Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

<font size=2 color=#FF9900>YUNANI</font><br />Strategi Benteng King Otto

Gaya pelatih Rehhagel, yang mengutamakan bertahan, terus dikritik. Tapi, di bawah asuhannya, Yunani mampu meraih sukses terbesarnya.

17 Mei 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yunani
Jumlah penduduk: 11,3 juta jiwa
Luas negara: 131.990 km2
Organisasi: Hellenic Football Federation, berdiri 1926
Piala Dunia: 1994, 2010
Prestasi: Juara Euro 2004

SUASANA pesta memenuhi kabin pesawat yang membawa rombongan tim nasional Yunani menuju Athena. Sampanye terus mengalir, aroma cerutu mengepul sepanjang penerbangan. Para pemain dan tim manajemen larut dalam kegembiraan. Tim Negeri Para Dewa itu, pada akhir November 2009, baru kembali dari Ukraina. Mereka pulang dengan kemenangan 1-0 sekaligus mengantar Yunani lolos ke Piala Dunia untuk kedua kalinya.

Tapi kegembiraan seperti tak muncul pada Otto Rehhagel. Ekspresi wajah pelatih Yunani itu nyaris beku. Ia hanya sekali bersulang dengan para pemainnya. Sepanjang perjalanan, pelatih asal Jerman itu seperti terpekur di kursinya. Padahal dialah sosok pembawa keajaiban bagi Yunani. Strategi bertahan total—dengan memasang lima bek sekaligus—membuat Ukraina mati kutu.

Sukses itu disambut pesta besar-besaran di Yunani. Tapi pelatih berusia 71 tahun itu memilih keluar dari kerumunan. Setiba di bandara Athena, ia menjadi orang terakhir yang berada di tempat pengambilan bagasi. Ia baru keluar setelah hampir semua suporter yang menyambut tim berlalu.

Itulah Rehhagel, pria dengan sikap dan kemauan sendiri. Media massa Yunani kerap menjulukinya si Keras Kepala. Dia memang kukuh berfokus pada strategi bertahan. Dia juga ngotot memasang pemain gaek, walau mereka sudah tak punya klub.

Publik Yunani sempat berharap akan melihat perubahan permainan tim asuhan Rehhagel. Di awal babak kualifikasi, di Zona Eropa Grup 2, Yunani tampil menyerang dan terbuka. Penyerang Theofanis Gekas pun menjelma sebagai top scorer babak kualifikasi dengan torehan sepuluh gol.

Tapi, pada laga penentuan, babak playoff melawan Ukraina, Rehhagel memilih kembali ke strategi favoritnya: bertahan total. Strategi serupa itu sebelumnya memang sudah mampu mengantar King Otto—begitu sebutannya—sukses membawa Yunani menjadi juara Euro 2004. Mereka saat itu menyingkirkan Spanyol, Rusia, Prancis, dan akhirnya mengalahkan Portugal di final.

Keberhasilan yang mengejutkan itu dipuji sekaligus dicibir. Dia telah mengubur gaya main sepak bola indah yang belakangan sedang digandrungi. Namun Rehhagel, yang bertugas di Yunani sejak 2001, tak peduli. Ia terus memilih menerapkan strategi itu hingga kini. Mantan bek andalan Bayern Muenchen itu melihat kombinasi pertahanan solid yang disertai serangan balik cepat adalah senjata terbaik Yunani.

”Kami akan bermain lebih menarik bila memiliki Kaka, (Lionel) Messi, dan Xavi (Hernandez),” katanya. ”Tapi inilah pemain yang kami punya, pemain yang tersedia di Yunani. Berdasarkan kemampuan mereka, kami harus melakukan yang terbaik.”

Strateginya yang membosankan itu sebenarnya juga tak selalu berhasil. Meski sudah menumpuk pemain di belakang, timnya masih kerap kalah. Hal itu terutama karena bek yang dia miliki berkualitas pas-pasan. Tak aneh bila Yunani gagal lolos ke Piala Dunia 2006. Di Euro 2008, tim ini juga tersingkir di babak awal dan kalah dalam tiga pertandingannya.

Di Afrika Selatan, Rehhagel akan menjawab kritik. Yunani diragukan bisa lolos dari Grup B karena harus bertempur melawan Argentina, Korea Selatan, dan Nigeria. Peluang mereka paling banter hanyalah bisa tampil sedikit lebih bagus dibanding di Piala Dunia Amerika Serikat 1994, saat terus kalah dan kebobolan sepuluh gol tanpa balas.

Alketas Panagoulias, pembesut tim Yunani saat tampil di Amerika Serikat, justru optimistis penerusnya itu bisa tampil lebih baik. Ia pun tak sependapat dengan publik Yunani yang belakangan sempat menyuarakan agar Rehhagel diganti sebelum Piala Dunia dimulai. ”Ia tahu yang terbaik untuk tim dan sudah melakukan kerja luar biasa untuk Yunani,” kata lelaki 75 tahun yang kini sudah pensiun itu.

Dalam analisis Panagoulias, Yunani masih bisa berprestasi bagus di Afrika Selatan. ”Mungkin memenangi pertandingan terlalu berlebihan. Tapi saya pikir Yunani bisa sampai ke semifinal bila bermain dengan bertanggung jawab,” katanya. Keyakinan seperti itu tak terlalu terlihat di kalangan pemain. Kiper Kostas Chalkias, misalnya, bahkan tak berani sesumbar. ”Kami tak bisa memprediksi seberapa jauh bisa melaju di turnamen itu. Bagi kami, partisipasi di putaran final saja sudah sebuah kesuksesan,” kata kiper PAOK Salonica itu.

Rehhagel justru yakin dengan peluang timnya. Ia percaya para dewa akan selalu melimpahkan berkah kepada para pemujanya. ”Pemain sudah dianugerahi hasrat dan semangat juang luar biasa. Kami selalu berprinsip, sebelum meraih sukses, Anda harus menempatkan Tuhan di sisi Anda,” katanya.

Di Afrika Selatan, Rehhagel untuk pertama kalinya akan mencicipi panasnya Piala Dunia. Mengingat hasil ajaib yang diraih pada Euro 2004, Yunani akan dipandang secara berbeda. Mereka tak dijagokan, tapi strategi benteng King Otto akan tetap diwaspadai lawan. Siapa tahu dia bisa mengulang keajaiban di Portugal.

Nurdin Saleh (FIFA, The Telegraph, Reuters)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus