KALAU di kompetisi Galatama disebut-sebut banyak kasus suap, itu bukan berita. Tapi, kalau sepak bola Asia juga dikatakan dijangkiti "kanker" suap ini pasti berita. Yang bikin berita itu tak lain adalah Presiden FIFA Joao Havelange. Ia berbicara pada Kongres Asian Football Confederation (AFC) ke-14 di Bali, Sabtu pekan lalu. "Di Asia ini sangat banyak dijumpai kasus suap dan korupsi. Ini persoalan serius," kata orang pertama top organisasi sepak bola dunia itu di Pertamina Cottage, Bali. Korupsi? Memang, tapi bukan soal uang. Havelange mengatakan bahwa korupsi itu terjadi dalam kejuaraan-kejuaraan penting. Yakni, manipulasi umur. Misalnya pada World Youth Championship 1989 kelima di Arab Saudi. Kejuaraan ini diikuti negara-negara di luar Asia, namun kasus pencurian umur kebanyakan melibatkan kesebelasan dari Asia. Havelange menduga kuat adanya pencurian umur juga terjadi dalam Olympic Football Tournament yang diselenggarakan pada 1992 nanti. Turnamen tingkat dunia ini untuk pemain berusia 23 tahun ke bawah. Havelange mengetahui dari nama-nama pemain yang sudah disetor ke FIFA. Namun, Kongres AFC itu sendiri tak membicarakan suap dan pencurian umur. Acaranya adalah pemilihan pengurus. Dalam sejarah AFC, Kongres Bali inilah yang terpanjang, selama enam jam, dan paling banyak diwarnai adu debat. Saking panjangnya, acara makan siang untuk utusan 32 negara -- dari 37 negara anggota AFC -- peserta kongres bersama Wakil Gubernur Bali terpaksa dibatalkan. Dan baru kali inilah ada peserta kongres yang melakukan walk over alias meninggalkan ruang sidang. Insiden itu terjadi ketika utusan Malaysia, Datuk Paul Murugasu, mempertanyakan status Taiwan: apakah sudah berhak mendapat satu suara penuh. Jawaban Presiden AFC Tan Sri Hamzah Abu Samah tidak memuaskan Murugasu. Murugasu juga mempertanyakan keuangan AFC. Ia mendapat informasi bahwa AFC tak mengumumkan laporan keuangan yang sebenarnya. Abu Samah, yang juga orang Malaysia, dituduh membuang-buang uang AFC dengan pergi keliling negara Asia dan dunia tanpa hasil apa pun. Sekjen AFC Peter Velappan mempersilakan Murugasu menunjukkan laporan keuangan yang asli, kalau ada. Dan, tentu saja, Murugasu tak bisa. Namun, ia terus mendebat. Akhirnya Abu Samah mempersilakan Murugasu ke luar ruangan. Inilah klimaks dari persaingan antara Abu Samah dan Tengku Ahmad Rithauddeen, Deputi Presiden Football Association of Malaysia (FAM), untuk jabatan Presiden AFC. Sebelumnya, Rithauddeen dijagokan banyak pihak untuk menggantikan Abu Samah yang sudah duduk di puncak AFC selama 12 tahun. Murugasu berada di sisi Rithauddeen. Sayangnya, Rithauddeen tak sampai bersaing di meja kongres melawan Abu Samah. Bekas menteri negara Malaysia itu, setelah berdiskusi dengan Murugasu dan Bakar Daud (wakil Malaysia lainnya), akhirnya mengundurkan diri dari pencalonannya, sehari sebelum kongres dimulai. Rithauddeen langsung terbang meninggalkan Bali. Alasannya, ia tak ingin ada perpecahan di AFC, dan juga menjaga nama baik Malaysia di persepakbolaan Asia. Ada yang menduga, mundurnya Rithauddeen karena santernya suara bahwa Abu Samah terpilih berkat "beli suara". Suatu hal yang dibantah Abu Samah dan juga Sekjen FIFA Joseph Blatter. "Pemilihan ketua AFC bisa dipercaya dan tidak berdasar hubungan pribadi. Benar-benar demokratis," kata Blatter kepada sejumlah wartawan, seusai kongres. Abu Samah mengatakan bahwa isu "beli suara" itu fitnah besar. "Saya dianggap sakit dan tidak siap untuk menjadi ketua AFC dan Wakil Presiden FIFA. Saya juga dianggap buang-buang uang AFC tanpa hasil apa-apa. Padahal, saya tak hanya membuang enam bulan dalam setahun untuk berkunjung ke negara anggota, tapi mengorbankan bisnis saya, waktu saya, dan keluarga saya," ujar Abu Samah kepada TEMPO. Akibat isu tadi, Abu Samah kehilangan kursi Wakil Presiden FIFA dari AFC. Ia dikalahkan dengan selisih satu suara oleh Seikh Fahd Al-Sabah dari Kuwait. Ini jabatan prestisius, karena setiap benua hanya diwakili oleh seorang wakil presiden di FIFA. Yang mengenaskan adalah gagalnya Ketua Umum PSSI Kardono menjadi salah satu dari empat Wakil Presiden AFC. Menurut sebuah sumber TEMPO, "Indonesia gagal karena kurang lobi, terutama ke negara-negara Arab yang memang banyak wakilnya itu." Sebelumnya Kardono sudah mendapat dukungan dari wakil-wakil ASEAN. Namun, hasil pemungutan suara menunjukkan bahwa Kardono berada di urutan kelima dengan 14 suara, sedangkan empat urutan teratas adalah Jamil Al Jishi (Bahrain), Chen Chengda (Cina), Hafiz Uddin Ahmad (Bangladesh), dan T. Murata (Jepang). Komentar Kardono? "Tuhan sepertinya sudah mengatur saya tidak terpilih. Mengurus PSSI saja sudah menghabiskan waktu saya 24 jam, bagaimana mungkin ditambah urusan lain. Apalagi, Indonesia sibuk menghadapi beberapa event internasional," katanya. Walau begitu, Kardono mengatakan bahwa kesempatan Indonesia untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia di tahun 2002 masih terbuka. "Tapi tahun 2002 kan masih jauh, kita persiapkan dulu," katanya. Namun, menurut Abu Samah, lima negara Asia yang mungkin jadi tuan rumah Piala Dunia 2002, seperti tawaran Presiden FIFA Havelange, adalah Jepang, Korsel, Korut, RRC, dan Arab Saudi. "Indonesia tampaknya masih terlalu jauh untuk jadi tuan rumah," kata Abu Samah. Ya, kalau lawan Jepang saja Indonesia kalah 0-5 -- dalam Pra-Piala Dunia -- mau kalah berapa gol dari Brasil, Belanda, atau Argentina? Karena tuan rumah Piala Dunia otomatis menyertakan timnya. Dan semua orang tahu, macam apa tim nasional yang dimiliki PSSI. Toriq Hadad (Jakarta) dan Joko Daryanto (Denpasar)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini