LEBIH dari 15 tahun balap mobil Formula I sepi dari pembalap cewek. Tapi, untuk Formula I 1992 ini, lahir Giovanna Amati, yang mampu ngebut 300 km per jam di sirkuit. Gadis berambut pirang berumur 29 tahun dari Italia itu jadi beken karena menjadi pembalap yang memperkuat tim Brabham Austria. "Saat ini saya hanya ingin menjadi pembalap Formula I, tidak ada yang lain. Saya tidak ingin menjadi istri atau ibu rumah tangga," katanya. Karier di Formula I ini datang tanpa disangka. Ia ditelepon Brabham untuk ditawari menjadi pembalap Formula I. Bos Brabham, Dennis Nursey, bilang tentang Amati: "Dia itu gadis yang keras dan pembalap yang tak kenal menyerah. Saya telah berbicara padanya, ternyata dia pemberani dan menyatakan mampu melakukannya. Itulah modal untuk meraih prestasi." Sirkuit pertama buat Amati di Formula I adalah Kyalami, Afrika Selatan, awal Maret lalu. Sayang, Amati, tersingkir di babak kualifikasi. Agaknya, sirkuit paling tinggi (1.800 meter di atas permukaan laut) di antara 16 sirkuit yang dipakai Formula I ini tak memihaknya. Suhu udara 35 derajat Celsius amat menguras stamina, dan membuatnya keok. Nigel Mansell dari tim Williams Renault yang menjuarai balap ini. Kegagalan itu membuat Amati disorot pers di Italia. Brabham dituding mengajak Amati hanya sebagai ajang promosi. Buktinya, begitu Amati bergabung, Brabham yang lagi kesulitan dana langsung bisa mengeruk dana sponsor sekitar Rp 4,8 milyar. Amati lahir dari lingkungan berada. Tahun 1960-1970, ayahnya memiliki sekitar 50 buah bioskop di Roma. Dengan kemewahan itu, ia tumbuh menjadi gadis sombong dan malas sekolah. Gadis cilik itu lebih senang nongkrong di tempat parkir mobil di vila keluarganya. Di sana ia hanya asyik mengamati para sopir memperbaiki mobil ayahnya, mulai dari Ferrari, Porsche, sampai BMW. Lantaran bakat itu, pada umur 12 tahun Amati sudah berani membawa traktor, mengelilingi ladangnya. Dua tahun kemudian, tanpa SIM, ia malah nekat "mencuri" mobil ayahnya. "Kalau saya punya tujuan tertentu, langsung saya laksanakan. Dan saya tak pernah menyerah," katanya kepada majalah Epoca. Setahun berikutnya, ayahnya menghadiahi Vespa. Itu bukan surprise. Sebab, secara diam-diam ia telah memiliki motor balap second hand Honda 500 cc, yang selalu disembunyikan di garasi saudaranya. Tapi, menjadi pembalap bukan tujuan utama Amati, karena ia juga bercita-cita menjadi pianis. "Nafsu saya menjadi pembalap justru muncul dari garasi orangtua," katanya. Sebelum menjadi pembalap, Amati pernah diculik. Ketika usia 16 tahun, ia disekap 74 hari oleh gerombolan Marseille. Waktu itu si penculik menghendaki agar ayah Amati menebusnya sekitar Rp 1,3 milyar. Tapi, selagi disekap itu, ia diperlakukan secara manusiawi oleh penculiknya, seorang arsitek, Jean Daniel. Sepanjang hari ia diberi makanan, buku-buku, dan dihibur oleh Daniel. Buntutnya, mereka jatuh cinta. "Hanya kamu yang aku ingat," kata Daniel lewat kiriman surat dan bunga mawar merah kepada Amati, setelah ia dilepaskan. Setelah itu, mereka saling menelepon untuk melepas rindu. Sialnya, selagi menentukan hari kencan, telepon itu disadap polisi. Begitu Daniel datang ke depan bioskop Berberini, milik ayah Amati, polisi menyergapnya. Daniel diganjar hukuman 18 tahun. Sementara itu, dunia balap makin menjiwainya setelah ia ketemu Elio de Angelis, pembalap yang meninggal tahun 1986 karena kecelakaan. Amati pun diminta kursus di Morrogh, Roma. Ia lalu memperkuat tim Henry Morrogh Racing School, Italia, kemudian menjadi pembalap International Formula 3000. Tujuh kali ia tampil di Le Mans, dan sembilan kali di sirkuit Hockenheim, Jerman. Ia juga menjalin cinta dengan pembalap Spanyol, Luis Sale. Amati sadar bahwa dalam Formula I ia berada di lingkungan kaum lelaki. "Saya sadar bahwa saya bisa gagal, tapi saya harus turun ke neraka," katanya. Neraka yang dimaksud adalah sirkuit. Untuk itu, ia minta kepada manajernya agar memperbaiki mesin yang rusak. Rekanrekannya di tim Brabham juga membantunya. Pokoknya, ia ingin berkarier di Formula I selama-lamanya. Namun, di lain pihak, karena ia harus bersaing dengan lelaki -- yang biasanya tak mau diungguli wanita -- persaingan tak sehat bisa muncul. Misalnya, beberapa waktu lalu, di Formula 3000, mobilnya terbalik gara-gara dipotong mobil Fabio Mancini, saat ia mau melewati Mancini. Untung, Amati tak cedera apa-apa. "Pokoknya, kebanyakan pembalap pria tak mau menerima kekalahan dari wanita," katanya. Amati memang bukan wanita pertama di Formula I. Ia wanita kelima di dunia atau pembalap ketiga dari Italia. Maria Teresa de Filippis (1958) dan Lella Lombardi (1975) -- meninggal beberapa minggu lalu karena kanker liver -- adalah pendahulunya. Dari data itu, tampaknya otomotif adalah bagian budaya Italia. Tercatat, misalnya, adalah Riccardo Patrese, Andrea de Cesaris, Pierluigi Martini, Stefano Modena, Ivan Capelli, Grabriele Tarquini, pembalap Formula I dari sana. Mengapa gandrung jadi pembalap, padahal olahraga ini menantang maut? Nigel Mansell, juara di sirkuit Meksiko dua pekan lalu, mengatakan, "Balap mobil itu tak ubahnya seperti main cinta. Sekali melakukan, Anda selalu ingin mengulanginya." Sementara itu, Amati punya alasan. "Sejak kecil mimpi saya adalah berlari di atas mobil. Kini, dengan kecepatan 300 km per jam, saya merasa puas, saya seperti menikmati kedamaian hati. Sama seperti ketika saya lagi berdoa," katanya. WY dan Lisa Sallusto (Italia)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini