Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mau untung, malah buntung

24 bursa komoditi yang tidak resmi beroperasi secara tidak sah, ada yang berani cantumkan peraturan pemerintah dalam brosur-brosurnya. padahal pemerintah telah menetapkan: badan pelaksana bursa komoditi, yang sah.

25 Februari 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KIAT pedagang adalah mencari lubang-lubang rezeki, meski dilarang sekalipun. Ini paling jelas tampak dalam bisnis perdagangan komoditi fiktif, yang dikenal sebagai commodity future trading. Kendati dilarang berkali-kali, tapi tak kurang dari 24 perusahaan bererak di bidang ini. PP No. 35 tahun 1982, misalnya, menetapkan bahwa satu-satunya pelaksana bursa komoditi hanya lemerintah, yakni Bapebti (Badan Pelaksana Bursa Komoditi), yang bernaung di bawah Departemen Perdagangan. Juga ada Keppres 80-1982, yang mengatur pendirian dan pokok-pokok organisasi bursa komoditi. Tentu saja hanya pialang yang terdaftar di Bapebti yang boleh melakukan kegiatan seperti itu. Tapi aturan tinggal aturan. PT Duta Buana Gloria yang berkantor di Gedung IKPN, Gondangdia, Jakarta, dan menjadi agen dari bursa komoditi Tokyo dan Hong Kong, telah mencantumkan kedua peraturan pemerintah itu dalam brosur-brosurnya. Ada kesan, seakan-akan mereka sah. "Jelas, peraturan pemerintah telah disalahgunakan," kata Ketua Bapebti Rudy Lengkong, yang melihat sendiri brosur Duta Buana Gloria itu. Tapi ada yang menafsirkan lain. "Yang dilarang 'kan kalau kita bikin bursa sendiri," kata General Manager PT Satria Nugraha Sejati Arnold Soukotta Johan. PT SNS menurut Johan, sama sekali tak melanggar aturan. "Kami cuma agen, commission house, bursanya kita ambil dari Tokyo," tuturnya. Begitulah kiatnya. Perusahaan swasta seperti PT SNS dan Duta Buana Gloria jumlahnya sekitar 24 -- malah ada yang berdiri sebelum Bursa Komoditi Indonesia lahir pada tahun 1984. Sebagian sudah bangkrut ditinggalkan nasabahnya, atau ditinggalkan pialangnya. Waluyo. Bimo, misalnya, semula menjadi koordinator di bursa Winopac Centra, kini telah mendirikan PT Bahanadhana Persada. Perusahaannya beroperasi di gedung Kosgoro dan bertindak sebagai agen bagi pialang Madura Co. dari bursa gula Manila. Ia terus terang mengatakan bahwa perusahaannya mempunyai SIUP (bisnis jasa konsultan) resmi dari Kanwil Perdagangan DKI. "Kami pun mempunyai NPWP dan membayar pajak sekitar Rp 2 juta per tahun, sesuai tagihan yang datang," katanya. Ada yang menuding bahwa bisnis mereka itu merugikan masyarakat. Alasannya? Bursa itu merangkap jadi pintu pelarian bagi modal kita ke luar negeri. Soalnya, setiap perusahaan menuntut setiap nasabah mendepositokan uang rata-rata US$ 3.000-5.000. Jika mereka mempunyai 30 nasabah saja, berarti sudah sekitar US$ 90.000-150.000 yang harus dititipkan oleh setiap agen pialang ltu. "Memang ada keharusan bagi kami menitipkan uang untuk kliring di bursa Manila atau Hong Kong. Tapi ada nasabah kami yang dalam tcmpo 4 bulan bisa meraih laba 100%." Kemudian ia melanjutkan, "Orang sini kalau untung, diam saja, sih. Kalau rugi, baru mereka ribut." Akhir-akhir ini memang banyak berita rugi. Di Manado, seperti diberitakan Kompas, ada perusahaan yang menguras nasabah sampai puluhan juta rupiah. Di Jakarta, menurut Bisnis Indonesia, bahkan seorang anak pejabat kebobolan ratusan juta rupiah. Seorang nasabah yang tak mau namanya disebut, berucap, "Uang ibu saya sepuluh ribu dolar amblas," katanya. "Yang begitu sih banyak, kalau terjadi disini, ya, silakan saja diselesaikan menurut hukum," kata Johan. Ia yakin, dasar hukum perjanjian dengan nasabah, dirasanya cukup kuat. Dan itu memang bukan rahasia. "KontraJ yang harus ditandatangani itu menempatkan nasabah di posisi yang lemah," kata Rudy Lengkong, sambil memperhhatkan sebuah contoh kontrak. Tapi Waluyo dan Johan berpendapat sebaliknya. "Kami menyelamatkan komisi yang biasanya lari ke perusahaan luar negeri," ia berkilah. Sedangkan menurut Waluyo, Bapebti justru harus berusaha supaya bursa komoditi Indonesia segera membuat perdagangan fiktif. "Supaya perusahaan pialang di sini bisa menarik modal asing ke sini. Kalau Filipina dan Hong Kong bisa menarik orang Indonesia, mengapa kita tidak?" kata Waluyo. "Bapebti itu seperti orang hidup segan mati tak mau," Johan bertamsil. Dengan kondisi seperti sekarang ini, menurutJohan, tak akan ada orang yang mau ikut bursa lokal. "Jika BKI bikin pasar future pun belum tentu saya masuk. Kita 'kan orang dagang -- harus cari untung ," katanya. Rudy mengungkapkan bahwa "Sedang diteliti sungguh-sungguh dari semua aspek. Jadi, tak bisa buru-buru bikin pasar future di sini," ia beralasan. "Banyak kepentingan yang harus dilindungi, termasuk kepentmgan masyarakat," kata Rudy lagi. Kegiatan pasar future itu sendiri harus didasari undang-undang yang jelas. Lantas Rudy mencontohkan bursa komoditi Chicago yang terus dilindungi undang-undang, tapi masih bobol juga. "Itu karena praktek tidak jujur dari para pialang, dan itu juga bisa terjadi di sini sekarang ini, katanya.Yopie Hidayat, MW

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum