Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

olahraga

Pesohor Mengubah Wajah Sepak Bola

Kaesang Pangarep, Raffi Ahmad, Atta Halilintar, dan beberapa pesohor lain membeli klub sepak bola Liga 2. Untuk apa?

4 September 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Para pesohor membeli klub Liga 2 sepak bola.

  • Mereka percaya bisa mengubah struktur pemilik suara dalam pemilihan PSSI.

  • Apakah menguntungkan?

TEKAD Kaesang Pangarep, 26 tahun, untuk terjun ke bisnis sepak bola sudah mantap. Dalam rapat umum pemegang saham luar biasa PT Persis Solo Saestu di Hotel Alila Solo, 23 Maret lalu, anak bungsu Presiden Joko Widodo dan Iriana itu mengakuisisi 40 persen saham perusahaan pemilik klub Persatuan Sepak Bola Indonesia Surakarta (Persis) Solo tersebut. Menurut Kaesang, bisnis sepak bola menjanjikan asal dikelola secara profesional. "Buktinya, Persis Solo bisa menggaet sponsor yang tidak hanya kredibel di skala lokal, tapi juga internasional," katanya melalui surat elektronik, Kamis, 2 September lalu.

Ujaran tentang sponsor klub asal Solo, Jawa Tengah, itu bukan cuma klaim Kaesang. Sejak ia menjadi pemilik saham mayoritas klub berjulukan Laskar Samber Nyawa tersebut, sudah hampir selusin perusahaan berkomitmen penuh menjadi sponsor meski Liga 2 musim 2021-2022 belum dijadwalkan. Ada 11 brand yang menghiasi jersey Persis Solo yang berwarna merah, yakni Free Fire, Gurih, Bank Aladin, Vidio, ID Express, Hanamasa, Sang Pisang, Plevia, Tokopedia, JPT, dan Indo Agro. "Kenapa? Karena mereka melihat potensi Persis yang punya nilai market besar, dan juga basis suporter yang militan sejak bertahun-tahun," ucap Kaesang.

Kaesang menekankan peran penting suporter dalam menggaet sponsor. Menurut dia, Indonesia memiliki jutaan penggila bola yang begitu fanatik terhadap klub kesayangan. Loyalitas itu, bagi dia, bisa disulap menjadi potensi pasar yang besar. Di luar kelompok penggemar Persis yang dikenal dengan sebutan Pasoepati dan Surakartans, bukan tak mungkin klub itu mendapat dukungan dari para fan Kaesang, yang kanal YouTube-nya memiliki 1,13 juta pengikut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Chairman RANS Cilegon FC Raffi Ahmad (kanan) dan Chief Operating Officer (COO) Darius Sinathrya (kiri) mengikuti Kongres PSSI 2021 di Jakarta,29 Mei 2021./ANTARA/Akbar Nugroho Gumay

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain Kaesang, ada nama pengusaha muda Kevin Nugroho dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir yang mengambil alih saham mayoritas PT Persis Solo Saestu (PSS) dari pemilik sebelumnya, Vijaya Fitriyasa. Kevin menguasai 30 persen saham dan Erick 20 persen. Adapun 10 persen saham lain dimiliki oleh para pendiri PT PSS dan 26 tim internal. "Kami ingin mengembalikan Persis ke identitas aslinya. Pemilik dan orang yang terlibat memang orang Solo yang paham betul kebanggaan warga Solo terhadap Persis," ujar Kevin, Kamis, 2 September lalu.

Kevin adalah pengusaha muda dari Kota Batik itu. Ia berkongsi dengan Kaesang dalam banyak bisnis dan startup, seperti perusahaan pembuat jas hujan dan alat pelindung diri, PT Plevia Makmur Abadi; penerbit game, Hompimpa Games; situs web jejaring sosial untuk para pekerja kreatif, Kreavi; dan perusahaan teknologi penyedia nilai tambah bagi pemilik warung makan, Wahyoo. Kevin pun membeberkan tujuannya menanamkan modal ke Persis, yaitu mengangkat prestasi klub tersebut.

Kevin pun menargetkan tim Alap-alap Jawa itu menembus Liga 1 sebelum berusia 100 tahun pada 2023. Seusai akuisisi, Kaesang, Kevin, dan Erick merombak jajaran pelatih, pemain, dan manajemen untuk memodernisasi pengelolaan klub. "Kami melakukan rekrutmen terbuka untuk level manajemen. Memang memilih orang terpercaya yang sudah berpengalaman di bidangnya," tutur Kevin. "Jadi tidak ada lagi kesan titipan atau gerbong yang sering melekat pada manajemen sebelumnya."

Bersih-bersih ala manajemen baru ternyata masih meninggalkan persoalan pelik yang bisa menjadi batu sandungan bagi Persis dalam menapaki kompetisi. Pada 13 Agustus lalu, Asosiasi Pemain Profesional Indonesia mewakili 18 pemain Persis musim kompetisi 2020 mengajukan gugatan ke Badan Penyelesaian Sengketa Nasional Sepak Bola Indonesia. Para pemain itu menuntut pembayaran gaji yang tertunggak sebesar Rp 2,33 miliar. Kevin berdalih tunggakan itu merupakan kewajiban manajemen lama. "Kami berkomitmen membantu para pemain untuk mendapatkan hak mereka," ujarnya.

Jejak Kaesang dan Kevin rupanya diikuti oleh duo Raffi Ahmad-Rudy Salim. Berselang delapan hari setelah Kaesang-Kevin-Erick memborong saham Persis Solo, Raffi dan Rudy membeli 100 persen saham klub Liga 2 lain, Cilegon United. Raffi, yang memiliki perusahaan Rans Entertainment, dan Rudy Salim, pengusaha otomotif pemilik Prestige Motorcars, lantas mengubah nama klub itu menjadi Rans Cilegon Football Club. Keduanya pun berencana memindahkan kandang klub berjulukan Ranskandia tersebut dari Stadion Krakatau Steel di Cilegon, Banten, ke Stadion Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta.

Raffi dan Rudy juga merombak manajemen klub. Hamka Hamzah, legenda tim nasional sepak bola Indonesia, menempati posisi manajer. Lalu juru taktik berpengalaman Bambang Nurdiansyah ditunjuk sebagai pelatih. Keseriusan Rans menyambut kompetisi Liga 2 tampak dari serangkaian laga uji coba di Turki pada Agustus lalu. "Kita ingin ke tim yang lebih besar, pokoknya antara Inggris dan Spanyol," kata Raffi dalam pesan video yang diunggah di kanal Rans Entertainment pada Rabu, 1 September lalu.

Aksi beli klub sepak bola ini menular ke pesohor lain, Atta Halilintar. Pemilik kanal YouTube AH yang memiliki 28,7 juta pengikut itu terjun ke industri sepak bola dengan mengakuisisi klub Putra Safin Group (PSG) Pati. Atta menggandeng juragan toko telepon seluler PStore, Putra Siregar. Mereka pun mengubah nama klub Liga 2 itu menjadi AHHA PS Pati Football Club. "Aku sama Bang Putra dari dulu mau punya tim bola. Emang kita enggak pernah ke tim profesional, cuma bisa bikin tim fun football. Jadi sekarang tim profesional," ucap Atta seperti dikutip dari Antara, 14 Juni lalu.

Manajer AHHA PS Pati FC, Doni Setiabudi, mengatakan banyaknya pesohor yang menanamkan modal ke klub sepak bola Tanah Air tidak murni bertujuan mendapatkan keuntungan finansial dalam waktu dekat. Menurut dia, sebagian besar klub Indonesia masih mengandalkan subsidi dana dari pemilik klub. "Setiap pemilik klub di Indonesia pasti mengeluarkan uang. Selama ini industri sepak bola kita baru mau merangkak, belum menguntungkan," ujarnya saat dihubungi, Jumat, 3 September lalu.

Menurut prediksi Doni, sebagian besar klub harus menambal sekitar 50 persen kekurangan biaya operasional dari kocek pribadi pemilik. Namun jumlah itu bisa berkurang jika manajemen pintar mencari sponsor. "Kalau kami di AHHA, karena sponsor sudah lumayan banyak, tidak terlalu berat (pemiliknya). Walaupun dana sponsor itu baru cair nanti pas kick-off (Liga 2)," tutur pria yang akrab disapa Jalu ini. "(Dana) sponsor AHHA sudah di atas 50 persen dari biaya operasional.”

Dana sponsor, Jalu menambahkan, adalah nyawa utama sebuah klub dalam mengarungi kompetisi selama setahun. Jalu tak menampik adanya dana subsidi dari PT Liga Indonesia Baru selaku penyelenggara kompetisi, tapi jumlahnya hanya cukup untuk menutup 10 persen pengeluaran dalam setahun. "Yang paling penting liga berjalan aja. Kalau tidak berjalan apa yang mau disponsori?" ucap Doni, yang telah menjadi manajer sejak klub itu masih bernama PSG Pati. Kompetisi, Jalu melanjutkan, harus berjalan sesuai dengan jadwal sehingga klub mudah meyakinkan sponsor. "Karena sepak bola ini bisnis kepercayaan.”

Mantan Direktur Kompetisi Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), Tommy Welly, mengatakan wajah-wajah baru masuk ke dunia sepak bola bukan semata karena iklim industri ini menjanjikan keuntungan finansial. Menurut dia, selama lebih banyak citra negatif pada liga, sponsor tak tertarik mengucurkan dana. Mantan jurnalis olahraga ini menyebutkan keputusan Bank Rakyat Indonesia menjadi sponsor kompetisi Liga 1 pun tidak murni didasari hitungan bisnis. "Ketua Umum PSSI sendiri mengucapkan terima kasih atas bantuan Menteri BUMN melibatkan BRI," kata Tommy, Rabu, 1 September lalu.

Ia menyebutkan fenomena kepemilikan klub oleh pesohor bakal mengubah struktur pemilik suara dalam pemilihan Ketua Umum dan Komite Eksekutif PSSI. Hal ini, dia menambahkan, bakal mengubah wajah politik sepak bola di Indonesia. "Oligarki lama dan new wave," tutur Tommy. Pemilik suara dalam pemilihan Ketua Umum PSSI, Tommy menjelaskan, terdiri atas 18 klub Liga 1, 16 klub Liga 2, 16 klub Liga 3, serta 34 suara Asosiasi Pengurus Provinsi PSSI. "Kalau asosiasi pengurus provinsi biasa dikendalikan oleh kekuasaan atau petahana, tergantung arah angin saja," ujarnya.

Tommy menambahkan, pemilihan ketua umum induk olahraga sepak bola yang bersih dan tidak gampang dikendalikan oleh kekuatan lama yang rekam jejaknya buruk bisa menjadi harapan bagi sepak bola Indonesia. Karena itu, asa mendapatkan kompetisi yang berkualitas harus diraih lewat perbaikan menyeluruh dengan mengutamakan pengelolaan yang transparan. "Selama ini kan kita tidak pernah tahu jumlah dana sponsor yang diterima PSSI," tuturnya.

Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan menyebut fenomena pesohor membeli klub sepak bola sebagai bukti kepercayaan terhadap PSSI. Iriawan mengungkapkan, beberapa tahun belakangan, sepak bola nasional, khususnya kompetisinya, selalu diterpa isu mafia sepak bola serta pengaturan skor. "Ini mungkin yang membuat pesohor, artis, investor enggan masuk ke industri bola. Tapi sekarang tidak," katanya, Kamis, 3 September lalu.

Iriawan menyatakan pihaknya berkomitmen menjaga kualitas kompetisi dengan menggandeng Kepolisian Republik Indonesia melalui Satuan Tugas Mafia Bola. Pria yang akrab disapa Iwan Bule ini berjanji menjaga kepercayaan para investor. "Jangan sampai kita kembali ke zaman dulu, kompetisi sudah ditentukan juaranya, skor diatur, dan lain-lain. Imbasnya merugikan image PSSI dan PT Liga Indonesia Baru sebagai operator," ucapnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus