TUJUH belas detik. Tepatnya 17,28 detik. Tapi selisih waktu itulah yang membuat tim DKI Jakarta keluar sebagai juara beregu Tour d'ISSI ke-9, 1988 mengalahkan Ja-Tim, yang ketinggalan 17 detik. Kejuaraan balap sepeda yang memperebutkan piala bergilir Presiden Soeharto ini, yang berlangsung sejak 28 Oktober hingga 5 November 1988, mengambil rute Jakarta-Surabaya, menempuh jarak 965 km yang terbagi dalam delapan etape. Secara keseluruhan DKI Jaya mencatat waktu 72 jam 44 menit, 19,43 detik. Sedangkan arek-arek Jawa Timur catatan waktunya 72: 44.37,71 detik. Dan tim Jawa Barat, selaku juara bertahan, yang diperkuat runner up juara Asia -- Ronny Yahya -- harus puas di urutan ketiga setelah berjuang keras dengan waktu tempuh 72: 50.32,28 detik. Perjuangan tim DKI untuk mengalahkan 22 provinsi lain yang ikut lomba ini tidaklah mudah. Sampai di etape VI, Solo, para pembalap Jakarta itu belum bisa berbuat banyak. Di klasemen umum beregu mereka hanya mampu berada di posisi ke tiga di bawah Jawa Timur dan Lampung. Sedangkan di nomor perseorangan, andalan Jakarta, Ungut Kim Hong, hanya berada di urutan kelima. Pada etape VII (Solo-Madiun) dan VIII (Madiun-Surabaya), anak-anak Betawi dan Jawa Barat mulai mengejar ketinggalan mereka. Tekad mereka untuk mengeroyok pembalap Ja-Tim, akhirnya, berhasil juga. Kedua tim ini memang sama-sama punya kepentingan untuk bisa menyodok ke posisi yang lebih baik. Caranya: membuat regu Ja-Tim terpancing mengikuti irama mereka, dengan sesekali menarik ke kecepatan tinggi sehingga kehabisan stamina. Itu bisa dilakukan, karena jarak yang ditempuh cukup panjang, 118 km. Apalagi, start baru dimulai pukul 11.00 siang. Pembalap Ja-Tim, yang merasa posisi mereka masih belum aman betul, akhirnya terpancing juga untuk meladeni tarikan-tarikan itu. Memang tidak ada pilihan lain bagi regu Ja-Tim. Semua pembalap mereka berusaha menempel terus pada pembalap dari dua regu saingannya. Sepuluh kilometer menjelang Ngawi, pembalap Ja-Bar, Ronny Yahya, mampu melesat seorang diri. Dua menit kemudian tiga pembalap DKI mengikuti jejak Ronny. Kecuali Romly Yahya, pembalap Ja-Tim tak mampu bersaing lagi karena kehabisan napas. Pemenang tiga etape berturut-turut, Puspita Mustika Adya, yang diandalkan regu Ja-Tim untuk bisa mempertahankan posisi teratas, tidak bisa berbuat banyak. "Saya tidak mendapat dukungan dari teman-teman seperti pada etape sebelumnya," tuturnya. Pada etape VII ini, DKI, yang sebelumnya berada di posisi ketiga, langsung menyodok ke urutan pertama dengan selisih waktu sekitar 31 detik dari regu Ja-Tim. Di etape terakhir Madiun-Surabaya, jarak terjauh selama kejuaraan, 176 km, yang terjadi hampir menyerupai etape VII. Regu-regu unggulan menyimpan tenaga mengingat jauhnya jarak. Mereka menunggu saat yang tepat untuk melepaskan diri dari rombongan. Hal ini dimanfaatkan oleh regu-regu non-unggulan untuk melesat ke depan. Menyadari kesalahan taktik ini, arek-arek Ja-Tim berusaha melepaskan diri. Namun, pembalap DKI Jaya, Ian Tanujaya dan Ungut Kim Hong, tidak mau membiarkan mereka lepas. Di sinilah pertarungan yang sesungguhnya dimulai. Jarak yang cukup jauh dengan pembalap terdepan membuat rombongan ini tidak bisa mengejar pembalap terdepan yaitu Wiratno (Kal-Tim) dan M. Basri (Sul-Sel). Regu DKI yang sudah berada di atas angin tinggal berjaga-jaga saja agar tidak kecolongan dari regu Ja-Tim. Dan itulah yang terjadi, hingga masuk finis di Jalan Raya Darmo, Surabaya. Ini gelar pertama bagi regu Jakarta dalam kejuaraan Tour d'ISSI yang sudah berlangsung sejak 1967 ini. "Saya kira wajar kalau DKI keluar sebagai juara, Ja-Bar dan Ja-Tim kan sudah pernah merasakannya," ujar Donny A. Prasetya, Ketua I Komda ISSI DKI, seusai etape terakhir di Surabaya. Bagi Ja-Tim kekalahan ini cukup menyakitkan. "Mau apa lagi. Kami sudah berjuang, tapi kenyataannya begini ini," kata Puspita dengan nada tinggi. Kekuatan tim yang tidak seimbang dijadikan kambing hitam kekalahan ini. "Ibarat badan manusia, yang hebat cuma otaknya doang tapi tidak ditunjang oleh kekuatan badan," tambah Puspita tentang timnya. Sedang regu Ja-Bar mengumandangkan lagu lama. "Regu kami belum kompak benar. Apalagi waktu persiapannya cukup mepet. Hanya satu bulan," ujar Mohamad Basarahil, pelatih regu JaBar. Di nomor perseorangan keluar sebagai Juara M. Maruki Matsum dari Kal-Bar. Lucunya, sebagai juara, Maruki tak pernah sekali pun -- dari delapan etape -- menempati urutan teratas. Apalagi menempuh waktu tercepat. Namun, secara keseluruhan jumlah waktunya merupakan yang terbaik, yaitu 24: 11.16,42 detik. Sedangkan posisi kedua ditempati Ronny Yahya, 24: 11.56,77 detik dan ketiga pembalap Ja-Tim, Romly Yahya, dengan waktu 24: 11.57,69 detik. Bagi Maruki, dunia balap sepeda mulai dikenalnya sejak ia kelas III SD. "Waktu itu saya suka sekali dengan grass rack dan selalu menjadi juara," ujar mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Panca Bhakti, Pontianak, ini. Ia kemudian bergabung dengan Persatuan Balap Sepeda (PBS) Panther di kotanya. Dia mulai mantap sejak 1982. Setahun kemudian dia masuk pelatnas untuk menghadapi Kejuaraan Asia di Filipina. Maruki sempat mengenyam latihan di Belanda. Sayangnya, dari kejuaraan yang memakan waktu selama delapan hari ini, tidak dilakukan pemeriksaan air seni, tes dope, terhadap para pembalap. "Saya percaya pembalap-pembalap kita belum punya pikiran semacam ini," ujar Harry Sapto, Ketua Umum PB ISSI, yakin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini