Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Assimilasi Lewat Bola

Turnamen sepak bola antar kesebelasan anak muda keturunan Tionghoa di Medan, Sum-ut, mendapat sambutan dari pengurus PSMS dan para pejabat di Sumatera Utara. Turnamen diadakan pada bulan ramadhan. (or)

30 September 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ZAMAN keemasan masyarakat keturunan Tionghoa di lapangan hijau mulai berakhir begitu generasi Tan Liong Ho (sekarang: L.H. Tanoto) menggantungkan sepatu bola di tahun 1960-an. Tanoto adalah pemain inti yang memperkuat tim nasional yang pernah membuat kejutan di Olympiade Melbourne, 1956. Setelah generasi Tanoto memang tercatat nama-nama seperti Surya Lesmana dan Bob Permadi yang mengikuti jejak pendahulunya. Tapi, kini hampir tak ada lagi warga keturunan Tionghoa dalam barisan tim nasional. Di Medan, ide menggiring masyarakat keturunan Tionghoa ini ke dunia sepakbola muncul kembali menjelang bulan Ramadhan lalu. Tokoh yang punya gagasan adalah Gono Hartono. Ia pengurus klub sepakbola Srinaga, kesebelasan Divisi I PSMS. "Ketimbang Lapangan Benteng kosong selama bulan Ramadhan, 'kan lebih baik dimanfaatkan untuk pertandingan antar kesebelasan anak muda turunan Tionghoa," kata Hartono. "Mereka 'kan tidak puasa." Amoy-Amoy Niat Hartono, juga seorang keturunan Tionghoa, tampak berkenan di hati A. Wahab Abdy, Ketua Umum PSMS. Abdy ingin agar zaman Tim Lok, Fung Min, Yong Sai, dan nama-nama lain dari masyarakat keturunan Tionghoa yang pernah memperkuat barisan tim PSMS muncul kembali. Tak ayal ia memberikan acungan jempol atas ide Hartono tersebut. Restu yang diberikan Abdy itu ternyata mendapat sambutan pula dari Haji M.Y. Effendy Nasution, seorang tokoh pemuda dan bekas anggota MPRS, yang kini getol mengurus sepakbola. Juga dari tokoh-tokoh masyarakat lain. Bahkan pengusaha Hotel Polonia, Budiman berkenan menyediakan sebuah piala untuk diperebutkan. Dari masyarakat keturunan Tionghoa sendiri sambutan atas gagasan Hartono ini pun kelihatan menggembirakan. Menurut perkiraan panitia, semula diduga yang akan tampil hanya dua atau tiga klub saja. Tapi setelah keinginan dituangkan dalam media massa ternyata yang mendaftar ada 13 tim. Klub tersebut adalah Kesawan Putera, Naga Sakti, Arena Remaja, Vetra, Tunas Bahari, Imam Bonjol, Pasifik, Bintang Timur, Kala Sakti, Bangun Putera, dan Tunas Baru. Dari luar kota Mcdan tercatat nama Rajawali dari Tanjung Pura, dan PSS Brastagi. Di segi penonton, turnamen pun mendapat kunjungan melimpah. Ada ribuan warga keturunan Tionghoa menjubeli Lapangan Merdeka, tanpa perduli mereka kebagian tempat atau harus berjongkok di pinggir lapangan. Tak ketinggalan pula, amoy-amoy pun ikut menyemarakkan jalannya pertandingan. Melihat sambutan yang melimpah itu, hati Nasution yang menjabat Ketua Pelaksana Turnamen pun jadi jembar. "Kalau ada orang bilang pembauran lewat sekolah, lewat bola juga ada," kata Nasution sembari membidik proses asimilasi. Untuk itu ia berniat dalam putaran tahun 1979 nanti, kesebelasan yang bakal tampil akan disisipi dengan pemain pribumi. Perbandingannya? "Fifty-fifty," lanjut Nasution. "Sekarang ini biar pelan-pelan dulu, untuk membangkitkan animo masyarakat keturunan Tionghoa." Aswin Guna mewujudkan keinginan pembauran itu, menurut Nasution, ia sudah membicarakan soal tersebut pada Pangdam II/Bukit Barisan, Brigjen. Ismail. Juga dengan Ketua KONI Sumatera Utara, Kamaruddin Panggabean. Kedua tokoh ini telah menyatakan kesepakatan mereka. Gagasan pembauran ini tampak tidak akan terbatas pada cabang sepakbola saja. Nasution juga menyatakan minat melola cabang bola volley, balap sepeda, atletik, angkat besi, bina raga, dan tinju. Untuk bina raga bahkan sudah direncanakan suatu pertandingan yang akan dilangsungkan tanggal 8 Oktober depan. Lomba bina raga nanti akan bersifat terbuka. Jadi tidak terbatas pada masyarakat keturunan Tionghoa semata. Untuk melaksanakan gagasan pembauran lewat olahraga ini sudah barang tentu membutuhkan dana dalam mengorganisir pertandingan. Tapi Nasution kelihatan cukup optimis. "Soal dana, jangan tanya dari mana dan jangan kuatir," katanya. "Saya dan kawan-kawan kini sedang menggugah pengusaha-pengusaha yang ada di Medan maupun di luar kota. Dan mereka pantas mengulur dana untuk kegiatan yang sangat bermanfaat bagi masyarakat ini." Meski belum semua pengusaha tergugah untuk menyumbang, tapi yang sudah membuka kocek juga ada. Di antaranya adalah Budiman yang telah menyumbangkan uang 1« juta rupiah untuk pertandingan sepakbola antar masyarakat keturunan Tionghoa, pertengahan September kemarin. Untuk pertandingan bina raga dan angkat besi, Oktober depan telah ada pula kesediaan dari pengusaha anggur Cap Bulan dari Medan buat membantu dana sebesar 1 juta rupiah. Akan hasil nyata dari turnamen Sepakbola gagasan Hartono kemarin, telah terbentuk satu klub yang terdiri dari 43 pemain terpilih keturunan Tionghoa. Klub ini diberi nama Aswin. Artinya: Assimilasi Warga Negara Indonesia. Klub Aswin dalam kompetisi cadangan PSMS nanti telah diperkenankan untuk turut serta. "Saya yakin, di antara mereka ada yang bisa kita pilih nanti untuk memperkuat tim PSMS," komentar seorang anggota Komisi Teknik PSMS setelah melihat penampilan mereka di lapangan hijau. Juara turnamen adalah kesebelasan Kala Sakti, Medan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus