Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

"Kita Serahkan Pada Tuhan"

Kesebelasan pre-olimpik untuk merebut tiket olympiade montreal belum menunjukkan kemampuannya. kekalahan 1-0 dari team grasshoper mencemaskan publik. kerjasama antar pemain belum mantap. (or)

31 Januari 1976 | 00.00 WIB

"Kita Serahkan Pada Tuhan"
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
DEPAN pintu VII Stadion Utama Senayan, Selasa 20 Januari malam lalu. Beberapa wartawan olahraga Jakarta tampak berbincang-bincang dengan tokoh sepakbola mengenai kekalahan (1-0) team Pre Olimpik Indonesia di kaki pemain rasshoper, Swiss. Mereka di situ sambil menunggu kedatangan Ketua Umum PSSI, Bardosono. Tak lama, orang yang dinanti itu pun muncul menuruni tangga. Wajahnya tidak secerah 4 hari lampau. ketika kesebelasan Pre Olimpik menahan kebolehan team tamu: 3-3 (2-3). "Kita serahkan saja semuanya pada Tuhan", jawab Bardosono sewaktu seorang wartawan menanyakan komentarnya mengenai kekalahan itu. Ketua Umum PSSI itu tampak bimbang untuk memberikan penilaian lebih lanjut. Ia bergegas memasuki mobilnya. Kekalahan itu memang bukan merupakan titik akhir dari perjalanan kesebelasan Pre Olimpik. Tapi kecemasan akan keberhasilan mereka untuk merebut tiket Olympiade Montreal bukannya tak menghantui publik.Sebab dari 2 pertandingan percobaan itu team Pre Olimpik belum memberikan kesan yang meyakinkan. Ketimpangan masih tampak di beberapa sektor. Di lini belakang kekurangan itu terlihat dari bentuk permainan yang disuguhkan oleh back kiri, Johannes Auri. Sekalipun caranya menghadang lawan tidak begitu jelek, tapi ia hampir selalu kesulitan untuk berkelit bila lawan telah meliwati dirinya. Lain dengan gaya Rusdi Bahalwan. Tapi keletihannya bukan tak ada pula. Auri punya keberanian menyusup ke daerah lawan, dan cepat pula kembali ke sektor yang dipercayakan kepadanya. Juga tackling-nya keras. Dan punya kemampuan untuk kontak badan. Di rusuk pertahanan kanan penempatan diri Sutan Harhara agaknya tidak menjadi persoalan lagi. Karena ia adalah yang terbaik untuk memikul beban itu saat ini. Pernah Coerver mencoba Suhatman menggantikan tugasnya dalam pertandingan pertama dengan Grasshopper. Namun pemain Diklat Salatiga ini tak begitu mampu mengambil alih tanggungjawab itu sepenuhnya. Sehingga langgam permainan di garis pertahanan menjadi sedikit goyah. Barulah ketika Suhatman ditarik ke tengah pada babak kedua, dan tempatnya digantikan Sutan, pertahanan Pre Olimpik kembali utuh. Akan poros halang, Oyong Liza kekurangannya barangkali adalah dalam pengaturan strategi. Meski kemampuan individunya bisa diandalkan, tapi ia kurang cepat dalam membaca serangan lawan dan menempatkan tenaga bantuan pertahanan. Mengenai pemain di lapangan tengah, agaknya Suaeb Rizal-lah yang tak begitu memperlihatkan bentuk permainan yang apik. Ia memang cukup rajin mencari bola. Tapi masih kurang cermat dalam memberikan operan pada teman. Tak jarang bola yang disodorkannya mampir di kaki lawan. Untuk mengharapkan tenaganya memperkuat barisan pertahanan di waktu kritis, ia pun tak lebih sigap dari Nobon atau Sofyan Hadi. Bertolak dari kenyataan itu, tidak heran bila Junaedi Abdillah sering turun jauh ke belakang buat mengambil bola guna disodorkan pada kwartet Waskito-Risdianto-Iswadi-Andi Lala, bila dibandingkan tempat Suaeb dihuni oleh Nobon atau Sofyan. Begitulah Adanya Beralih ke lini depan, kerja sama yang terjalin antara Waskito, Risdianto, dan Iswadi bo]eh dikatakan baik. Yang belum begitu masuk dalam langgam penyerangan barisan ini hanya Andi Lala. Gaya permainannya hampir dari kebolehan masa lalu, di mana ia lebih banyak mengandal kemampuannya dalam beradu lari. Tapi jarang membahayakan gawang lawan. Kalau saja ia bisa mengendalikan dan menyesuaikan diri ke dalam bentuk yang telah terjalin antara Waskito-Risdianto-Iswadi, agaknya masalah barisan depan tak terlal menguatirkan lagi. Adakah kekalahan team Pre Olimpik atas Grasshopper, pekan lalu itu sepenuhnya merupakan gambaran kelemahan dari kesebelasan Indonesia? Tidak seluruhnya begitu. Meski gol satu-satunya yang dicetak gelandang kanan, Bosco Alfons tidak sempat berbalas, tapi tak kurang dari beberapa peluang bagi team Pre Olimpik hilang lantaran ketidak-cermatan wasit O. Soetedjo SH. Meski kenyataan curang ini bisa dijadikan dalih kekalahan, namun persoalan pokok sebetulnya terletak dari belum mantapnya kerja sama antar pemain yang diturunkan Coerver. Dengan pernyataan klasik yang diucapkan Bardosono seusai pertandingan ulangan itu, secara tak langsung pimpinan PSSI itu mengakui bahwa team Pre Olimpik memang begitulah adanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus