HANYA sepersepuluh areal Desa solok yang bisa dihuni dan
ditanami. Sisanya terdiri dari batu karang. Di musim kering,
September-Oktober, bungkahan karang banyak yang menghitam,
karena rumput di sekitarnya terbakar.
Desa seluas 2.400 hektar di Kecamatan Kupang Barat, Timor, ini
dihuni suku Helong. Berpenduduk sekitar 1000 jiwa, sejak puluhan
tahun lalu Bolok cuma punya sebuah sumber air. Letaknya di
sebuah gerongga batu karang, Untuk mencapai air itu, orang mesti
meniti tebing karang, sambil menenteng haik (ember dari daun
lontar). Mereka juga membawa obor, sebab sumber air dengan
kedalaman 36 meter ini gelap gulita.
Sepanjang Tahun
Pemda Kabupaten Kupang nampaknya ikut prihatin. Pada 1973,
dibangun proyek air minum. Sebuah pompa air berkekuatan 7 PK
didatangkan. Bak penampungan air dibuat, pipa-pipa dipasang.
Ketika dicoba ternyata pompa itu macet. Proyek itu pun gagal,
dan terbengkalai sampai sekarang.
Kepala Desa Bolok, Lambertus Lasv akhirnya memutuskan membuat
sumur umum di samping kantor desa. Tapi untuk mencapai sumber
air ternyata tali mudah, sebab harus melewati susunan batu
karang yang amat keras. Sehingga dengan mengerahkan tiga orang
pekerja tiap hari cuma berhasil menatah sampai kedalaman 9
meter.
Setelah digali selama tiga tahun, pada kedalaman 27 meter,
barulah keluar air. "Semua dana dari kabupaten, tersedot untuk
proyek ini," tutur Lasy. Sebab pekerjaan memecah karang tak bisa
digotong royongkan, sebab "perlu keahlian dan ketekunan
tersendiri."
Sumur kedua lebih mudah dibuat. "Dengan kedalaman 47 meter,
sumur bisa selesai dalam setahun. "Kebetulan karangnya agak
lunak," kata Lasy lagi.
Tak hanya soal air. Untuk hidup layak penduduk Bolok harus gigih
dan bekerja sepanjang tahun.
Lepas menanam kacang tanah, jagung atau padi di musim hujan
(Desember), mereka menuju Oesao. Daerah persawahan ini berjarak
45 km di timur Bolok. Dua bulan mereka memburuh di sawah, lalu
balik ke kampung untuk mengurus kebun dan memanen hasilnya.
Begitu padi di Oesao menguning, warga Bolok menuainya. Untuk 1
hektar, dengan sistem bagi hasil, mereka mendapat upah 200 kg
beras.
Agustus-September, ketika cuaca baik, penduduk terjun ke laut
mencari ikan. Sebagian menyadap pohon lontar untuk diambil
niranya, bahan gula merah.
Kegigihan itu tak sia-sia. Kehidupan mereka memang tampak tak
kelewat melarat. Jumlah sapi di desa ini lebih banyak dari
penduduk, 2.000 ekor lebih. Banyak pula penduduk yang memelihara
kambing atau babi. Rumah mereka pun lumayan baik terbuat dari
batu karang yang direkat semen.
Agustus lalu, Bolok jadi juara I lomba desa se Kabupaten Kupang.
Ia menyisihkan 253 desa lain. Ini membuat Lasy gembira. Tiga
buah sumur lagi, kini tengah asyik digali. Sebab untuk keperluan
penduduk Bolok, kata Lasy, paling tidak harus ada enam sumur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini