BENARKAH Zaenab korban sebuah janji gombal? Santri cantik dari Pesantren Hikmatul Akfal di Desa Golantepus, Kudus, Jawa Tengah, itu kedapatan mati di pematang sawah, 24 Juli 1985. Pertengahan April yang lalu Kiai Ali Ahmadi, pengasuh pesantren tersebut, ditahan polisi. Ia didakwa sebagai otak pembunuhan. Dan hari-hari setelah Lebaran ini, Ahmadi segera dimejahijaukan. Mungkin peristiwa ini berlatar kisah cinta yang gagal. Zaenab, 17, sesungguhnya santri kesayangan dan kepercayaan sang kiai. Ia ditemukan tewas 200 meter di belakang kompleks pesantren. Di sisi jenazah ditemukan surat cinta, dan botol bekas berisi racun serangga. Seorang "Juliet" telah bunuh diri? Sebentar. Berdasarkan pemeriksaan mayat oleh dr. Sutjiadi dari puskesmas setempat, gadis cantik yang dikenal lincah itu mati dibunuh. Pada tubuh korban ditemukan luka memar di punggung, dan bekas cekikan pada leher. Dan, ini dia, ada tanda-tanda Almarhumah hamil muda, 2 bulan. Toha, ayah Zaenab, tak membantah hasil pemeriksaan dokter tersebut. Bahkan pekan lalu orangtua itu bercerita. Seminggu sebelum meninggal, ia menunggu lamaran Kiai Ali Ahmadi. Almarhumah sendiri yang mengatakan kepada ayahnya bahwa Kiai Ali bersedia bertanggung jawab atas perbuatannya yang, mengakibatkan Zaenab telah dua bulan berhenti haid. Tapi, begitu tutur Toha kepada TEMPO, tiba hari yang dijanjikan, sementara keluarga pihak Zaenab telah berkumpul menunggu pinangan, ternyata utusan kiai itu tidak datang. Konon, menurut pengusutan Toha, pihak keluarga Kiai Ali tak setuju bila kiai 36 tahun itu menikah dengan anak penjual tempe - memang inilah pekerjaan Toha. Toh, setelah peristiwa batalnya pinangan itu, Adi - kiai yang masih lajang ini senang dipanggil begitu - dengan Zaenab, malah semakin rapat. Bahkan suatu hari Adi mengirimkan kapsul dan ramuan jamu Jawa untuk murid kekasihnya. Obat yang tak jelas untuk apa itu tak diminum oleh Zaenab. Karena itu, begitu Toha menduga, sang kiai penasaran. Zaenab, yang sudah 3 tahun nyantri, suatu sore dipanggilnya. Ternyata, itulah kali terakhir Zaenab berkumpul dengan orangtuanya. Oleh karena itu, "Saya menuduh Ali Ahmadi itulah yang membunuh Zaenab," kata Toha tegas. Lebih berat lagi tuduhan Kapolres Kudus, Letkol Suharto: Kiai itu adalah otak pembunuhan. Ada saksinya, kata Kapolres. Yakni pengakuan Yakub, kawan akrab Adi. Kepada pemeriksa Yakub nengatakan bahwa dua hari sebelum korban ditemukan mati, bertempat di rumah Kiai, menjelang luhur diadakan pembicaraan bagaimana caranya membuang Zaenab. Dalam pertemuan yang dihadiri delapan orang, termasuk Yakub dan Muhani, itu disebut-sebut Zaenab telah mencemarkan nama Kiai. Dan kepada TEMPO, Muhani menyatakan, "Adi menyodorkan surat Zaenab yang menerangkan ia hamil, dan Adi penyebabnya." Entah bagaimana akhir pembicaraan itu. Yang pasti, di hari berikutnya, lepas magrib, Kiai sembari marah-marah menyuruh para santri putrinya membaca surat Al Fiil sebanyak 31 kali. Yakni surat yang menceritakan pasukan gajah Gubernur Yaman hancur oleh batu-batu yang dijatuhkan beribu burung, sebelum masuk Mekkah. Dan ke-125 santri itu diwanti-wanti tidak keluar pondok sebelum satu jam. Lalu Kiai Ali pergi, tutur Bae'dah, 18, sahabat korban. Sebentar sesudah itu Bae'dah mendengar jeritan seorang gadis. Tak berapa lama kemudian sosok Ali Ahmadi masuk pondok. Ia memerintahkan para santri putri itu pulang - lho - lompat jendela. Perilaku Kiai satu ini, konon, memang merisaukan. Ia pun dikenal tuk mis alias mata keranjang. "Kiai itu suka mengganggu orang. Saya inilah korbannya," kata Mu'yuah, santri yang sudah menjanda. Polisi terus mengusut. Setelah mendengarkan pengakuan 22 saksi, polisi menahan Kiai Ali Ahmadi. Beberapa hari kemudian Yakub diinterogasi - dua hari ia tidak pulang. Begitu pulang, beberapa jam kemudian mulutnya berbuih. Tak lama kemudian Yakub, 45, pun mati. Ia meninggalkan secarik surat berbahasa Arab yang menyebutkan, "Ali sebagai tersangka pembunuh." Yakub mati diracuni? Bunuh diri? Tak jelas. Ditemui TEMPO di tahanan polisi, Kiai Ali Ahmadi membantah semua dakwaan. "Semua itu fitnah," teriak Kiai yang cukup tampan ini. Bujangan berhidung mancung, berambut gondrong, dan tergolong bertubuh tinggi, ia membantah membuntingi dan membunuh santri kesayangannya itu. Bahkan atas permintaan polisi ia bersumpah di atas kubur korban bahwa bukan dia pelakunya. Selain Adi yang membantah semua tuduhan, Zuhdi, kakaknya, melayangkan surat ke Kapolri dan Menhankam. "Dia tak bersalah, mengapa ditahan?" ujar Zuhdi, yang minta keadilan ditegakkan dan adiknya diperlakukan secara manusiawi. Menurut Zuhdi, adiknya, yang telah memimpin pesantren sejak 1970, menggantikan ayahnya yang meninggal, difitnah. Pesantren yang selain santri remaja juga punya 100 santri dewasa itu sendiri, kini tutup. "Tak ada yang mengasuh," kata Zuhdi, tentang pesantren yang didirikan oleh kakeknya itu. Agus Basri, Laporan Bandelan Amarudin (Biro Yogyakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini