Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Mereka Menembus Batu Karang

Kehidupan penduduk desa Bolok, kec. Kupang, Barat, Timor di mana daerahnya tandus dan sulit air. Kehidupan mereka tak kelewat melarat.

17 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HANYA sepersepuluh areal Desa solok yang bisa dihuni dan ditanami. Sisanya terdiri dari batu karang. Di musim kering, September-Oktober, bungkahan karang banyak yang menghitam, karena rumput di sekitarnya terbakar. Desa seluas 2.400 hektar di Kecamatan Kupang Barat, Timor, ini dihuni suku Helong. Berpenduduk sekitar 1000 jiwa, sejak puluhan tahun lalu Bolok cuma punya sebuah sumber air. Letaknya di sebuah gerongga batu karang, Untuk mencapai air itu, orang mesti meniti tebing karang, sambil menenteng haik (ember dari daun lontar). Mereka juga membawa obor, sebab sumber air dengan kedalaman 36 meter ini gelap gulita. Sepanjang Tahun Pemda Kabupaten Kupang nampaknya ikut prihatin. Pada 1973, dibangun proyek air minum. Sebuah pompa air berkekuatan 7 PK didatangkan. Bak penampungan air dibuat, pipa-pipa dipasang. Ketika dicoba ternyata pompa itu macet. Proyek itu pun gagal, dan terbengkalai sampai sekarang. Kepala Desa Bolok, Lambertus Lasv akhirnya memutuskan membuat sumur umum di samping kantor desa. Tapi untuk mencapai sumber air ternyata tali mudah, sebab harus melewati susunan batu karang yang amat keras. Sehingga dengan mengerahkan tiga orang pekerja tiap hari cuma berhasil menatah sampai kedalaman 9 meter. Setelah digali selama tiga tahun, pada kedalaman 27 meter, barulah keluar air. "Semua dana dari kabupaten, tersedot untuk proyek ini," tutur Lasy. Sebab pekerjaan memecah karang tak bisa digotong royongkan, sebab "perlu keahlian dan ketekunan tersendiri." Sumur kedua lebih mudah dibuat. "Dengan kedalaman 47 meter, sumur bisa selesai dalam setahun. "Kebetulan karangnya agak lunak," kata Lasy lagi. Tak hanya soal air. Untuk hidup layak penduduk Bolok harus gigih dan bekerja sepanjang tahun. Lepas menanam kacang tanah, jagung atau padi di musim hujan (Desember), mereka menuju Oesao. Daerah persawahan ini berjarak 45 km di timur Bolok. Dua bulan mereka memburuh di sawah, lalu balik ke kampung untuk mengurus kebun dan memanen hasilnya. Begitu padi di Oesao menguning, warga Bolok menuainya. Untuk 1 hektar, dengan sistem bagi hasil, mereka mendapat upah 200 kg beras. Agustus-September, ketika cuaca baik, penduduk terjun ke laut mencari ikan. Sebagian menyadap pohon lontar untuk diambil niranya, bahan gula merah. Kegigihan itu tak sia-sia. Kehidupan mereka memang tampak tak kelewat melarat. Jumlah sapi di desa ini lebih banyak dari penduduk, 2.000 ekor lebih. Banyak pula penduduk yang memelihara kambing atau babi. Rumah mereka pun lumayan baik terbuat dari batu karang yang direkat semen. Agustus lalu, Bolok jadi juara I lomba desa se Kabupaten Kupang. Ia menyisihkan 253 desa lain. Ini membuat Lasy gembira. Tiga buah sumur lagi, kini tengah asyik digali. Sebab untuk keperluan penduduk Bolok, kata Lasy, paling tidak harus ada enam sumur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus