Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

SK palsu, pegawai negeri palsu

Burhan ali dahlan memalsu sebanyak 264 surat keputusan pengangkatan pegawai departemen agama, yang melibatkan bekas pegawai maupun yang masih aktif di depag. ia mempunyai jaringan di berbagai daerah.

25 Februari 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIAPA yang tak akan merasa ketiban bulan bila di masa sulit mendapat pekerjaan sekarang ini tiba-tiba diterima menjadi pegawai negeri ? Hati Nani Yuningsih pun berbunga-bunga begitu Surat Keputusan (SK) pengangkatan pegawai negeri di lingkungan Departemen Agama Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, untuk dirinya turun. Ia segera mengundang beberapa temannya untuk syukuran. Ternyata, hanya tiga bulan lulusan SGO itu "menikmati" predikat pegawai negeri. Ia bagaikan orang yang tiba-tiba tersentak dari mimpi indah. SK yang ada di tangannya palsu. Awal bulan ini, tim gabungan Polres dan Kodim Ciamis menggulung sindikat pemalsu SK di lingkungan Departemen Agama. Adalah Dahlan Ali Rahman, 43 tahun, yang diduga sebagai otak komplotan itu. Ia dibantu, antara lain, oleh Kepala Tsanawiyah, Penilik Pendidikan Islam, dan staf Bagian Personalia Kantor Departemen Agama -- semuanya di Ciamis. Sindikat yang konon bekerja sejak 1985 itu mempunyai larangan di berbagai daerah, termasuk Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jakarta. Selain menipu Nani, sindikat itu juga menipu sekitar 264 orang, di 26 kabupaten/kotamadya di Jawa. Kepada calon korban, Dahlan berlagak sebagai pejabat yang mampu mengurus SK di lingkungan Depag dengan cepat. Si calon pun membuat surat lamaran. Hebatnya dalam tempo singkat Dahlan bisa menunjukkan surat keterangan dari BAKN bahwa lamaran calon tersebut sudah disetujui. Semua itu tentu saja tak gratis. Untuk formasi golongan III A (sarjana), misalnya Dahlan mematok Rp 1,5 juta. Di bawah itu, golongan II A (SMTA) atau II B (sarjana muda), dia mengutip Rp 700 ribu hingga Rp 1 juta. Jika si calon melunasi tarif itu, maka ia langsung dapat melihat SK pengangkatan lengkap dengan Nota Persetujuan BAKN beserta NIP-nya dan daftar standar gaji. Cara mereka memang meyakinkan. "Apalagi syaratnya sangat mudah. Tanpa tes dan dananya bisa diatur alias dicicil," kata Nani yang tertipu Rp 1 juta. Seorang korban lain, Am Karchi, 55 tahun, bahkan rela menjual kerbaunya agar anaknya mendapat SK itu. Khusus di Ciamis, sindikat itu mampu menipu 105 orang dan mengeruk uang Rp 97 juta. Di seluruh Jawa Barat ditemukan sekitar 156 SK palsu, di Jawa Tengah dan Jawa Timur masing-masing 24 lembar dan 18 lembar, dan di Jakarta 12 orang yang tertipu. Diperkirakan sindikat itu sudah mengantungi sekitar Rp 345 juta uang korban. Menurut Kapolres Ciamis, Letkol. Didi Widayadi, pemalsuan itu terbongkar bermula dari kecurigaan aparat terhadap sebuah kopi SK yang diterima dari saiah seorang calon pegawai pada November lalu. "Saya heran kenapa SK itu berlakunya maju. Padahal, biasanya kan berlaku surut. Dan dalam SK itu juga tak tercantum nomor register dari BAKN," katanya. Dituntun kopi SK itu, pada November itu juga tim Buru Sergap Polda Ja-Bar menggerebek rumah Dahlan di Bekasi. Di situ ditemukan 187 berkas SK palsu. Dahlan sendiri lolos. Penggerebekan selanjutnya, di Cirebon, menemukan 101 berkas permohonan dan 302 salinan ijazah. Dahlan, yang terakhir menjabat sebagaikepala Madrasah Aliyah Cibitung itu, akhirnya ditangkap di Sukabumi. Lelaki bertubuh gemuk itu membantah sebagai otak sindikat ini. "Sebenarnya otak pemalsuan itu Burhan," kata alumnus IAIN Sunan Gunung Jati ini kepada TEMPO. Ia kini terbaring di RSU Ciamis, karena menderita penyakit tifus.. "Dan saya sepeser pun belum menerima uang," ujarnya. Tapi Kapolres Ciamis Didi Widayadi tak percaya bantahan Dahlan itu. Sebab, ketika diperiksa polisi, Burhan ternyata tak meyakinkan disebut sebagai otak sindikat. Sementara itu, Dahlan ketahuan mampu membangun dua rumah mewah di Bekasi dan Cirebon serta membeli kendaraan pribadi. Diduga, semua itu hasil dari penipuan. Sekjen Departemen Agama Tarmizi Taher, pada jumpa persnya mengakui bahwa sindikat itu melibatkan pegawai Departemen Agama, baik yang telah dipecat maupun yang masih aktif. Semua itu, katanya, akan ditindak. Tapi bagaimana nasib mereka yang telanjur menjadi pegawai Departemen Agama palsu seperti Nani?" Mereka bukan tanggung jawab Depag," kata Tarmizi. Lapangan kerja itu memang sangat mahal di Indonesia.Laporan Hedy S. (Bandung) dan Tommy T (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum