FEDERASI Olahraga Karate-do Indonesia (FORKI) masih dilanda
gejolak. Di Jakarta pekan lalu perbedaan faham itu muncul lagi
ke permukaan.
Awalnya, Pengurus Besar FORKI mengambil kebijaksanaan untuk
mengikut-sertakan kembali perguruan dalam Turnamen Terbuka
Karate-do Indonesia 1978, tanggal 23 - 24 September yang lalu.
Turnamen ini dimaksudkan untuk memilih siapa yang akan masuk
pelatnas, buat Kejuaraan Karate-do ASEAN akhir Oktober nanti.
Bahwa nama peruruan kini disertakan, menurut Ketua Umum FORKI,
Sumadi, tujuannya untuk memajukan perguruan itu sendiri.
Institut Karatedo Indonesia (Inkai), perguruan yang melahirkan
17 di antara 20 karateka terbaik dalam PON IX, 1977, tak arnbil
bagian dalam turnamen di Senayan itu. "Inkai tak ikut, karena
kami berpegang pada keputusan Kongres FORKI tahun 1972," kata
Sekjen Inkai, dr. Nico Lumenta.
Dalam Kongres FORKI tahun 1972 di Surabaya ditetapkan bahwa
semua karateka yang turun di gelanggang nasional tidak lagi
diperkenankan untuk membawa nama perguruan atau aliran. Hanya
nama daerah. Keputusan ini dijalankan dalam kejuaraan nasional
tahun 1975 di Jakarta.
Muncnya kembali nama perguruan dalam pertandingan tingkat
nasional yang diselenggarakan FORKI menyebabkan orang ingat pada
'peristiwa Senayan' tahun 1970. Waktu itu perguruan-perguruan
terbawa fanatisme panji masing-masing. Akibatnya: perpecahan
dalam dunia karate Indonesia.
Tapi Sumadi rupanya tidak cemas soal itu. Menurut dia,
kebijaksanaan yang kini diambilnya justru memberi peluang pada
perguruan-perguruan kecil untuk hidup. Tapi toh orang
mengritiknya juga. Kebijaksanaan itu menurut mereka, bertolak
belakang dengan kesepakatan Musyawarah Lembaga Aliran, tahun
1975, yang ingin menertibkan perguruan kecil tersebut dalam 8
kelompok aliran.
Kritik lain terhadap Sumadi adalah berhubung tidak
diperkenankannya karateka di Pulau Jawa ikut, kecuali mereka
yang masuk dalam urutan 20 karateka terbaik PON IX. "Saya
sendiri kurang jelas, apa maksud mereka itu," komentar Slamet
Sumedi, Ketua FORKI Jaya. "Kalau mau mencari bibit, kena pa
karateka di Pulau Jawa tidak diikut sertakan. Padahal
bibit-bibit yang baik itu kebanyakan berada di sini."
Meskipun begitu, tim Jakarta diperbolehkan mengadu ketrampilan.
Menurut Sumedi, berhasilnya tim FORKI Jaya ambil bagian dalam
turnamen adalah karena mereka memanfaatkan jatah Inkai yang
tidak dipakai.
Tidakkah pengistimewaan terhadap tim Jakarta akan menimbulkan
protes dari regu daerah lain di Pulau Jawa yang tak kebagian
jatah? Sumadi menyatakan tidak.
Setelah sedikit ketegangan ini-itu, akhirnya yang tampil sebagai
juara dalam turnamen umumnya adalah atlit-atlit yang termasuk 20
terbaik PON IX. Tempat teratas ditempati oleh Abdul Kadir. Di
bawahnya menyusul Advent Bangun, Frederick Abels, dan Teuku
Hadisyam Yang menarik: 'keempat pemenang adalah anggota Inkai,
meskipun mereka tak mewakili secara resmi perguruannya yang tak
mau ikut turnamen itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini