-operasi pengaruh tersebut.

Bagian ini ditulis oleh Inge Klara Safitri dari Tempo Media Lab

Cek Fakta Pilihan

Benarkah Virus SARS-CoV-2 Telah Dipatenkan Sejak 2015?

Tangkapan layar sebuah jurnal penelitian berjudul “MSH3 Homology and Potential Recombination Link to SARS-CoV-2 Furin Cleavage Site” yang dihubungkan dengan paten virus corona sudah terjadi sejak 2015, beredar di Threads. Dalam postingan tersebut, si pengunggah mengklaim bahwa sejumlah peneliti yang mengecek genetics sequence virus penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, cocok 100 persen dengan sequence virus yang sudah dipatenkan oleh salah satu perusahaan vaksin, Moderna pada 2015.

| Hasil Pemeriksaan fakta

Tempo mula-mula menelusuri tangkapan layar jurnal penelitian yang diklaim merupakan upaya paten tes virus corona baru. Hasilnya, jurnal yang ditulis Balamurali K. Ambati dkk. yang terbit 21 Februari 2022 tersebut dapat diakses melalui tautan berikut “MSH3 Homology and Potential Recombination Link to SARS-CoV-2 Furin Cleavage Site”. Tempo juga meminta ahli epidemiologi dan peneliti Indonesia dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman untuk memahami hasil riset tersebut dalam bahasa yang lebih populer.

Waktunya Trivia!

Benarkah Pemerintah Melarang Penggunaan Obat Herbal, Jamu, Pijat, dan Bekam?

Sebuah video beredar di WhatsApp dan Facebook yang disertai narasi bahwa perjanjian internasional bernama Pandemic Treaty telah ditandatangani Pemerintah Indonesia yang melarang obat herbal, jamu, pijat, dan bekam.

Ada Apa Pekan Ini?

Dalam sepekan terakhir, klaim yang beredar di media sosial memiliki beragam isu. Buka tautannya ke kanal Cek Fakta Tempo.co untuk membaca hasil periksa fakta berikut:

Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini. Ingin mengecek fakta dari informasi atau klaim yang anda terima? Hubungi ChatBot kami.

Ikuti kami di media sosial:

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus