AKHIRNYA laporan kerja pengurusu KONI Pusat 1971-1975 diterima
Musornas III, pertengahan Januari lalu. Tapi sisa ketegangan
nampaknya masih mempengaruhi suasana gedung KONI Senayan, di
mana pengurus lama di bawah pimpinan Pejabat Ketua Suprayogi,
berkantor. Masalahnya bukan lagi soal berhasil atau gagalnya
pengurus lama. Tapi lebih menjurus pada siapakah personalia
pimpinan KONI Pusat untuk periode 1976-1980. Akan hal ini Wakil
Presiden Hamengkubuwono dalam kata sambutannya pada pemilihan
Musornas III ada menyinggung, norma-norma kepemimpinan
ini."Olahraga memerlukan organisasi yang sehat dan bebas dari
pamrih pribadi. Organisasi itu memerlukan pimpinan yang kuat dan
bijaksana. Adapun pimpinan perlu dipegang oleh orang-orang yang
berkepribadian sportif dan tegas", katanya.
Jatah
Namun dengan petuah itu tidak berarti penyusunan pengurus baru
berlangsung tanpa ketegangan. Kasak-kusuk, tawar-menawar kursi
jabatan, baik oleh pengurus yang ingin bertahan maupun oleh
mereka yang ingin merebut kemudi KONI, tak terhindarkan. Dan
akhirnya untuk menembus kesulitan tersebut, Musornas memilih 3
formatur. Ketiga formatur ini adalah Sultan Hamengkubuwono
mewakili pengurus lama, Sayidiman Suryohadiprojo (Ketua I PB
PASI) mewakili induk-induk oranisasi dan Rivai Harahap (Ketua
KONI Propinsi Aceh) mewakili KONI-KONI daerah. Ketiga tokoh ini
diberi waktu satu bulan untuk melahirkan pengurus yang baru.
Semula beredar suara cukup santer bahwa wakil dari PBSI
(Bulutangkis) menuntut agar dalam kepengurusan KONI Pusat yang
baru diikut-sertakan pimpinan dari induk-organisasi yang
berprestasi. Dalam hal ini PBS1 telah siap dengan calonnya, P.
Sumarsono, Sekjen PBSI sekarang. Kedudukan yang dibidik juga
Sekjen KONI Pusat. Tapi nampaknya kurang mendapat dukungan dari
peserta Musornas. Sebab menurut mereka, yang penting dalam
kepemimpinan KONI tidak hanya berkisar pada prestasi anak buah.
Namun lebih penting adalah kecakapan dan kemampuan mewadahi 30
lebih induk organisasi anggota KONI ke dalam dan keluar . Lagi
pula ada yang mengatakan bahwa kepemimpinan KONI Pusat bukan
semacam lembaga perwakilan yang memberi hak istimewa kepada
induk organisasi yang berprestasi. Pimpinannya harus dinilai
perorangan, tanpa embel-embel. Namun demikian, konon untuk PBSI
diberi "jatah" juga: Bendahara. Calonnya: tetap Sumarsono.
Cukup memusingkan
Siapakah Ketua Umum yang baru?. Pertanyaan ini menjadi lebih
menarik mengingat tekad pimpinan KONI yang baru untuk
menghapuskan predikat "pejabat" pada Ketua Umum. "Mungkin Sri
Sultan, mungkin Pak Suprayogi, mungkin juga orang lain", kata
seorang pengurus KONI Pusat yang lama. Tapi dari sambutan Sri
Sultan pada pembukaan Musornas, jelas ia tidak lagi berambisi
untuk memegang tampuk pimpinan KONI. Sejak pengangkatannya oleh
MPR menjadi Wakil Presiden RI Sri Sultan mengakui, ia tidak
dapat langsung memegang sendiri Pimpinan KONI Pusat. Tapi untuk
mengukuhkan Suprayogi menjadi Ketua Umum tanpa predikat "pe
jabat", tergantung pada kehendak para anggota. Sementara itu
suara anggota sendiri bukan tidak cenderung untuk menampilkan
muka baru . Namun dari keterangan-keterangan yang dapat
dikumpulkan TEMPO, Sri Sultan sebagai tokoh olahraga tidak rela
kala jabatan Ketua Umum itu dijadikan semacam pos yang hanya
untuk menampung bekas pejabat-pejabat tinggi lainnya. Jika, hal
itu sampai terjadi Sri Sultan kabarnya akan turun tangan
menyelamatkan KONI. Dan ia tak segan-segan untuk memegang
kembali jabatan Ketua Umum. Mengingat sampai sekarang dukungan
buat Sri Sultan hampir aklamasi.
Konon pengurus lama yang favorit akan bertahan disebut-sebut
nama Suprayogi, Gatot Suwagio (Ketua I Bidang Pembinaan
Prestasi) dan M.F. Siregar (Sekjen). Kedudukan Sekjen hampir
dipastikan dipegang Siregar kembali. Hanya untuk jabatan Wakil
Sekjen tidak lagi dipilih oleh Sekjen yang bersangkutan, tapi
ditentukan pula oleh ketiga orang formatur. Ketiga calon itu
tidak jauh berkisar pada Imam Suyudi (Pimpinan KONI Jaya),
Harsuki (Sekjen Perbasi) dan Sudono (Perbasi).
Nama pendatang baru lainnya disebut pula R.A. Kosasih (Ketua PB
Ikasi -- Anggar), Sayidiman Suryohadiprojo (Ketua PB PASI).
Kosasih selama mengletuai sidang KONI Paripurna ke-VII menarik
simpati para anggota berkat kepemimpinannya. Sayidiman favorit
di kalangan induk-induk organisasi. Tapi penempatan Sayidiman di
pimpinan KONI terbentur pada jabatannya di PASI. Ia termasuk
salah seorang pimpinan yang sedang membanting tulang
membangkitkan kegairahan Atletik yang selama ini melempem.
Mungkin buat Sayidiman disediakan pos yang tidak terlalu sibuk.
Untuk melengkapi selumh pos kepengurusan KONI dari Bidang
daerah, Bidang Prestasi, Bidang Organisasi, Bidang Luar Negeri
sampai Bidang Dana, nampaknya tidak begitu mudah. Kaderisasi
buat pos-pos penting itu nampaknya kurang mendapat pembinaan
yang setimpal. Terjadilah gap yang cukup memusingkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini