STADION Azteca seperti mau runtuh ketika gol kedua buat Meksiko itu terjadi. Suara gendang, trompet, dan jeritan hiteris sekitar 100.000 penonton terdengar dari semua pojok stadion. Di tengah lapangan seorang pemain Meksiko, berkostum nomor 9, berlari-lari dan kemudian berjungkir balik. Dengan wajah riang pemain yang baru mencetak gol kedua itu, Hugo Sanchez, 27, kemudian menerima songsongan gembira teman-temannya. "Hugo . . . Hugo . . . Tequerrmos (Hugo, Hugo, main dan buat gol lagi)", itu yel-yel yang dijeritkan seperti nyanyian oleh penonton Meksiko. Selama sekitar 90 menit suasana riuh rendah berkecamuk di stadion megah itu. Sanchez toh tak lagi mencetak gol. Tapi, dengan hanya satu gol balasan yang bisa diciptakan tim lawan, Belgia, kesebelasan tuan rumah akhirnya menang 2-1. Kemenangan ini makin mengibarkan lagi nama Hugo Sanchez, striker andalan Meksiko, yang untuk ketiga kalinya memperkuat negerinya di putaran final Piala Dunia, sejak 1978. Pers setempat bahkan seperti lupa pada pemain lain ketika memberikan porsi pujian buat dia setelah kemenangan pertama itu. Tak heran, sebab pemain bertubuh atletis, tinggi 169 cm dan berat 66 kg, ini sekarang, setelah sekitar lima tahun mereguk pengalaman sebagai pemain pro di Spanyol, memang jadi tumpuan harapan jutaan penggemar bola di negerinya, untuk mengangkat pamor Meksiko di kejuaraan dunia yang ke-13 kali ini. Harapan itu boleh jadi berlebihan. Tapi, bukan tanpa dasar. Kini dikontrak sekitar Rp 5 milyar untuk lima tahun oleh klub tersohor Spanyol, Peal Madrid, Sanchez memang menonjol prestasinya tahun-tahun terakhir ini. Misalnya, dia berhasil tampil sebagai pencetak gol terbanyak untuk dua musim kompetisi 1985 dan 1986 di liga sepak bola bayaran Spanyol. Terakhir gelar itu direbutnya dengan memasukkan 22 gol dan ia juga ikut menanamkan andil bagi berhasilnya Real Madrid menggondol piala kejuaraan Eropa (UEFA) 1985. Bintang Meksiko ini memang dikenal sebagai pemain depan yang haus gol sejak memulai kariernya sebagai pemain bola. Lahir sebagai anak bungsu dari 6 bersaudara putra-putri Hector Sanchez, bekas pemain sayap klub Atlante di Kota Meksiko, Sanchez mulai bermain bola sejak usia belasan tahun. Waktu itu bakatnya sudah mulai tampak ketika tampil di pertandingan yang berlangsung setiap hari di jalan-jalan raya di daerah Jardin Valbuena, Kota Meksiko. Keluarganya memang penggemar olah raga tulen. Selain ayahnya, dua abangnya, Hector (Yunior) dan Horacio, juga pemain bola - keduanya kebetulan sama-sama memilih posisi kiper. Horacio bahkan pernah menjadi kiper tim nasional Meksiko ketika ikut Olimpiade 1972 dan 1976. Sedangkan dua kakak perempuannya Herlinda dan Hilda - semua nama keluarga mereka memang selalu didahului oleh huruf H - adalah pemain balet dan voli. Herlinda juga tercatat pernah memperkuat Meksiko di kejuaraan senam Olimpiade Montreal 1976 Mungkin, karena pengaruh kakak perempuan ini, Sanchez punya ciri khas: tubuhnya lentik dan ia gemar jungkir balik seperti pebalet di lapangan hijau. Sanchez sendiri mula-mula bergabung dengan klub Universidad Nacional Automona de Mexico (UNAM). Di klub ini antara lain, ia sempat dipoles Bora Milutinovic, pelatih asal Yugoslavia yang kini jadi pelatih tim Piala Dunia Meksiko. Dan dari klub ini pula, ia dalam usia 17 tahun terpilih bersama kakaknya Horacio memperkuat tim nasional Meksiko di Olimpiade Montreal 1976. Di sinilah debut dunia dimulainya. Sekalian, di acara ini pula ia bertemu dengan istrinya yang sekarang, Emma Portugal, putri Alfonso Portugal, pelatih tim nasional waktu itu, yang kini sudah memberinya seorang putra, Hugaito, 2. Setelah memperkuat tim nasional ini, Sanchez terjun ke sepak bola profesional dan bergabung dengan klub profesional yang juga milik UNAM, Los Pumas. Masuk klub universitas ini dia ternyata dapat kesempatan untuk kuliah di fakultas kedokteran gigi. "Saya kerap melihat seorang pemain tak tahu apa yang mesti dia perbuat setelah tak lagi main bola. Sedih, memang. Dan saya tak mau itu terjadi pada saya," ujar Sanchez ketika ditanya soal karier sebagai pemain bola dan profesinya sebagai dokter gigi. Usai menyelesaikan kontraknya dengan Los Pumas pada awal 1981 - antara lain prestasi yang dibuatnya waktu itu, berhasil jadi pencetak gol terbanyak dan menjadikan klubnya tampil sebagai juara Liga Meksiko dan juara antarklub se-Amerika pada 1981 Sanchez pindah ke Spanyol. "Saya senang sekali main di UNAM. Tapi, karena ingin mencari pengalaman internasional, saya memilih pindah ke Eropa," kata Sanchez ketika memilih Atletico Madrid sebagai klub barunya. Di negeri baru ini karier sepak bolanya melesat. Ia mengangkat Atletico ikut kejuaraan Piala UEFA, 198t dan 1982. Ia langsung diincar klub terkenal ternama Barcelona sebelum meneken kontrik dengan Real Madrid awal 1985. Kini, ia memiliki sebuah rumah mewah yang dilengkapi sebuah kolam renang berbentuk jantung, dan sebuah mobil Mercedes warna merah di Madrid - Sanchez sudah jadi orang penting. Adalah Presiden Miguel de la Madrid, kepala negara Meksiko, yang khusus mengirim utusan ke bandar udara menjemput dia ketika baru tiba dari Madrid. Sanchez memang dibutuhkan pemerintah. Paling tidak, untuk merebut hati rakyat yang sebagian lagi tertindih beban gara-gara musibah gempa bumi dan kesulitan ekonomi karena penurunan harga minyak bumi, hasil utama negeri itu. Kesulitan itu semua bakal bisa dilupakan rakyat yang gila bola itu, jika Sanchez dan kawan-kawannya berhasil. Entah apa yang terjadi kalau Meksiko kalah di pertandingan berikutnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini