Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MELALUI para pemandu bakat klubnya, Real Madrid, pelatih Jose Mourinho memantau Romelu Lukaku. Dia adalah penyerang klub Belgia, Anderlecht, yang baru berusia 17 tahun. ”Mereka beberapa kali datang dan terlihat tertarik,” kata Christophe Henrotay, agen Lukaku. ”Namun, saya tegaskan, Romelu masih ingin memperkuat Anderlecht, setidaknya satu musim lagi.”
Sepintas terdengar aneh, klub dengan reputasi gemar mengumpulkan bintang semacam Madrid memburu seorang pemain yang belum matang. Plus, ada faktor Mourinho, pelatih yang senantiasa menarik pemain besar sejak masih di Chelsea sampai di Inter Milan.
Mulai musim ini, pelatih asal Portugal itu berlabuh di Los Merengues—julukan Madrid. Sekarang dia ingin membesarkan klub barunya dengan cara lain. ”Saya cuma mendatangkan pemain yang punya proyeksi ke masa depan,” ungkap pria 47 tahun tersebut. ”Kami tak mau cuma menjadi raja di bursa transfer”—dengan ”memborong” pemain yang sudah menjadi bintang.
Musim lalu, saat dilatih Manuel Pellegrini, Madrid adalah penguasa bursa transfer. Presiden Florentino Perez membeli Cristiano Ronaldo dari Manchester United dengan jumlah uang yang menjadi rekor baru dunia, yaitu 94 juta euro atau sekitar Rp 1,1 triliun. Ditambah pembelian Raul Albiol, Karim Benzema, dan Ricardo Izecson dos Santos Leite atau yang lebih dikenal sebagai Kaka, Madrid harus mengeluarkan uang tak kurang dari 250 juta euro atau sekitar Rp 2,9 triliun. Nyatanya, Madrid menghasilkan ”nol besar” alias tak meraih gelar apa pun.
Pada musim ini, Madrid baru membeli empat pemain dan semuanya ”daun muda”: Sergio Canales, 19 tahun, Angel di Maria (22), Pedro Leon (23), dan Sami Khedira (23). Saat dibeli, Ronaldo berusia setahun lebih tua dibanding Leon dan Khedira. Untuk keempat pemain itu, Presiden Perez hanya membutuhkan sekitar 75 juta euro atau Rp 862,5 miliar. Meski nilai tersebut mahal untuk kategori pemain muda, belanja sebesar itu jauh lebih sedikit dibanding pengeluaran tahun lalu.
Itu bukan berarti Mourinho berubah sepenuhnya. Sebenarnya, dia ingin menggaet kapten Liverpool, Steven Gerrard, tapi tak kesampaian. Mantan pelatih tim junior Barcelona ini juga baru saja membeli stopper Chelsea yang sudah berusia 32 tahun, Ricardo Carvalho, tapi dengan harga sangat murah, 8 juta euro atau sekitar Rp 92 miliar.
Mourinho, pelatih yang mempersembahkan gelar Liga Champions untuk FC Porto dan Inter Milan, mengerti benar bahwa mendatangkan pemain muda adalah sebuah perjudian. ”Tapi Anda tak akan tahu manisnya melon bila tak memakannya, bukan? Jadi mari kita coba.”
Dan sejatinya Lukaku bukan pemain muda sembarangan. Dia putra Roger Lukaku, mantan pemain nasional Zaire. Meski berhak membela Republik Kongo, nama baru Zaire, Lukaku memilih berkostum tim nasional Belgia, tanah kelahirannya. Musim lalu, dia mengoleksi 15 gol dari 25 laga Anderlecht di segala kompetisi.
Pengurus Madrid harus menyimpan dulu uang 20 juta euro atau sekitar Rp 230 miliar yang telah mereka siapkan untuk membeli Lukaku. Begitu pula tiga klub Inggris yang tertarik pada penyerang bertinggi badan 192 sentimeter itu. ”Orang-orang dari Liverpool, Manchester United, dan Chelsea bergantian datang kemari,” ungkap sang agen, Henrotay.
Sementara Mourinho tertarik pada Lukaku dengan alasan murni soal masa depan klub, tiga kesebelasan Inggris di atas memiliki tambahan alasan: terdesak aturan baru Liga Primer. Regulasi yang baru diluncurkan Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA) mulai musim ini adalah aturan homegrown.
Pertama, setiap klub cuma boleh mendaftarkan 25 pemain. Kedua, minimal delapan pemain di antaranya harus berstatus pemain yang tumbuh di rumah sendiri (homegrown), yaitu pemain yang telah memperkuat klub Inggris atau Wales selama tiga tahun sebelum mereka melewati usia 21 tahun. Pemain homegrown bisa asli Inggris atau warga negara lain. Bila satu klub memiliki pemain homegrown kurang dari delapan, klub itu cuma boleh mendaftarkan 17 pemain ditambah pemain homegrown-nya meski hasilnya kurang dari 25 pemain.
Ketiga, klub boleh mendaftarkan sebanyak mungkin pemain di bawah 21 tahun dari mana pun asalnya, bisa dari Inggris atau Wales atau pemain asing. Bila bisa digaet salah satu dari tiga klub itu, Lukaku masuk kategori pemain golongan ketiga. Artinya, dia di luar kategori homegrown tapi boleh bermain.
Klub-klub kecil relatif tak bermasalah karena rata-rata mengandalkan mayoritas pemain dari Inggris atau Wales. Manchester United dan Arsenal juga tak memiliki masalah karena pelatih Alex Ferguson dari MU, apalagi Arsene Wenger dari Arsenal, punya kebiasaan mengontrak pemain muda berusia belasan tahun.
Yang bingung adalah pelatih Chelsea, Carlo Ancelotti. Setelah ditinggalkan penyerang Joe Cole, yang menyeberang ke Liverpool, Chelsea kini cuma memiliki lima pemain berstatus homegrown. Pelatih anyar Liverpool, Roy Hodgson, memiliki problem yang sama, kekurangan pemain ”kampung halaman”.
Manchester City lebih parah karena sebagian besar pemainnya tidak berasal dari Inggris. Pelatih Roberto Mancini harus membuang minimal enam pemain asing agar skuadnya terdiri atas 25 orang.
Itulah yang membuat transfer di Liga Inggris musim ini tak terlihat semarak seperti tahun-tahun sebelumnya, meski Manchester City menjadi pengecualian karena baru saja mendatangkan tiga bintang—David Silva asal Spanyol, Yaya Toure dari Pantai Gading, dan Jerome Boateng, orang Jerman—yang memakan uang 60 juta pound sterling atau sekitar Rp 842 miliar. Bursa transfer masih akan berjalan sampai hari terakhir bursa musim panas, 31 Agustus, sementara kompetisi bergulir sejak akhir pekan lalu.
Klub-klub besar yang lain bergerilya mencari pemain muda di bawah usia 21 tahun—salah satunya Lukaku. Satu-satunya pembelian penting Manchester United adalah penyerang asal Meksiko, Javier Hernandez, 22 tahun. Dua pemain di bawah usia 21 tahun yang dibeli Alex Ferguson adalah pemain Inggris, Chris Smalling, dan pemain Portugal, Manuel ”Bebe” Dias Correia.
Sebuah kebetulan, Ferguson juga bersaing dengan Mourinho untuk mendapatkan Bebe. Berbeda dengan kasus Lukaku—keduanya gagal mendapatkannya—Ferguson memenangi perebutan Bebe. Mourinho harus merelakan ”melon”-nya dikuasai Ferguson, sahabat tuanya.
Andy Marhaendra (Soccernet, AFP, UEFA)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo