Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Masih Ada Gejolak

Kebijaksanaan pengurus besar FORKI untuk mengikutsertakan perguruan dalam turnamen terbuka karate-do Indonesia 1978, dengan maksud untuk persiapan kejuaraan karate-do ASEAN. menimbulkan perbedaan faham. (or)

30 September 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

FEDERASI Olahraga Karate-do Indonesia (FORKI) masih dilanda gejolak. Di Jakarta pekan lalu perbedaan faham itu muncul lagi ke permukaan. Awalnya, Pengurus Besar FORKI mengambil kebijaksanaan untuk mengikut-sertakan kembali perguruan dalam Turnamen Terbuka Karate-do Indonesia 1978, tanggal 23 - 24 September yang lalu. Turnamen ini dimaksudkan untuk memilih siapa yang akan masuk pelatnas, buat Kejuaraan Karate-do ASEAN akhir Oktober nanti. Bahwa nama peruruan kini disertakan, menurut Ketua Umum FORKI, Sumadi, tujuannya untuk memajukan perguruan itu sendiri. Institut Karatedo Indonesia (Inkai), perguruan yang melahirkan 17 di antara 20 karateka terbaik dalam PON IX, 1977, tak arnbil bagian dalam turnamen di Senayan itu. "Inkai tak ikut, karena kami berpegang pada keputusan Kongres FORKI tahun 1972," kata Sekjen Inkai, dr. Nico Lumenta. Dalam Kongres FORKI tahun 1972 di Surabaya ditetapkan bahwa semua karateka yang turun di gelanggang nasional tidak lagi diperkenankan untuk membawa nama perguruan atau aliran. Hanya nama daerah. Keputusan ini dijalankan dalam kejuaraan nasional tahun 1975 di Jakarta. Muncnya kembali nama perguruan dalam pertandingan tingkat nasional yang diselenggarakan FORKI menyebabkan orang ingat pada 'peristiwa Senayan' tahun 1970. Waktu itu perguruan-perguruan terbawa fanatisme panji masing-masing. Akibatnya: perpecahan dalam dunia karate Indonesia. Tapi Sumadi rupanya tidak cemas soal itu. Menurut dia, kebijaksanaan yang kini diambilnya justru memberi peluang pada perguruan-perguruan kecil untuk hidup. Tapi toh orang mengritiknya juga. Kebijaksanaan itu menurut mereka, bertolak belakang dengan kesepakatan Musyawarah Lembaga Aliran, tahun 1975, yang ingin menertibkan perguruan kecil tersebut dalam 8 kelompok aliran. Kritik lain terhadap Sumadi adalah berhubung tidak diperkenankannya karateka di Pulau Jawa ikut, kecuali mereka yang masuk dalam urutan 20 karateka terbaik PON IX. "Saya sendiri kurang jelas, apa maksud mereka itu," komentar Slamet Sumedi, Ketua FORKI Jaya. "Kalau mau mencari bibit, kena pa karateka di Pulau Jawa tidak diikut sertakan. Padahal bibit-bibit yang baik itu kebanyakan berada di sini." Meskipun begitu, tim Jakarta diperbolehkan mengadu ketrampilan. Menurut Sumedi, berhasilnya tim FORKI Jaya ambil bagian dalam turnamen adalah karena mereka memanfaatkan jatah Inkai yang tidak dipakai. Tidakkah pengistimewaan terhadap tim Jakarta akan menimbulkan protes dari regu daerah lain di Pulau Jawa yang tak kebagian jatah? Sumadi menyatakan tidak. Setelah sedikit ketegangan ini-itu, akhirnya yang tampil sebagai juara dalam turnamen umumnya adalah atlit-atlit yang termasuk 20 terbaik PON IX. Tempat teratas ditempati oleh Abdul Kadir. Di bawahnya menyusul Advent Bangun, Frederick Abels, dan Teuku Hadisyam Yang menarik: 'keempat pemenang adalah anggota Inkai, meskipun mereka tak mewakili secara resmi perguruannya yang tak mau ikut turnamen itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus