Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Bakat Terpendam Di Timor-Timur

Sepak bola dan bola basket populer di Timor Timur. Di Dili terdapat 11 klab sepak bola. Fasilitas lapangan kurang tersedia. Pemerintah menegaskan Djamiat Dalhar untuk kemungkinan menggali potensi. (or)

18 Juni 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PILIHAN dunia olahraga Indonesia kelihatan kini mulai bergeser ke Timor Timur. Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Olahraga tak kurang menugaskan karyawannya, Djamiat Dalhar, bekas pemain dan pelatih nasional PSSI untuk menjajagi kemungkinan lahirnya bakat-bakat besar dari sana. Dan ia memang melihat potensi terpendam di propinsi ke-27 Tndonesia itu. "Bakat ada, tapi masih perlu pembinaan", kata Djamiat yang mukim di sana selama 3 bulan sejak Pebruari lalu. Di Timor Timur, menurut Damiat, cabang olahragu yang populer adalah bola basket dan sepakbola. Setiap sekolah pasti mempunyai lapangan bola basketnya. Sementara sepakbola dimainkan di lapangan-lapangan umum. Begitu keranjingannya mayarakat Timor Timur terhadap kedua cabang olahraga tersebut. Sehingga bila dua jenis permainan itu mengadukan pertandingan pada waktu yang bersamaan, maka salah satu harus saling mengalah untuk menuanti waktu. Sebab penggemar bola basket, juga merupakan penggemar sepakbola. Dili, ibuknta propinsi, sekarang ini saja terdapat 11 klab sepakbola: PS (Perkumpulan Sepakbola) Tim Tim, Angkasa, Saudara, Maranatha, Marabia, Loro Sae, Morcegos, Furol, Bermori, Bintang Timur dan Santa Cruz. Tapi minat yang besar itu tidak tertampung oleh lapangan yang ada. Karena tempat-tempat tersebut jauh dari persyaratan minimal sebuah lapangan sepakbola. Satu-satunya lapangan yang agak lumayan cuma terdapat di stadion Dili itu pun hanya bagian pinggir lapangan saja yang ditumbuhi rumput. Sisanya adalah tanah datar berkarang. Bisa dibayangkan, kalau mereka sampai jatuh di lapangan, lanjut Djamiat membayangkan bahaya yang mungkin menimpa mereka. Kekurangan lain yang melanda Timor Timur adalah soal pelatih dan pembina. Ketika masih di bawah pemerintahan Portugal dulu, kedua faktor yang menopang kemajuan persepak-bolaan itu memang telah mereka miliki. Tapi sewaktu kekuasaan beralih tangan semua itu pun ikut hilang. Hal itu disebabkan pemerintah jajahan Portugal membagi kelas-kelas untuk pelatihan pembina. Kesempatan pertama tentu saja diberikan bagi orang Portugis, setelah itu pada kelompok Indo (peranakan), terakhir baru diperuntukkan bagi kaum Pribumi Kelompok elite itu ternyata lenyap (mungkin hijrah ke Portugal) mengikuti jejak pemerintah jajahan menurut Djamiat, langkah perbaikan harus menempatkan pelatih dan pembina pada prioritas pertama. Baru kemudian kontinuitas kompetisi antar klab digiatkan kembali. Cara terbaik untuk mengatasi krisis itu, maka di Timor Timur perlu diadakan resettlement untuk sepakbola, tambah Djamiat. Maksudnya: dengan resettlement itu kegiatan sepakbola bisa dilakukan secara teratur dan terkordinir, karena di masa pergolakan kelancaran kompetisi dan pembinaan terhambat. Adakah krisis pemain di tubuh PSSI kini akan mendapat jawaban dari Timor Timur? Kepada wartawun TEMPO Syarif Hidayat, bekas pelatih nasional itu menyatakan: "Mengapa tidak".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus