Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Bagaikan Perang Timur-Barat

Perebutan gelar juara dunia catur antara A. Karpovv. Korchnoi berlangsung di Merano, Italia. Menggambarkan semacam perang blok Timur dan blok Barat. Sampai partai ke-4 Karpov unggul 3-0.

17 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"PEMAIN catur bisa gila, tapi tidak untuk pujangga," tulis sastrawan Inggris, G.K. Chesterton. Benarkah itu? Jutaan manusia sekarang mungkin belum gila karena main catur, tapi memang banyak yang sedang demam catur. Oktober ini, hampir setiap hari sudah-seperti iklan yang dipajang pada halaman koran dan layar televisi--muncul berita Kejuaraan Dunia Catur ke-30 yang berlangsung di Merano, Italia. Di sana, juara bertahan Anatoli Karpov (30 tahun) datang dari Moskow, menginap di hotel Riz Stefanie bersama 18 pengiringnya. Kopornya dipenuhi 4.000 jilid buku catur, sementara mulutnya meluap-luap dengan penghinaan terhadap sang penantang, Victor Korchnoi. Penyandang gelar juara dunia sejak 1975 itu--akibat juara Bobby Fischer dari AS ngambek main karena masalah kecilnya uang hadiah --datang ke Merano dengan memesan papan pemisah di bawah meja pertandingan. Ia teringat pada pengalaman bertanding dalam kejuaraan lalu di Filipina (1978), ketika tulang keringnya sering terganggu oleh permainan kaki Korchnoi yang hiperaktif. Kamp Siberia Lawan yang dihadapinya memang penantang yang sama, yang dilukiskan oleh rekan-rekan Korchnoi sendiri sebagai manusia yang gila ketakutan (paranoid). Victor Korchnoi (50 tahun), sejak melarikan diri dari Uni Soviet dan kini menetap di Swiss ketakutan melulu jalan sendiri. Takut KGB menyusun kecelakaan untuknya. Jarang pula ia sempat bertanding dibanding Karpov karena Uni Soviet selalu berusaha memboikot turnamen yang dimasukinya. Korchnoi sendiri sudah berusaha memboikot kejuaraan dunia ini, karena istrinya (Bella) dan putranya (Igor) yang ditahan di kamp Siberia belum diizinkan menyusulnya ke Swiss. Tuntutannya ini mengakibatkan pertandingan kejuaraan sudah beberapa kali tertunda. Bulan lalu terbetik berita bahwa pejabat Soviet bersedia mengabulkan. Nyatanya sampai hari pertandingan dimulai (1 Oktober), Korchnoi terkibul tapi bersedia juga bertanding. Seperti Karpov, kantor berita Soviet Tass ikut menyebarkan berita keburukan Korchnoi. "Korchnoi sudah menyatakan kepada pemerintah Soviet supaya membiayai hidup Bella, bila istrinya sedia bercerai, padahal di depan umum iabersumpah bahwa Bella sudah dimintanya tetap setia sampai mati," demikian antara lain berita itu di Merano sehari sebelum pembukaan. Perebutan gelar juara ini tampaknya bukan cuma antara kedua pemain catur itu. Tajuk koran Inggris, The Daily Telegraph menggambarkannya semacam perang Blok Timur (komunis) melawan Blok Barat. Korchnoi, membawa bendera Swiss, didampingi ahli siasat GM Inggris, Michael Stean. Ketegangan sarafnya juga seolah ditenangkan oleh instruktur yoga, Victoria Sheppard, seorang wanita Amerika yang gemar memakai baju sari India selaku pemeluk sekte agama Anand Marg. Selain meminta tanggungan penginapan di hotel berbintang lima untuk rombongannya yang begitu besar, Korchnoi juga memesan panitia agar sekitar papan pertandingan ditutupi kaca tahan peluru. "Korchnoi bermain buat kita semua," tulis Tbe Daly Telegraph. Kedua pihak ogah salaman dan enggan bicara satu sama lain. Dalam pertemuan pembukaan (30 September), pada acara pemilihan warna biji catur yang disaksikan 500 undangan, misalnya, Karpov menggenggam bidak hitam di tangan kiri dan bidak putih di tangan kanan. Korchnoi tidk menyambut tangan Karpov, tapi cuma mengacungkan telunjuknya ke arah tangan kanan lawannya. Dalam partai pertama dengan biji putih itu sang penantang gagal. Muncul dengan jas kelabu dan dasi serasi, ia membuka permainan gambit menteri. Sebelumnya ia sempat meneliti ruang tunggu kontingen Soviet, untuk meyakinkan diri bahwa tak ada keculasan bakal muncul dari situ. Karpov yang muncul belakangan, juga berpakaian seronok, sampak lebih muda dari usianya. Ia tidak melirik ke wilayah kelompok lawannya apakah ada mikropon pembisik di situ, seakan-akan yakin panitia sudah membereskan semuanya. Istrinya, Irina, duduk tanpa perasaan di wilayah pendukung Karpov. Kedua pemain duduk di hursi bersanlaran hitam tinggi. Keduanya diizinkan meninggalkan kursi, bila mau istirahat di ruang tunggu sambil santai melonjor pada sofa berkulit hitam. Sekitar 100 wartawan dan creu televisi merekam suasana 10 menit awal pertandingan yang disaksikan pula oleh 500 penonton yang membeli karcis rata-rata 5.000 lire (Rp 5.500). Karpov di partai pertama itu gelisah menghadapi langkah pembukaan lawan yang mirip partai kekalahannya dari pecatur Cekoslowakia, GM Hort, beberapa minggu sebelumnya di Amsterdam. Beberapa kali ia resah memainkan kartu isian langkah permainan. Korchno mengembangkan biji-bijinya dengan bagus sampai langkah ke-14, tapi kemudian ternyata bertindak blunder, bahkan menyerah di langkah ke-44. Di partai kedua, Karpov tidak menyia-nyiakan kesempatan memainkan biji putih. Akhirnya memang kemenangan kedua untuknya. Partai ketiga, lagi-lagi Korchnoi gagal memanfaatkan biji putih, sehingga lawannya bisa menahan remis. Karpov yang mula-mula menyapa, singkat saja dalam bahasa Rusia, "saya usulkan remis." Korchnoi terkejut atas sapaan itu, karena mereka belum pernah bicara sejak 1978. Ia meninggalkan papan beberapa detik. Sekembalina, ia memberi jawaban, bukan dengan bahasa sopan, melainkan dalam bahasa prokern sipir penjara Rusia. Menurut jurubicara Kotchnoi, Emanuel Sztein, kelahiran Polandia yang mahir bahasa Rusia, biasanya sapaan dimulai dengan gocpogron--artinya "tuan". Jawaban Korchnoi: "grasbdamn (bung), kalau mau tawarkan remis, lakukan lewat wasit." Partai ke-4, Karpov memainkan biji putih dan unggul lagi, sesudah tertunda sehari. Tekanan mental semakin diderita Korchnoi. Semakin berat baginya mengejar ketinggalan, 3 (partai remis tak mendapat angka). Ahli siasatnya, Stean, konon masih optimistis pekan lalu. "Bukan tidak biasa bagi Korchnoi kalah di ronde-ronde awal ronde akhirlah yang menentukan," katanya selalu. Hak Berpongah Pada kejuaraan dunia ke-29 di Baguio, Filipina, stamina Korchnoi memang luar biasa. Mula-mula ia kalah drastis, lalu menuduh lawannya memakai "mata jahil" ahli hipnotis Soviet. Kemudian ia mengejar ketmggalan 2-5 menjadi 5-5 dalam pettandingan marathon hampir 100 hari di tahun 1978 itu dan akhirnya kslah tipis 5. Persyaratan pertandingan ini sama seperti tahun 1978. Siapa duluan mrebut angka 6, dialah juara yang mengantungi pula hadiah uang US$ 260.000 (Rp 163,8 juta) dan hak berpongah di mana saja, sedangkan yang kalah menerima USS 160.000 (Rp 63 juta) plus penghinaan. Kali ini kans Korchnoi tampaknya lebih buruk daripada keadaan tiga tahun silam. Ia memang tidak mengutik-utik lagi tuntutan pelepasar keluarganya. Karena memang itu tugas juru bicaranya, Emanuel Sztein. Mengenakan kancing Solidaritas (gerakan buruh Polandia), Sztein rajin menyebarkan kartupos berisi tuntutan pelepasan Igor dan reuni Bella dengan suaminya. Tapi Sabtu lalu, Korchnoi minta istirahat bertanding. Ia memanfaatkan waktu luangnya dengan meditasi, berenang dan tennis meja. Sedangkan Karpov bergandengan tangan dengan istrinya di kota, kalau tidak istirahat di tempat rahasia di Pegunungan Alpen. Korchnoi agaknya berusaha memperpanjang kejuaraan ini, menantikan salju yang mulai turun menebal pada musim dingin. Tiga pasang ski sudah disiapkannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus