PILIHAN dunia olahraga Indonesia kelihatan kini mulai bergeser
ke Timor Timur. Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan
Olahraga tak kurang menugaskan karyawannya, Djamiat Dalhar,
bekas pemain dan pelatih nasional PSSI untuk menjajagi
kemungkinan lahirnya bakat-bakat besar dari sana. Dan ia memang
melihat potensi terpendam di propinsi ke-27 Tndonesia itu.
"Bakat ada, tapi masih perlu pembinaan", kata Djamiat yang mukim
di sana selama 3 bulan sejak Pebruari lalu.
Di Timor Timur, menurut Damiat, cabang olahragu yang populer
adalah bola basket dan sepakbola. Setiap sekolah pasti mempunyai
lapangan bola basketnya. Sementara sepakbola dimainkan di
lapangan-lapangan umum. Begitu keranjingannya mayarakat Timor
Timur terhadap kedua cabang olahraga tersebut. Sehingga bila dua
jenis permainan itu mengadukan pertandingan pada waktu yang
bersamaan, maka salah satu harus saling mengalah untuk menuanti
waktu. Sebab penggemar bola basket, juga merupakan penggemar
sepakbola.
Dili, ibuknta propinsi, sekarang ini saja terdapat 11 klab
sepakbola: PS (Perkumpulan Sepakbola) Tim Tim, Angkasa, Saudara,
Maranatha, Marabia, Loro Sae, Morcegos, Furol, Bermori, Bintang
Timur dan Santa Cruz. Tapi minat yang besar itu tidak tertampung
oleh lapangan yang ada. Karena tempat-tempat tersebut jauh dari
persyaratan minimal sebuah lapangan sepakbola. Satu-satunya
lapangan yang agak lumayan cuma terdapat di stadion Dili itu pun
hanya bagian pinggir lapangan saja yang ditumbuhi rumput.
Sisanya adalah tanah datar berkarang. Bisa dibayangkan, kalau
mereka sampai jatuh di lapangan, lanjut Djamiat membayangkan
bahaya yang mungkin menimpa mereka.
Kekurangan lain yang melanda Timor Timur adalah soal pelatih dan
pembina. Ketika masih di bawah pemerintahan Portugal dulu, kedua
faktor yang menopang kemajuan persepak-bolaan itu memang telah
mereka miliki. Tapi sewaktu kekuasaan beralih tangan semua itu
pun ikut hilang. Hal itu disebabkan pemerintah jajahan Portugal
membagi kelas-kelas untuk pelatihan pembina. Kesempatan pertama
tentu saja diberikan bagi orang Portugis, setelah itu pada
kelompok Indo (peranakan), terakhir baru diperuntukkan bagi kaum
Pribumi Kelompok elite itu ternyata lenyap (mungkin hijrah ke
Portugal) mengikuti jejak pemerintah jajahan menurut Djamiat,
langkah perbaikan harus menempatkan pelatih dan pembina pada
prioritas pertama. Baru kemudian kontinuitas kompetisi antar
klab digiatkan kembali. Cara terbaik untuk mengatasi krisis itu,
maka di Timor Timur perlu diadakan resettlement untuk sepakbola,
tambah Djamiat. Maksudnya: dengan resettlement itu kegiatan
sepakbola bisa dilakukan secara teratur dan terkordinir, karena
di masa pergolakan kelancaran kompetisi dan pembinaan terhambat.
Adakah krisis pemain di tubuh PSSI kini akan mendapat jawaban
dari Timor Timur? Kepada wartawun TEMPO Syarif Hidayat, bekas
pelatih nasional itu menyatakan: "Mengapa tidak".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini