Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Anak Bawang Mengincar Emas?

Indonesia ikut olimpiade Los Angeles hanya untuk meramaikan. Setiap peristiwa olimpiade Indonesia selalu ikut, dan selalu ada peningkatan. (or)

28 Juli 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI bawah ancaman akan dibunuh Ku Klux Klan, akhirnya atlet Indonesia memasuki perkampungan atlet beberapa saat setelah dibuka secara resmi oleh wali kota Los Angeles. Sebelumnya lebih kurang sepuluh mondok di gedung konsulat Indonesia di kota itu. Kehadiran Donald Pandiangan dan kawan-kawan di perkampungan itu rupanya telah menarik perhatian juru potret Associated Press. Petinju Francisco Lisboa, yang sedang melentur-lenturkan otot kakinya dipekarangan, kena jepret. Koran Singapura The Straits Times yang memuat foto itu mengibaratkan atlet-atlet Indonesia "burung-burung yang datang paling pagi". Memang mereka termasuk atlet yang paling awal memasuki perkampungan atlet di Universitas California itu. Barangkali tidak terlalu meleset untuk mengibaratkan atlet Indonesia burung yang akan terbang dan hanya meramaikan suasana pesta di Olimpiade itu. Sebab, otot mereka belum cukup kuat menghadapi persaingan tajam yang ditampilkan negara-negara yang kuat dalam olah raga. Sedangkan, kalaupun ada setetes harapan, justru datangnya dari anggota tim yang tertua: Lely Sampurno yang sudah berusia 9 tahun. Kalau dilihat dari prcstasi, hanya dialah yang bisa tampil ke depan. Penembak yang sudah punya dua cucu itu bahkan pernah menandingi atlet dunia. Malahan berhasil menumbangkan rekor dunia pistol angin yang berada di tangan penembak Uni Soviet, N. Stoljarova. "Sayang, pemecahan rekor itu tidak diakui karena hanya berlangsung pada kejuaraan lokal," ucap Mohamad Anwar, ketua harian PB Perbakin. Kejuaraan itu berlangsung Juli tahun lalu pada peringatan HUT Jakarta. Menurut Anwar, harapan terbesar Indonesia terletak di tanah Lely. Dan harapan itu kelihatanya tidak akan disia-siakan penembak wanita ini karena cita-citanya untuk tampil dalam Olimpiade sudah tercapai. "Ini akan mendorongnya untuk memberikan yang, terbaik bagi Indonesia," kata Anwar. Sebagai cita-cita, perhitungan dan harapan yang dilambungkan Anwar itu kelihatannya sudah merupakan kemaluan yang amat pesat dibandingkan dengan ketika untuk pertama kali Indonesia turut Olimpiade tahun 1952 di Helsinki. Waktu itu kontingen yang terdiri dari Sudarmadja (atletik), Suharko (renang), dan Thio Ging Hwie (angkat besi) belum berani memperhitungkan kemungkinan medali. Satu-satunya cita-cita kontingen Indonesia itu hanya untuk mengibarkan bendera Merah Putih di lapangan hijau Helsinki. Tujuannya untuk kesekian kalinya membuktikan kepada dunia bahwa Indonesia adalah negara merdeka. Dari ketiga cabang olah raga yang diikuti ketika itu, Indonesia bukan apa-apa. Memang sempat juga mencuri perhatian penonton. Bukan karena prestasi olah raga, tapi karena anggota kontingen, Jumarsono, yang meliak-liuk mendemonstrasikan tari Jawa. Empat tahun kemudian, 1956, untuk kedua kalinya ikut Olimpiade. Dalam pesta olah raga yang berlangsung di Melbourne itu Indonesia sempat membuat kejutan dengan menahan draw kesebelasan kuat Uni Soviet. Waktu itu yang dikirim adalah atlet anggar, atletik, renang, dan sepak bola. Semuanya pulang tanpa medali. Di Roma, 1960, Indonesia tampil lagi dan mengikuti pertandingan atletik, anggar, layar, balap sepeda, renang, dan tinju. Untuk olimpiade 1964 di Tokyo, Indonesia mengirimkan atlet untuk hampir semua cabang yang di pertandinhhkan. Tapi tak bisa tampil, karena Indonesia menyelenggarakan Ganefo 1963, yang dianggap bertentangan dengan gerakan Olimpiade. Tahun 1968 di Meksiko atlet yang berangkat berkurang hanya untuk basket, layar, balap sepeda, dan angkat besi. Kendati begitu, prestasi atlet Indonesia baru kelihatan agak memadai ketika mengikuti Olimpiade Munich 1972. Petinju Ferry Moniaga berhasil menempati urutan kedelapan. "Agaknya inilah prestasi yang paling baik yang pernah dicapai oleh Indonesia dalam sejarah Olimpiade yang diikuti," tutur Amir Lubis, direktur teknis KONI Pusat. Tahun 1976 di Montreal, Indonesia kembali turut ambil bagian. Yang di ikuti adalah atletik, angkat besi, panahan, renang, dan tinju. Ketika itu Donald Pandiangan berhasil menghantarkan dirinya sebagai pemanah di urutan kesepuluh. Karena prestasinya ini, pemanah yang kemudian memang berhasil muncul di tingkat Asia ini berambisi memperbaiki rekornya di Olimpiade berikutnya di Moskow. Tapi cita-citanya tak kesampaian, karena Indonesia turut memboikot Olimpiade 198O itu. Tetapi Donald, yang turut serta ke Los Angeles sekarang ini, bukanlah pemanah yang delapan tahun lalu. Dalam usia 39 tahun, pemanah ini sudah merasa semakin luntur kemampuannya. Kontingen sekarang yang terdiri 17 atlet (5 untuk atletik, 3 angkat besi, 3 menembak, 3 tinju, 2 panahan, 1 renang), merupakan yang terbesar selama ini. Sedangkan tujuannya adalah menyemarakkan sekaligus uji coba. "Yang ikut sebagian besar adalah atlet yang tergabung dalam pelatnas jangka panjang. Karena itu, diharapkan bila nanti terjun dalam Asian Games, misalnya, sudah matang," kata Dadang Suprayogi, ketua harian KONI Pusat. Untuk menempatkan diri dalam 10 besar masih jauh panggang dari api. "Masuk 20 besar saja rasanya masih berat," kata Suprayogi. Tetapi, seperti yang dia ceritakan, semua yang turut ke Los Angeles dengan biaya Rp. 4 juta per orang ini berjanji, "Untuk sekurang-kurangnya memperbaiki prestasi nasional."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus