Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Newsletter

Papua, Klitih, dan Diskriminasi Difabel

Tiga RUU pembentukan tiga provinsi baru Papua segera dibahas. Pelaku klitih menjelaskan berbagai aksi dan PNS difabel Kemenkeu dipecat.

20 April 2022 | 11.50 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Jakarta berhasrat besar memecah wilayah Papua ke dalam beberapa provinsi baru. Untuk apa?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta -Dalam waktu dekat, wajah Papua segera berubah. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat akan membahas tiga rancangan undang-undang yang menjadi payung hukum pembentukan tiga provinsi baru Papua: Papua Tengah, Papua Selatan, dan Papua Pegunungan Tengah. Setelah tiga daerah itu, dua calon provinsi baru lagi mengantre.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sepanjang pekan lalu, wartawan majalah ini mewawancarai sejumlah narasumber di kalangan pemerintahan dan juga di Papua. Dari mereka, kami mendapatkan informasi bahwa sejumlah menteri gencar melobi berbagai pihak, terutama politikus Senayan, agar mendukung rencana pemekaran Papua. Sementara masyarakat menolak gagasan ini karena akan makin menyulut konflik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, misalnya, melobi sejumlah ketua umum partai politik. Ini cara yang sama untuk merevisi Undang-Undang Otonomi Khusus Papua. Dengan revisi yang memangkas kewenangan institusi adat dan legislatif di Papua itu, pemerintah dan DPR bisa dengan gampang mengajukan daerah otonom baru di sana.

Desk hukum menurunkan laporan klitih di Yogyakarta. Klitih, yang diartikan sebagai kekerasan jalanan—meski arti sebenarnya positif, merupakan “tradisi” lawas yang lama-kelamaan kian brutal dan acak. Kami mendapatkan pengakuan dan cerita dari seorang pelaku klitih yang menjelaskan berbagai aksi dan perubahan makna klitih.

Artikel lain adalah kisah seorang pegawai negeri sipil penyandang disabilitas mental yang dipecat tidak hormat oleh Kementerian Keuangan. Persoalan itu bermula dari pegawai itu tidak mengisi daftar presensi selama 14 hari. Kementerian pun meminta DH mengembalikan uang beasiswa senilai Rp 1 miliar.

Selamat membaca.

 

Stefanus Pramono

Redaktur Pelaksana

 

Untuk Apa Memecah Papua

 

Masyarakat Menolak Pemekaran

 

Pengeroyokan Ade Armando

Polisi salah mengidentifikasi pengeroyok dosen UI Ade Armando. Mengapa datanya tersebar di media sosial? Di mana tanggung jawab polisi?

 

PNS Difabel

Seorang pegawai negeri Kementerian Keuangan dipecat karena tak mengisi presensi. Bagaimana menangani pegawai pengidap skizofrenia?

 

Peta Baru Klitih Yogya

Mengapa klitih kian marak di Yogya? Apa pendorongnya?

Menangani Klitih

 

Salah Obat Pemekaran Papua

 

Memutus Mata Rantai Klitih

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus