Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejumlah pesan masuk ke telepon genggam saya sekitar dua pekan lalu. Pengirimnya dosen perguruan tinggi negeri. Isinya, mengabarkan para dosen aparatur sipil negara dari berbagai penjuru negeri akan berunjuk rasa di Jakarta pada Senin, 3 Februari 2025. Mereka menuntut pemerintah membayar tunjangan kinerja atau tukin dosen sejak tahun 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penelusuran kami menunjukkan, Menteri Pendidikan saat itu, Nadiem Makarim, tak menyiapkan anggaran tukin dosen. Menurut pejabat Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Nadiem lebih memprioritaskan program lain seperti Merdeka Belajar. Kementerian itu malah menolak membayar rapel tukin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pekan lalu, kami mengerahkan sejumlah koresponden untuk menilik kehidupan para dosen di Jawa dan luar Jawa. Di Palembang, Sumatera Selatan, ada dosen sampai menggadaikan surat keputusan pengangkatan sebagai ASN. Seorang pengajar di Maluku terjerat pinjaman online atau pinjol. Ada pula dosen yang menjadi petani dan penjual gula untuk menafkahi keluarganya.
Perbaikan kualitas pendidikan tinggi sulit terjadi jika dosen tak sejahtera. Tentu ini tak semata soal gaji. Tapi paling tidak, gaji mereka harus cukup. Kalau berlebih, alhamdulillah. Bayangkan, jika ada ketua umum partai mendatangi dosen yang gajinya kecil dan meminta dia meluluskannya. Tentu saja peluang politikus itu mendapatkan gelar jauh lebih besar.
Pengingkaran negara terhadap hak-hak para dosen tentu saja patut disayangkan. Apalagi, payung hukum pencairan tukin dosen telah lengkap. Ini hanya soal ada atau tiada good will dari pemerintah. Negara memang sedang bokek. Tapi buru-buru menolak memenuhi kewajiban juga tak bijak. Tak ada bedanya dengan pengutang yang marah ketika ditagih pemilik piutang.
Anda bisa membaca artikel tentang persoalan tukin dosen ini di laporan mingguan Tempo pekan ini. Selamat membaca.
Laporan selengkapnya: Mengapa Pemerintah Ogah Membayar Tunjangan Kinerja Dosen?