Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Ada mutu, ada taktik mengalah

Uni soviet kembali muncul sebagai juara umum turnamen tinju internasional piala presiden XII untuk yang ke-9 kalinya. I ndonesia berhasil meningkatkan mutu, meskipun ada taktik mengalah.

25 Februari 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AMBISI Indonesia untuk menjadi juara umum Turnamen Tinju Internasional Piala Presiden XII kandas. Walau berbagai cara sudah ditempuh, turnamen yang berakhir Minggu malam lalu di Istora Senayan Jakarta itu hanya menempatkan Tim Indonesia A sebagai urutan kedua, di bawah Uni Soviet. Dari pengumpulan medali emas, urutan itu malah melorot menjadi nomor tiga setelah Uni Soviet dan Korea Selatan. Ada hiburan lain, Faisal dan Pino Bahari terpilih sebagai petinju favorit. PB Pertina menurunkan 24 petinju dengan membaginya ke dalam 3 tim -- Indonesia A, B, dan C. Di tim A berkumpul petinju-petinju kuat, yang dalam latihan sehari-hari memang mengungguli tim B dan C. Di final, dari tiga tim itu, Indonesia hanya berhasil menempatkan 8 petinju dalam 5 kelas. Itu berarti ada tiga kelas "perang saudara" dan hanya di situlah medali emas ditimba. Medali-medali itu pun berpencar di tiga tim, dan tak bisa digabungkan untuk menentukan peringkat juara. Indonesia A memperoleh 2 emas, 2 perak, dan 2 perunggu. Medali emas itu dihasilkan Mohar Sutan setelah menundukkan rekan selatihannya Elvis Kahiking (tim C) di kelas nyamuk (45 kg). Dan Adrianus Taroreh yang menang WO atas Firman Pangeran (tim B) di kelas ringan (60 kg). Indonesia memperoleh I emas, 2 perak, dan I perunggu. Medali emas itu diraih Matheus Lewaherilla di kelas bulu (57 kg) yang menang angka atas rekan latih tandingnya Ilham Lahia (tim A). Tim C hanya menghasilkan 1 perak dan 3 perunggu. Sayangnya, ambisi untuk menjadi juara umum itU dllakukan dengan cara-cara yang sempat dicemooh penonton. Kamis pekan lalu, pada semifinal turnamen yang diikuti 13 negara termasuk tuan rumah ini, petinju Indonesia memperagakan "tinju sabun". Pelatih tim B secara terang-terangan melemparkan handuk ke atas ring, meskipun petinjunya, Syamsul Siregar, masih segar untuk melawan Mohar Sutan dari tim A. Teriakan "lempar handuk, lempar handuk" dari sekitar 5.000 penonton makin bergema sewaktu Ilham Lahia (tim A) melawan Alex Mailao (tim C). Handuk memang tak dilempar ke ring, tapi Ilham memenangkan pertandingan. Menurut pelatih kepala, Paruhum Siregar, taktik mengalah yang memang disepakati tim-tim ini adalah usulannya. Alasannya itu tadi, agar tim A bisa mengumpulkan medali sebanyak-banyaknya dan keluar sebagai juara umum. "Apalagi petinju-petinju yang bernaung di Tim Indonesia A adalah petinju nomor satu, dan selama dalam latihan petinju yang bergabung di Indonesia B dan C sering kalah," kata Paruhum kepada Bambang Aji S. dari TEMPO. Menurut Paruhum, para petiniu menerima denan baik "taktik" ini. Namun, dalam final di kelas bulu, ketika Matheus dari tim B menantang Ilham Lahia dari tim A, penonton sempat terhenyak karena "tinju sabun" tak diperagakan Matheus -- juga pelatihnya. Matheus ngotot dan menang, yang membuat ia menyumbangkan satu-satunya emas untuk timnya. Mungkin karena ia -- dan pelatihnya -- sudah membaca tim Soviet tak bisa dibendung untuk merebut juara umum. Turnamen tinju internasional yang telah diakui oleh Persatuan Tinju Amatir Internasional (AIBA) ini adalah gebrakan pertama PB Pertina dengan pengurus baru yang dipimpin Ketua Umum Adolf Sahala Radjagukguk. Karena itu, turnamen ini dijadikan ujian sampai sejauh mana pengurus baru berhasil meningkatkan mutu petinju. Sahala Rajagukguk gembira dengan hasil yang sudah dicapai "Ini berarti jurang prestasi antara petinju yang satu dan yang lain di setiap kelas tidak terlalu mencolok," ujar Sahala sewaktu ditemui Liston P. Siregar dari TEMPO. Ia memberi contoh menangnya Matheus dari Ilham, yang banyak mengenyam pertandingan dunia, seperti Olimpiade. Dari turnamen ini, Sahala melihat petinju kita untuk kelas-kelas bawah -- dari kelas nyamuk (45 kg) hingga kelas ringan (60 kg) -- masih bisa mengimbangi petinju negara lain. Diharapkan, baik pelatih maupun petinju blsa mempelajari kekurangan dan kelebihan itu untuk persiapan SEA Games XV Kuala Lumpur, Agustus mendatang. "Semua pertandingan petinju Indonesia kita rekam," kata Sahala. Memang, jika dibandingkan turnamen serupa tahun lalu, turnamen kali ini ada peninkatan. Tahun lalu, dari 29 petinju yang diturunkan, hanya 2 emas yang diraih, melalui Agus May dan Adrianus Taroreh. Tidak heran kalau Sekjen PB Pertina Hamidy Haroen mengatakan, 60% petinju yang dipersiapkan untuk menghadapi SEA Games mendatang akan diambil dari tim Piala Presiden ini. Terutama bagi kelas-kelas di bawah kelas welter. Sedangkan untuk kelas ringan hina kelas berat, "akan diambil dari luar tim yang sekarang ini," ujar Hamidy. Petinju tamu, selain Amerika Serikat yang mengirim petinju "asal memenuhi undangan", umumnya bermutu bagus. Uni Soviet, yang tidak pernah absen sepanjang penyelenggaraan Piala Presiden, benar-benar mengirim petinju terbaiknya. Datang dengan 10 petinju, Soviet menempatkan 7 petinju di final. Ia merebut juara umum untuk ke-9 kalinya, dengan mengantungi 5 emas, I perak, dan 2 perunggu. Petinju yang dibawanya adalah hasil kejurnas di negeri itu bulan lalu. Negara Beruang Merah ini bahkan mengikutsertakan peraih medali emas Olimpiade Seoul, yakni Janovsky Viacheslav di kelas welter (67 kg). Itu yang membuat Rachov Valeri, pelatih Soviet, sesumbar begitu tiba di Bandara Soekarno-Hatta bahwa timnya akan merebut juara umum "Turnamen ini merupakan pemanasan guna menghadapi Kejuaraan Eropa di Athena, Mei nanti," ujar Veleri. Dari sisi penyelenggaraan turnamen kali ini menunjukkan kerja keras pengurus baru PB Pertina. Setiap malam, tidak kurang dari 5 ribu penonton memadati Istora Senayan. Bahkan di malam final jumlah itu mencapai dua kali lipat. Ini menggembirakan, baik bagi pengurus maupun penonton -- apalagi kalau misalnya "tinju sabun" tadi bisa dihindari.Rudy Novrianto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum