Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Bak Film Tanpa Pemeran Utama

Kejuaraan bulu tangkis asia viii di bandar lampung berlangsung sepi karena tak diikuti pemain-pemain top. tim cina dan malaysia tak menurunkan pemain andalan juga indonesia. gengsi dan mutu turnamen turun.

12 November 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GEDUNG olahraga Saburai di Bandarlampung sepi-sepi saja. Stadion yang didandani dengan puluhan umbul-umbul dan mampu menampung sampai 3.500 penonton terlihat agak melompong. Hanya sepertiga bangku yang disediakan terisi penonton yang menyaksikan hari pertama kejuaraan bulu tangkis perorangan Asia VIII, Ahad pagi lalu. Dentaman drum band SMP Budi Bakti Tanjungkarang, tampaknya tak cukup membuat meriah upacara pembukaan yang dihadiri Ketua Umum PBSI Try Sutrisno. Padahal, panitia sudah berbaik hati tak memungut bayaran untuk menyaksikan pertandingan pada hari itu. "Bahkan sejak dua bulan lalu kami sudah mempromosikan turnamen ini," tutur ketua penyelenggara, Tajuddin Nur. Loh itu tak membuat pecandu bulu tangkis di ibu kota Lampung itu bergeming untuk berbondong-bondong menyaksikan pertandingan bulu tangkis. Boleh jadi gairah penonton menjadi kendur gara-gara absennya sejumlah pemain bintang. Regu Cina pemegang Piala Thomas dan Uber -- tak mengirimkan pemain-pemain kaliber dunia. Seperti Yang Yang, Zhao Zian Hua, Han Aiping, Li Lingwei, dan ganda Tian Bing Yi/Li Yong Bo (Cina). "Mereka terlalu capek karena baru saja mengikuti beberapa turnamen di Eropa," kata pelatih Cina, Hou Chia Chang. Malaysia dan tuan rumah Indonesia juga mengambil langkah yang sama. Beberapa pemain topnya ikut-ikutan absen. Malah pasangan Razif/Jalani Sidek (Malaysia) serta Icuk Sugiarto (Indonesia) mendadak sontak mengundurkan diri hanya beberapa hari menjelang turnamen dimulai. Padahal, mereka sudah diputuskan menempati unggulan pertama di ganda dan tunggal putra. Ada apa dengan Icuk Sugiarto? "Icuk memang sakit. Jadi, tak perlu dipaksa untuk main. Kalau cederanya tambah parah, bagaimana?" ujar Tahir. Icuk memang menderita cedera di pergelangan kaki kirinya, setelah mengikuti beberapa rangkaian turnamen di Eropa beberapa waktu lalu. Sejak Rabu lalu juara Indonesia itu berada di Medan. Di kota itu ia mendapat perawatan seorang dukun. "Selama di sini saya juga ingin melupakan bulu tangkis sebentar. Saya sudah jenuh main terus-menerus," tutur Icuk. Tak jelas mengapa Misbun, Razif, dan Jalani Sidek tak tampil di Bandarlampung. Mungkin, mereka disimpan untuk kejuaraan Malaysia Terbuka yang akan berlangsung bulan depan di Kuala Lumpur. Dengan absennya pemain-pemain top itu, bisa diduga turnamen bakal berlangsung dengan hambar. Bagaikan sebuah cerita film yang tak ada pemeran utamanya. Yang ada cuma jagoan-jagoan kelas dua, seperti Ardy BW, Alan Budi Kusuma (Indonesia), ganda putra Chen Hongyong/Chen Kang (Cina), Foo Kok Keong (Malaysia) dan Sompol Kukasemkij (Muangthai). Di bagian putri hanya ada Huang Hua, Shi Wen (Cina), dan Susi Susanti (Indonesia). "Memang, turnamen ini kurang bermutu dan gengsinya turun," tegas Hou Chia Chang kepada TEMPO. Namun, itu tak berarti ia, dengan anak-anak asuhnya masih terbilang hijau, harus pulang dengan tangan kosong. "Peluang kami terbesar ada pada tunggal putra dan putri," tuturnya. Ia menunjuk pada dua cewek Huang Hua dan Tan Jiuhong, yang masih berusia 19 tahun. "Mereka mainnya cepat sekali," pujinya. Kartu truf Cina lainnya, Xiong Guobao, yang kini diunggulkan di tempat pertama menggantikan Icuk. Sementara itu, kubu tuan rumah juga memanfaatkan turnamen ini sebagai arena uji-coba untuk pemain-pemain mudanya. "Ini waktunya buat Alan dan Ardy menjadi juara," kata pelatih nasional, Tahir Djide. Apalagi mengingat dalam kejuaraan Asia 1987 lalu, Xiong dikalahkan straight set oleh Alan. Semula turnamen ini dijadwalkan berlangsung di Hong Kong. Entah, mungkin negeri koloni Inggris itu mencium bahwa gengsi turnamen ini bakal merosot lalu mengundurkan diri sebagai tuan rumah kejuaraan perorangan Asia 1988. Maka, sidang Konfederasi Bulu Tangkis Asia (ABC) Juni lalu di Kuala Lumpur memutuskan Indonesia sebagai penggantinya. Penunjukan Indonesia itu ternyata tak lepas dari peranan sponsor -- produsen jam tangan Alba. "Sponsor punya pilihan dan tak mau sembarang tempat. Mereka kemudian memilih Indonesia," tutur Ketua Bidang Luar Negeri PBSI, Titus Kurniadi. Dalam kejuaraan sebelumnya, sang sponsor adalah Marlboro. Perusahaan rokok itu bersedia menyumbang uang US$120.000. Namun, kejuaraan kali ini rupanya kurang dipandang tlnggi oleh Marlboro mengingat tak bakal diturunkannya para pemain top. Konon, panitia sempat kelimpungan mencari perusahaan lain yang bersedia menjadi sponsor. "Sponsor memang ogah-ogahan. Citra turnamen kejuaraan Asia ini kurang bergengsi," tutur seorang pejabat IBF. Itu sebabnya Alba, yang hanya mampu menyediakan dana US$60.000, langsung disambar panitia penyelenggara -- separuh dari dana yang ditanam Marlboro di kejuaraan Asia 1987. Bobot turnamen pun semakin kempis setelah panitia menghitung-hitung ongkos penyelengaraan dan akhirnya cuma menyisihkan US$27.000 sebagai hadiah yang bakal diperebutkan oleh 98 pemain dari 12 negara. Bandingkan dengan turnamen Indonesia Terbuka, Juli lalu, yang menyediakan total hadiah US$135.000. Atau dengan All England yang memberikan hadiah sampai US$100.000. Melihat kenyataan ini, banyak pihak yang menyayangkan mengapa Justru negara-negara Asia tak menganggap penting turnamen ini. Tradisi kejuaraan ini memang mengalami pasang surut. Dimulai pertama kali sejak tahun 1962 dan berlangsung tak teratur. Di kejuaraan Asia VII di Semarang, 1987, hanya dipertandingkan kejuaraan beregu putra. Sedangkan di Bandarlampung formatnya berubah menjadi perorangan putra dan putri. "Format yang pasti akan ditetapkan dalam sidang ABC di Jakarta tahun depan," tutur Titus. Ahmed K. Soeriawidjaja, Rustam F. Mandayun (Jakarta), dan Effendi Saat (Bandarlampung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus