DALAM tradisi Piala Dunia, Jerman Barat punya prestasi hebat, satu-satunya negara yang tak pernah gagal mencapai putaran final. Kalau toh ia absen pada 1930 dan 1950, itu bukan lantaran kalah di babak penyisihan, tapi karena urusan di dalam negeri yang memaksa negeri itu tak mengirim tim. Jika pasukan pelatih "Kaisar" Franz Beckenbauer nanti menginjakkan kaki di Italia, itulah partisipasi Jer-Bar yang ke-12 kali sejak Piala Dunia pertama di Uruguay, 1930. Dan hanya Jer-Bar yang mampu lima kali mencapai final dan dua kali merebut Piala Dunia pada 1954 dan 1974. Sebuah prestasi yang hanya kalah dengan Brasil dan Italia, yang sudah tiga kali merebut piala kebanggaan sepak bola sejagat itu. Kali ini Jer-Bar patut diperhitungkan sebagai calon juara. Beckenbauer terkenal begitu "konservatif" dan selektif dalam memilih pemain. Memang, pada pertandingan uji coba ia kalah dengan Prancis dan seri melawan Uruguay. Tapi itu sama sekali tak menunjukkan bahwa tim ini lemah. Apalagi Piala Dunia ini merupakan yang terakhir bagi Beckenbauer, sebelum digantikan Berti Vogts, bekas bintang Jer-Bar lainnya. Empat pemain eks Piala Dunia 1986 masih tetap direkrut Beckenbauer. Mereka adalah Lothar Matthaus, Andreas Brehme, Rudi Voller, dan Thomas Berthold. Pemain senior ini diharapkan membagi pengalaman kepada pendatang baru. Di final Piala Dunia 1986, Jer-Bar dikalahkan Argentina. Beckenbauer tentu saja tak menumpukan sepenuh harapan pada pemain-pemain tua. Bintang muda yang hebat bertaburan di Bundesliga. Paling tidak, ada 11 gelandang top dan 6 orang di antaranya berusia di bawah 23 tahun. Beckenbauer tahu benar siapa yang terbaik di antara para yunior tadi. Dia merekrut Hansi Dorfner, 24 tahun, pemain tengah asal Bayern Munich. Lalu, Andy Moller, 22 tahun, gelandang klub Borussia Dortmund. Kedua anak muda ini akan mendampingi bintang lapangan tengah yang makin menanjak, Thomas Hassler. Nah, anak Berlin yang lahir 23 tahun lalu inilah tumpuan harapan tim sepak bola Jer-Bar ke Piala Dunia Italia. Ya, Hassler merebut begitu banyak halaman di koran-koran Jer-Bar. Pembaca koran olahraga Kicker, misalnya, memilih Hassler sebagai idola mereka untuk tahun 1988. Tahun lalu, 18 klub Bundesliga, termasuk pelatih dan manajer tim Beckenbauer, memilih Hassler sebagai Player of the Year. Alasannya, karena semangat bertarungnya yang besar dan keterampilannya yang prima. Jago-jago lapangan tengah terdahulu, seperti Gunter Netzer dan Wolfgang Overath, juga memuji Hassler. "Dialah pemain tengah terbaik dalam sejarah Jerman Barat," begitu Overath memuji. Pujian itu membuat harga Hassler juga melambung. Tiga pekan lalu, Hassler secara resmi meninggalkan klubnya, Cologne dan pindah ke Juventus, Italia. Kepastian pindahnya Hassler diumumkan setelah pertandingan semifinal Piala UEFA di Cologne. Saat itu Juventus dipaksa bermain 0-0 oleh Cologne. "Uang transfernya lebih dari 15 juta mark," ujar Manajer Cologne, Wolfgang Schaenzler. Itu sama dengan US$ 8,8 juta atau hampir Rp 15 milyar. Hassler, selama empat tahun masa kontraknya, akan menerima gaji US$ 800 ribu setahun. Inilah rekor transfer baru di Bundesliga. Rekor sebelumnya, penyerang tengah Werder Bremen, Karl Heinz Riedle, menerima uang pindah 13 juta mark ketika ditarik Lazio, Italia. Uang segitu banyak ternyata membahayakan Hassler. Dua hari setelah ia menandatangani kontrak dengan Juventus, terpaksa Hassler mendatangkan bodyguard. Itu terjadi setelah sebuah koran di Cologne menerima telepon gelap dari seseorang yang mengancam akan menculik Hassler, kalau ia jadi pindah ke Juventus. Tapi Hassler memang "anak bandel". "Tanpa atau dengan adanya ancaman penculikan itu, saya tetap bermain normal seperti biasa," katanya santai. Sifat bandel dan bakat sepak bola diwarisi Hassler dari ayahnya, Klaus, seorang pemain sepak bola amatir di Berlin. Orang-orang menjuluki Klaus sebagai "Nurmi", karena gaya berlarinya yang srudak-sruduk seperti orang gila. Hassler juga begitu, siap selalu berantem dan beradu badan di lapangan tengah. Sejak kecil, waktu di usia lima tahun, ia masuk klub anak gawang Meteor 06 Berlin, ia memang sudah kerap bermain keras. Tapi kemampuannya mengolah bola membuat ngiler para pemandu bakat. Hassler sempat bermain di Reinickendorfer Fuchsen, sebelum membela panji F Koln pada 1984 dalam usia 18 tahun. Ia sudah bermain untuk Koln sebanyak 115 kali, dan pada kompetisi tahun lalu ia mencetak 11 gol. Di tim nasional, debutnya dimulai tahun lalu, ketika Jer-Bar bertanding melawan Finlandia di Helsinki dalam Pra Piala Dunia 1990. Sebelum itu, Hassler ada dalam tim Under 21, yang merebut medali perunggu di Olimpiade Seoul 1988. Lihatlah bagaimana Hassler men-dribble bola, lalu mengumpan ke depan, atau langsung melesakkan si kulit bundar ke gawang lawan dengan tendangan geledeknya. Namun, di saat-saat ia absen dari bola, Hassler sibuk dengan urusan pindah rumah yang berkali-kali dilakukannya di Koln, bersama istrinya Angela. Pemain yang tingginya 1,66 cm dan berat 66 kg ini agak cerewet soal rumah. Di Italia nanti, Hassler jelas merupakan bintang baru yang pantas ditonton dan siapa tahu jadi favorit Anda. Kecuali, kalau penampilannya digerogoti "musuh" utamanya: kegemukan. Memang, itu salah satu "penyakitnya". Soalnya, ia amat doyan kue-kue bergula, kentang goreng, dan hamburger. Toriq Hadad
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini