ZAMAN keemasan masyarakat keturunan Tionghoa di lapangan hijau
mulai berakhir begitu generasi Tan Liong Ho (sekarang: L.H.
Tanoto) menggantungkan sepatu bola di tahun 1960-an. Tanoto
adalah pemain inti yang memperkuat tim nasional yang pernah
membuat kejutan di Olympiade Melbourne, 1956. Setelah generasi
Tanoto memang tercatat nama-nama seperti Surya Lesmana dan Bob
Permadi yang mengikuti jejak pendahulunya. Tapi, kini hampir tak
ada lagi warga keturunan Tionghoa dalam barisan tim nasional.
Di Medan, ide menggiring masyarakat keturunan Tionghoa ini ke
dunia sepakbola muncul kembali menjelang bulan Ramadhan lalu.
Tokoh yang punya gagasan adalah Gono Hartono. Ia pengurus klub
sepakbola Srinaga, kesebelasan Divisi I PSMS. "Ketimbang
Lapangan Benteng kosong selama bulan Ramadhan, 'kan lebih baik
dimanfaatkan untuk pertandingan antar kesebelasan anak muda
turunan Tionghoa," kata Hartono. "Mereka 'kan tidak puasa."
Amoy-Amoy
Niat Hartono, juga seorang keturunan Tionghoa, tampak berkenan
di hati A. Wahab Abdy, Ketua Umum PSMS. Abdy ingin agar zaman
Tim Lok, Fung Min, Yong Sai, dan nama-nama lain dari masyarakat
keturunan Tionghoa yang pernah memperkuat barisan tim PSMS
muncul kembali. Tak ayal ia memberikan acungan jempol atas ide
Hartono tersebut.
Restu yang diberikan Abdy itu ternyata mendapat sambutan pula
dari Haji M.Y. Effendy Nasution, seorang tokoh pemuda dan bekas
anggota MPRS, yang kini getol mengurus sepakbola. Juga dari
tokoh-tokoh masyarakat lain. Bahkan pengusaha Hotel Polonia,
Budiman berkenan menyediakan sebuah piala untuk diperebutkan.
Dari masyarakat keturunan Tionghoa sendiri sambutan atas gagasan
Hartono ini pun kelihatan menggembirakan. Menurut perkiraan
panitia, semula diduga yang akan tampil hanya dua atau tiga klub
saja. Tapi setelah keinginan dituangkan dalam media massa
ternyata yang mendaftar ada 13 tim. Klub tersebut adalah Kesawan
Putera, Naga Sakti, Arena Remaja, Vetra, Tunas Bahari, Imam
Bonjol, Pasifik, Bintang Timur, Kala Sakti, Bangun Putera, dan
Tunas Baru. Dari luar kota Mcdan tercatat nama Rajawali dari
Tanjung Pura, dan PSS Brastagi.
Di segi penonton, turnamen pun mendapat kunjungan melimpah. Ada
ribuan warga keturunan Tionghoa menjubeli Lapangan Merdeka,
tanpa perduli mereka kebagian tempat atau harus berjongkok di
pinggir lapangan. Tak ketinggalan pula, amoy-amoy pun ikut
menyemarakkan jalannya pertandingan.
Melihat sambutan yang melimpah itu, hati Nasution yang menjabat
Ketua Pelaksana Turnamen pun jadi jembar. "Kalau ada orang
bilang pembauran lewat sekolah, lewat bola juga ada," kata
Nasution sembari membidik proses asimilasi. Untuk itu ia berniat
dalam putaran tahun 1979 nanti, kesebelasan yang bakal tampil
akan disisipi dengan pemain pribumi. Perbandingannya?
"Fifty-fifty," lanjut Nasution. "Sekarang ini biar pelan-pelan
dulu, untuk membangkitkan animo masyarakat keturunan Tionghoa."
Aswin
Guna mewujudkan keinginan pembauran itu, menurut Nasution, ia
sudah membicarakan soal tersebut pada Pangdam II/Bukit Barisan,
Brigjen. Ismail. Juga dengan Ketua KONI Sumatera Utara,
Kamaruddin Panggabean. Kedua tokoh ini telah menyatakan
kesepakatan mereka.
Gagasan pembauran ini tampak tidak akan terbatas pada cabang
sepakbola saja. Nasution juga menyatakan minat melola cabang
bola volley, balap sepeda, atletik, angkat besi, bina raga, dan
tinju. Untuk bina raga bahkan sudah direncanakan suatu
pertandingan yang akan dilangsungkan tanggal 8 Oktober depan.
Lomba bina raga nanti akan bersifat terbuka. Jadi tidak terbatas
pada masyarakat keturunan Tionghoa semata.
Untuk melaksanakan gagasan pembauran lewat olahraga ini sudah
barang tentu membutuhkan dana dalam mengorganisir pertandingan.
Tapi Nasution kelihatan cukup optimis. "Soal dana, jangan tanya
dari mana dan jangan kuatir," katanya. "Saya dan kawan-kawan
kini sedang menggugah pengusaha-pengusaha yang ada di Medan
maupun di luar kota. Dan mereka pantas mengulur dana untuk
kegiatan yang sangat bermanfaat bagi masyarakat ini."
Meski belum semua pengusaha tergugah untuk menyumbang, tapi yang
sudah membuka kocek juga ada. Di antaranya adalah Budiman yang
telah menyumbangkan uang 1« juta rupiah untuk pertandingan
sepakbola antar masyarakat keturunan Tionghoa, pertengahan
September kemarin. Untuk pertandingan bina raga dan angkat besi,
Oktober depan telah ada pula kesediaan dari pengusaha anggur Cap
Bulan dari Medan buat membantu dana sebesar 1 juta rupiah.
Akan hasil nyata dari turnamen Sepakbola gagasan Hartono
kemarin, telah terbentuk satu klub yang terdiri dari 43 pemain
terpilih keturunan Tionghoa. Klub ini diberi nama Aswin.
Artinya: Assimilasi Warga Negara Indonesia. Klub Aswin dalam
kompetisi cadangan PSMS nanti telah diperkenankan untuk turut
serta. "Saya yakin, di antara mereka ada yang bisa kita pilih
nanti untuk memperkuat tim PSMS," komentar seorang anggota
Komisi Teknik PSMS setelah melihat penampilan mereka di lapangan
hijau. Juara turnamen adalah kesebelasan Kala Sakti, Medan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini